Memasuki usia tak lagi muda, Jokpin dalam belasan tahun belajar dan berlatih menulis puisi dengan gamang dan frustasi namun Jokpin bersyukur bisa mengalami frustasi dan tak lantas mati.
Di masa itu Jokpin banyak menciptakan puisi yang tidak mengecewakan namun ia belum menemukan karakter dan gaya penulisan puisi ciri khas Jokpin.
Momen kelahiran kembali Jokpin sebagai penulis puisi terjadi ketika memeriksa ulang karya-karya pemuisi Indonesia untuk menemukan kira-kira apa yang belum mereka tulis.
Momen memeriksa ulang karya-karya pemuisi Indonesia dan pengalaman mencari celana panjang yang sesuai tapi tidak didapatkan oleh Jokpin membawa pencerahan. Sepulang berburu celana yang gagal justru Jokpin memiliki bahan menuliskan puisi tentang celana.
Puisi celana yang berseri "Celana 1", "Celana 2" dan "Celana 3" yang diciptakan Jokpin membuat namanya mulai dikenal di kalangan pemuisi Indonesia.
Bermula dari puisi celana, imajinasi, kreasi dan penjelajahan puisi Jokpin merambah ke berbagai objek dan peristiwa keseharian dan tubuh manusia yang absurd dan komplek semisal puisi cita-cita, di sebuah mandi, telepon genggam, perjamuan khong guan, sepotong hati di angkringan, dan buku latihan tidur. Â
Puisi yang dituliskan Jokpin cenderung naratif atau bercerita dengan menguraikan atau menjelaskan sebuah peristiwa sehingga menjadi peristiwa puisi. Â
Kerja Kepenyairan Jokpin
Kerja kepenyairan/puisi Jokpin sehingga menciptakan puisi yang ciri khas Jokpin dipengaruhi oleh renungan kegelisahan keberadaan manusia, penggunaan bahasa gaul dan lekat dalam keseharian hidup, refleksi keagamaan, dan humor seperti puisi berjudul "Pemeluk Agama."
"Pemeluk Agama"
Dalam doaku yang khusyuk/Tuhan bertanya padaku, hambaNya yang serius ini,/"Halo, kamu seorang pemeluk agama?" /"Sungguh, saya pemeluk teguh, Tuhan."