Memang dalam hal tiket Candi Borobudur, Menko Marves memiliki hak untuk turut campur, sebab sesuai pasal 4 Perpres Nomor 92 Tahun 2019 Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif berada dibawah kewenangannya. Namun benarkah Menteri Pariwisata tidak pernah memikirkan hal-hal krusial seperti keselamatan Candi Borobudur hingga Luhut terpaksa harus turun tangan?
Penunjukkan Luhut oleh Jokowi kerap dicibir banyak pihak sebagai upaya Luhut mencari muka dan selalu menang dengan cara yang dipilihnya, hingga akhirnya berbuah dengan keputusan Jokowi selalu menunjuk dan menunjuknya lagi.
Namun yakinkah dengan cara selalu menunjuk orang pilihan akan menghasilkan kekompakan dalam kabinet, sebab mayoritas publik justru menilai terjadi perpecahan dalam kabinet, terjadi persaingan antar menteri yang selalu dimenangkan Luhut. Ibarat dalam sebuah keluarga, Jokowi yang berperan sebagai ayah selalu menunjuk anak tertentu untuk menyelesaikan berbagai pemasalahan yang tidak dapat diselesaikan oleh anak-anak yang lain.
Ibarat peran ayah, Jokowi tidak ingin melukai perasaan anak lainnya dengan menyebut tidak becus, namun ia selalu menunjuk anak yang dirasa cepat menyelesaikan masalah untuk segera membereskannya. Sebagai sosok ayah, banyak hal lain yang harus dikerjakannya, dan akan sangat membuang waktu jika hanya melihat pekerjaan anak yang tidak becus menyelesaikan. Sehingga ditunjuklah anak pilihan, yang tentu saja sebagai seorang ayah akan sangat bangga karena anak yang ditunjuknya selalu berhasil menyelesaikan berbagai masalah yang tidak sanggup ditangani anak lain.
Namun hal di atas adalah perumpamaan dalam kehidupan keluarga, akan sangat jauh berbeda dengan kehidupan kenegaraan. Terkadang dalam kehidupan keluarga, perhatian khusus pada anak tertentu dapat menimbulkan luka verbal berupa iri dan kecemburuan di hati anak yang lain. Memang sang ayah tidak melakukan luka fisik meskipun anak tidak becus menangani masalah, namun dengan cara terus menerus menunjuk anak tertentu, yakinkah tidak ada luka verbal dari anak yang lain? Apalagi jika hal tersebut menimbulkan sikap adigang adigung adiguna dari anak yang selalu terpilih. Mungkin tidak menjadi masalah besar jika hanya dalam ranah keluarga, namun jika dalam dalam ranah negara yang lebih luas, hal ini ditonton rakyat banyak, yang tentunya dapat membuat menteri yang dianggao tidak becus merasa dilangkahi dan dipermalukan.
Seperti apapun rumitnya permasalahan suatu negara, toh masalah tunjuk-menunjuk adalah hak prerogatif presiden sebagai kepala negara, namun publik tampaknya menginginkan segala sesuatu sesuai prosedur hukum, seperti adanya surat keputusan resmi tentang penunjukan tersebut, tidak hanya lesan semata. Sebab meskipun suara rakyat telah diwakili di gedung DPR, toh mereka adalah tetap penonton setia yang akan menilai dan mengomentari segala yang diperbuat para petinggi pemerintah sebagai apresiasi perwujudan rakyat.
Setelah Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan menangani Covid-19, minyak goreng, dan tiket Borobudur, masyarakat kembali 'deg-deg plas' menunggu penunjukan berikutnya. Apakah kampanye politik Ganjar Pranowo? Atau mungkin Puan Maharani? Jangan-jangan Anies Baswedan? Wait and see.
Dan, wong cilik kembali tertawa berguling-guling.
Sumber: kompas.com, detik.com, tempo.id
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H