Meskipun dalam perjalanannya terdapat banyak rintangan berupa penolakan vaksin oleh sebagian masyarakat, vaksinasi terbukti menjadi jurus paling ampuh untuk menghentikan dampak berkepanjangan dari penyakit tersebut.
Dengan adanya memori kolektif mengenai penolakan vaksin, sudah seharusnya Indonesia melihat sejarah untuk mengantisipasi kesalahan dan menjadikan sejarah sebagai landasan pembuatan kebijakan khususnya terkait vaksinasi COVID-19 di masa depan.
Apabila melihat sejarah penolakan vaksin, pemerintah seharusnya menggandeng tokoh masyarakat, tokoh agama, dan lain sebagainya, dalam proses vaksinasi agar berjalan lancar tanpa adanya penolakan baik dalam tahap sosialisasi ataupun ketika pelaksanaan vaksinasi.
Jangan sampai jatuh ke dalam kesalahan yang sama karena tidak mengetahui sejarah. Sebagaimana kalimat bijak “tak ada yang baru dibawah kolong langit", kita sejatinya memiliki pola-pola sejarah yang bisa dicermati untuk menghindari kesalahan dari ‘sejarah berulang' tersebut.
Referensi
- Baha’udin. (2006). “Dari Mantri Hingga Dokter Djawa: Studi Kebijakan Pemerintah Kolonial Dalam Penanganan Penyakit Cacar di Jawa Abad XIX-XX”. Jurnal Humaniora, 18(3): 286-296
- Boomgard, Peter. (2003). “Smallpox, Vaccination, and the Pax Neerlandica Indonesia, 1550-1930” dalam kumpulan Bijdragen tot de Taal, Land en Volkenkunde.
- Loedin, A.A. (2005). Sejarah Kedokteran di Bumi Indonesia. Jakarta: Grafiti Press.
- Neelakantan, Vivek. (2010). “Eradicating Smallpox in Indonesia: The Archipelagic Challenge”. Health History, 12(1): 61-87.
- Satrio, dkk. (1978). Sejarah Kesehatan Nasional Jilid 1. Jakarta: Departemen Kesehatan.
Penulis
Muhammad Fakhriansyah adalah mahasiswa program studi pendidikan sejarah Universitas Negeri Jakarta. Tulisannya berfokus pada kajian sejarah kesehatan Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H