Mohon tunggu...
Fakta P.B.
Fakta P.B. Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pencari loker. Penulis spesialis lomba. Tukang makan yang doyan berimajinasi.

Laki-laki asal Semarang yang numpang lahir di Jakarta dan tinggal di Bekasi. Punya hobi melahap segala fiksi dan nonfiksi (khususnya topik kepenulisan atau literasi, biografi, film, dan humaniora); menuangkan imajinasi, perasaan, atau riset kecil-kecilan ke dalam karya fiksi; mendengarkan musik segala genre sesuai selera; bersepeda; jalan santai; kulineran; rebahan; dan koleksi kaset pita buat konsumsi pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jual Cepat: Nyawa

26 Juli 2023   00:15 Diperbarui: 26 Juli 2023   00:23 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Itu, lho, Mas, pembangunan mal di Manokwari, alih-alih pasar modern. Waktu wacananya rilis, kan, bikin huru-hara di sini. Denger-denger harus ngorbanin kawasan bakau, sepertiga hutan lindung, sama 100 rumah warga yang mesti direlokasi. Kalau diterusin, saya berani gelontorin 200 juta. Ya, itung-itung jadi amal jariyah buat kesejahteraan rakyat."

"Auk, dah! Saya juga sangsi. Pak Dewo yang jadi supervisor udah mokat. Mister Frank, si kepala konstruksi, katanya kena tulah racun pas coffee break di Copenhagen. Gosipnya si kuasa hukum, Daniel Hutapea, udah pelesiran ke Okinawa sama Eiffel. KPK tepok jidat, tuh!"

Dewo berubah terperanjat. Mata baksonya membeliak. Walau isi dadanya kosong, tapi kepanikan justru merona. Proyek menggiurkan berakhir kacau karena nasib dua orang andalan yang jadi bahan gunjingan membuatnya cemas dan gemas. Dilihatnya lagi pasangan penggosip beralih mengunyah blackforest. Seraya menembusi dinding ruangan, Dewo terus memutar otak. Menemukan cara agar bisa hidup kembali, menjadi manusia seutuhnya.

***

Di bawah terang purnama, pandangan Dewo bersirobok dengan sebuah kios. Luasnya setara toko perhiasan berjarak 700 meter dari kantor, berada pada persimpangan yang jarang dilewati. Posisinya menjorok sedikit ke dalam mulut gang yang hanya bisa dilalui satu motor, di bawah pohon kenari, diterangi satu neon yang berkedip muram. Dari penampakan luarnya, kios itu hanya memajang sebuah spanduk kain hitam bertuliskan:

JUAL CEPAT: NYAWA.
TERSEDIA BERBAGAI MACAM JENIS NYAWA DARI 500 TAHUN LALU HINGGA TERKINI. GARANSI SESUAI KEHENDAK PEMILIK KIOS. RISIKO DITANGGUNG PEMBELI.

Sejalan dengan ambisinya, Dewo memutuskan untuk mampir. Untuk hidup, ia butuh nyawa yang berbeda dari sebelumnya, sehingga proyek tersebut bisa sukses berkat tangan dinginnya.

"Permisi, Tuan. Apa benar Anda menjual nyawa?" Dewo masih tak percaya dengan penglihatannya.

"Pilih saja!"

Nyawa-nyawa yang dipajang pada sudut-sudut kios beragam jenisnya, ditempatkan dalam kemasan berlainan. Terbungkus di kaleng, botol, stoples, mangkuk gerabah, sampai plastik kresek dan karung. Bagian luar ditutupi kain hitam tebal sehingga tidak tertebak isinya.  

"Maaf, Tuan---"

"Panggil aku Azaril."

"Ya, Tuan Azaril. Kenapa nyawa yang Anda jual ditaruh di tempat berbeda-beda?"

Tuan Azaril yang sejak kedatangan Dewo sibuk menata tumpukan kardus, beralih menyoroti wajah Dewo dengan nyalang. Si arwah bergeming. Tatapan pemilik kios terasa begitu menggetarkan, seperti sanggup membuat siapa pun gentar bergidik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun