NAMA : Fakhri Febriansyah
KELAS : 5A1
Dosen Pengampu : Saeful Mujab, S.sos, M.I.Kom
Abstrak
Politik elektoral di Indonesia telah mengalami pergeseran paradigmatik yang signifikan.
Transformasi ini terutama terjadi melalui perkembangan teknologi informasi dan media
sosial, membawa pertarungan politik dari ranah konvensional menuju ranah digital.
Pemilihan umum 2024 menjadi sorotan utama dalam perubahan ini, dengan pertarungan
politik elektoral semakin terfokus pada media sosial sebagai sarana utama untuk
mempengaruhi opini publik. Elektabilitas bisa menjadi salah satu faktor penentu
dari kemenangan pemilu, meskipun tidak dapat dipastikan secara betul hasilnya.
Pentingnya partai politik tidak hanya terfokus pada pemilihan presiden, melainkan juga
pemilihan legislatif. Tugas berat partai politik lebih kepada bagaimana mengenalkan
calon presiden yang diusung melalui aktivitas kampanye.
Kata Kunci : partai politik, elektabilitas, calon presiden
Latar Belakang
Dalam beberapa tahun terakhir, politik elektoral di Indonesia telah mengalami
pergeseran paradigmatik yang signifikan. Transformasi ini terutama terjadi melalui
perkembangan teknologi informasi dan media sosial, membawa pertarungan politik dari
ranah konvensional menuju ranah digital. Pemilihan umum 2024 menjadi sorotan utama
dalam perubahan ini, dengan pertarungan politik elektoral semakin terfokus pada media
sosial sebagai sarana utama untuk mempengaruhi opini publik.
Pertarungan elektoral di media sosial bukan lagi sekadar pelengkap kampanye,
melainkan inti dari strategi politik. Partai politik kini berlomba-lomba menciptakan
narasi yang menarik dan relevan, memanfaatkan platform seperti Twitter, Facebook, dan
Instagram untuk mencapai audiens yang lebih luas. Dinamika politik di ruang siber tidak
hanya mempengaruhi pemilihan presiden, tetapi juga pemilihan legislatif, menciptakan
sebuah ekosistem politik yang terintegrasi.
Pentingnya memahami pergeseran ini tidak hanya terletak pada aspek teknologi,
tetapi juga pada konsekuensi politik dan sosial yang muncul. Perubahan ini menciptakan
tantangan baru bagi partai politik yang harus mengadaptasi strategi kampanye mereka
agar tetap relevan. Sebagai contoh, strategi konvensional seperti kampanye langsung di
lapangan dan pemasangan spanduk tidak lagi memiliki dampak yang signifikan
dibandingkan dengan penetrasi media sosial.
Partai politik, sebagai aktor utama dalam pertarungan elektoral, kini dihadapkan
pada tuntutan untuk terlibat aktif dalam ruang digital. Dengan demikian, memahami
dinamika politik di media sosial menjadi suatu keharusan untuk memenangkan hati
pemilih. Partai politik yang mampu membangun citra positif, menyebarkan pesan yang
efektif, dan berinteraksi secara langsung dengan pemilih melalui platform digital
memiliki peluang lebih besar untuk meraih dukungan dalam pemilihan umum 2024.
Selain itu, pentingnya partai politik tidak hanya terfokus pada pemilihan presiden,
melainkan juga pemilihan legislatif. Tugas berat partai politik lebih kepada bagaimana
mengenalkan calon presiden yang diusung melalui aktivitas kampanye. Mengacu kepada
tahapan penyelenggaraan pemilu yang disusun KPU, kampanye memiliki durasi terbatas.
Untuk pemilu 2024, KPU membatasi masa kampanye kurang lebih 3 bulan yaitu mulai
November 2023 hingga awal Februari 2024. Setengah semester menjadi pertaruhan
penting bagi para calon presiden untuk meraih kepercayaan pemilih. Strategi politik
elektoral partai dalam kampanye pilpres menjadi indikator apakah tingkat keterpilihan
calon presiden yang diusung besar atau kecil.
Dalam konteks ini, makalah ini akan mengeksplorasi lebih lanjut tentang bagaimana
pertarungan politik elektoral telah berubah dan beradaptasi dengan era digital,
khususnya dalam kampanye pemilu 2024. Analisis mendalam akan dilakukan terhadap
strategi partai politik dalam memanfaatkan media sosial, dampak perubahan ini pada
dinamika politik, dan implikasinya terhadap pemilihan presiden dan legislatif. Melalui
pemahaman ini, kita dapat merinci tantangan dan peluang yang dihadapi partai politik
dalam menghadapi pertarungan elektoral yang semakin kompleks dan dinamis di
Indonesia.
Tinjauan Pustaka
Partai Politik
Menurut Neumann (1963), partai politik merupakan lembaga artikulatif yang
mewakili kepentingan politik masyarakat dengan tujuan untuk mengawasi kekuasaan
pemerintah serta bertarung dalam rangka meraih suara dan dukungan pada momentum
pemilu. Oleh karena itu, partai politik harus menjadi jembatan untuk kepentingan
masyarakat dan pemerintah. Tidak jauh berbeda dengan Sartori (1976) yang
menjelaskan, bahwa partai politik memiliki peran yang fundamental sebagai mediator
atau penghubung antara negara dan kepentingan masyarakat. Partai politik adalah
elemen dasar dari pemerintahan yang demokratis dan alat bagi masyarakat untuk
mengartikulasikan aspirasi mereka.
Sementara dalam hal fungsinya, partai politik seharusnya mampu mengartikulasikan
dan mengagregasi kepentingan masyarakat serta mampu mengekspresikan harapan dan
permintaan publik agar dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah. Selain itu, partai
politik harus mampu merekrut dan melahirkan para pemimpin yang lebih baik untuk
mengelola pemerintahan berdasarkan harapan-harapan rakyat (Hofmeister & Grabow,
2011). Partai politik merupakan hal yang sangat penting karena mereka adalah mediator
utama dan penghubung potensial antara warga atau pemilih dan kepentingan para
pemilih tersebut (Eldersveld, 1964; Puhle, 2002) untuk disampaikan ke para pemangku
kebijakan (mereka yang memiliki kekuasaan). Namun, partai politik biasanya didirikan
sebagai cara untuk mengartikulasikan keyakinan politik dengan tujuan mengumpulkan
orang lain yang memiliki pemikiran yang sama untuk memperkuat posisi mereka dalam mencapai target yang sesuai dengan aspirasi mereka. Apakah mereka anggota partai
politik di mana mereka akan memilih untuk itu atau tidak, para pemilih secara umum
mendukung sebuah partai karena mereka setuju dengan apa yang mereka yakini
terhadap perjuangan partai tersebut (Hofferbert, 1998).
Elektabilitas
Elektabilitas merupakan kata serapan dari bahasa Ingris, diturunkan dari kata elect
(memilih). Bentuk-bentuk turunan dari kata elect antara lain election, electable, elected,
electiveiness, electability dan lain sebagainya. Elektabilitas dalam pemaknaan politik
adalah tingkat keterpilihan suatu partai atau kandidat yang terkait dengan proses
pemilihan umum (pemilu) (Gosal, 2015, hal. 15).
Menurut Dendy Sugiono (2008:29), Elektabilitas adalah tingkat keterpilihan yang
disesuaikan dengan kriteria pilihan. Elektabilitas bisa diterapkan kepada barang, jasa
maupun orang, badan atau partai. Elektabilitas sering dibicarakan menjelang pemilihan
umum. Elektabilitas partai politik berarti tingkat keterpilihan partai politik di publik.
Elektabilitas partai tinggi berarti partai tersebut memiliki daya pilih yang tinggi. Untuk
meningkatkan elektabilitas maka objek elektabilitas harus memenuhi kriteria
keterpilihan dan juga populer. Sedangkan popularitas adalah tingkat keterkenalan di
mata publik.
Karena elektabilitas mengenai kecenderungan kuat seseorang untuk memilih, maka
tak bisa dihindari konsep elektabilitas didahului oleh konsep popularitas. Popularitas
merupakan tingkat keterkenalan seorang kandidat atau sebuah partai politik oleh
khalayak ramai. Bagaimana seorang kandidat atau partai politik akan dipilih jika tak
dikenal? Tak kenal makanya tak dipilih menjadi postulat dalam hal ini. Sehingga kedua
konsep tersebut tak dapat dipisahkan, seperti kepingan uang logam. Kerja-kerja
sosialisasi dan komunikasi politik yang runut dan rapi, terukur dan berlanjut, menjadi
kunci untuk meningkatkan popularitas dan elektabilitas seseorang. Penggunaan media
komunikasi juga tak bisa dikesampingkan. Citra yang baik dengan sendirinya akan
meningkatkan popularitas dan elektabilitas kandidat atau sebuah partai politik,
begitupun sebaliknya.
Metode
Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus untuk menginvestigasi
pemanfaatan media sosial dalam kampanye politik menjelang Pemilu 2024.
Pendekatan studi kasus memungkinkan peneliti untuk mendalam dan komprehensif
memahami penggunaan media sosial oleh partai politikdan politisi sebagai kasus
unikdalam konteks kampanye politik. Metode studi kasus adalah pendekatan yang
memungkinkan kita untuk memahami fenomena tertentu dalam konteks yang mendalam
dan komprehensif (Hidayat, 2019). Metode penelitian yang digunakan dalam studi ini
akan melibatkan langkah-langkah berikut untuk mengeksplorasi pemanfaatan media
sosial dalam kampanye politik menuju Pemilu 2024, dengan fokus pada akun media
sosial partai politik dan politisi.Pertama, akan dilakukan pemilihan kasus yang relevan
yang mencakup beberapa partai politik dan politisi yang signifikan dalam konteks
Pemilu 2024. Kasus-kasus ini akan dipilih berdasarkan sejumlah faktor, termasuk
popularitas politik, kehadiran media sosial yang kuat, signifikansi dalam pemilihan
tersebut dan partai politik yang lolos sebagai persta pemilu 2024.
Data akan dikumpulkan dari berbagai sumber, termasuk akun media sosial resmi
partai politik dan politisi. Kemudian, data yang terkumpul akan dianalisis secara
kualitatif. Ini mencakup analisis konten media sosial untuk memahami sejauh
manamedia sosial digunakan oleh partai politik dan politisi menjelang pemilu 2024.
Selain itu, data akan diuraikan untuk mengidentifikasi pola, dan tren dari penggunaan
media sosial dalam kampanye politik.
Hasil dan Pembahasan
Elektabilitas politik selalu dilakukan menjelang pemilihan umum, termasuk
pada pemilihan umum pada tahun 2024 nanti. Elektabilitas menjelang pemilu
sendiri memiliki berbagai kelebihan serta kekurangan, terutama karena dianggap
mampu memprediksi hasil dari pemilihan umum yang akan dilasanakan di masa depan
nantinya. Salah satu alasan perhitungan elektabilitas pemilu dilaksanakan hingga
sekarang adalah untuk menghitung popularitas calon Presiden, sekaligus
meningkatkan popularitas calon Presiden. Dalam kata lain, perhitungan
elektabilitas Presiden menjadi mesin untuk memperkenalkan setiap calon
Presiden berdasarkan visi, misi, serta programnya kepada masyarakat. Hal ini bahkan
selalu dilakukan pada pemilu-pemilu sebelumnya, termasuk dalam pemilihan umum terakhir kali pada tahun 2014. Meskipun hasil elektabilitas politik tidak dapat
dipastikan kebenarannya, tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran dari hasil
elektabilitas politik menjadi salah satu faktor dalam menentukan kemenangan politik
seorang individu. Hal ini karena perkiraan dari hasil elektabilitas ini kemudian
digunakan sebagai landasan dalam mendongkrakpopularitas sebagai antisipasi
akan kekalahan.
Pada akhirnya memang pertarungan politik elektoral mengalami pergeseran tatkala
pertarungan tersebut berada dalam jagat digital. Kompetisi politik yang dilakukan secara
tradisional dengan yang tidak tradisional melalui penggunaan teknologi telah membawa
hasil elektoral yang berbeda pula. Efisiensi waktu, tenaga, dan uang menjadi hal penting
dalam politik yang menempatkan teknologi sebagai instrumen atau yang acapkali disebut
sebagai politik digital. Tahapan kampanye merupakan tahapan yang dampaknya paling
terasa dalam politik digital. Dengan menggunakan atau memanfaatkan teknologi internet
maka partai politik dan para pendukung satu pasangan calon presiden mampu
meyakinkan sebanyak mungkin pemilih yang tersebar pada satu daerah pemilihan yang
luas yaitu satu negara.
Sebagaimana kehadiran dari komunikasi politik mampu mempengaruhi opini
dari seseorang, terutama berdasarkan pada hasil elektabilitas calon presiden,
kehadiran dari agenda setting mampu mempengaruhi opini khalayak luas.
Khususnya dalam penyediaan informasi yang disampaikan melalui hasil
perhitungan dari elektabilitas setiap calon presiden. Beberapa media massa dapat
dilihat cenderung berfokus untuk memberitakan serta mengutamakan salah satu calon
Presiden, dalam hal ini kebanyakan berita yang berada dalam televisi pada media
massa tersebut hanya akan berfokus pada calon Presiden yang didukung. Intensitas
penanyangan berita politik bahkan hanya akan berorientasi terhadap calon Presiden
yang dituju, tanpa memberikan penyiatan mengenai calon Presiden lainnya.
Tindakan media massa tersebut yang dapat disebut sebagai agenda setting
karena dianggap mampu membentuk opini dari publik masyarakat melalui setiap
publikasinya. Secara mudah, media massa tersebut layaknya ditunggani
kepentingan untuk promosi agar aktor politik memperoleh kemudahan untuk
mencapai kursi Presiden. Elektabilitas calon Presiden Indonesia pada tahun 2024
yang hingga sekarang sudah merajalela di mana saja pun tidak bisa menghindari
tuduhan bahwa elektabilitas tersebut dilakukan dalam rangka penciptaan opini, guna meningkatkan popularitas seorang calon Presiden pada tahun 2024. Bukan tanpa
alasan, hal ini karena pada nyatanya masyarakat telahterbantu untuk membentuk
opini sesuai dengan hasil elektabilitas calon Presiden yang dilakukan oleh beberapa
lembaga.
Berdasarkan penelitian Deden (20, penelitian ini mengungkapkan bahwa sebanyak
18 Partai Politik Nasional dan politisi yang menjadi Bakal Calon Presiden pada Pemilu
2024 telah aktif memanfaatkan media sosial sebagai alat kampanye politik mereka.
Facebook, Instagram, Twitter, dan TikTok telah menjadi platform penting dalam upaya
komunikasi politik mereka. Menariknya, Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra)
berhasil mendominasi dalam penggunaan media sosial, terutama di Facebook dengan
3,4 juta pengikut, Instagram dengan 583 ribu pengikut, dan Twitter dengan 682 ribu
pengikut. Namun,TikTok,yang merupakan platform media sosial terbaru, diduduki oleh
Partai PDI Perjuangan sebagai akun Tiktok dengan pengikut terbanyak sebanyak 746
ribu pengikut. Temuan ini menunjukkan bahwa penggunaan media sosial telah menjadi
strategi penting dalam kampanye politik modern, dan partai politik serta politisi
yang berhasil memanfaatkannya dengan baik dapat memperluas jangkauan dan
pengaruh mereka dalam persaingan politik menuju Pemilu 2024.
Penggunaan media sosial pastinya memberikan kontribusi, baik secara positif
maupun negatif terhadap pelaksanaan demokrasi. Dalam pembahasan ini, rata-rata dari
responden berpendapat bahwa sesuai dengan pandangan dan penggunaan dari diri
sendiri terhadap informasi yang diberikan. Fungsi media yang disepakati memerlukan
definisi masyarakat yang disepakati pula, karena suatu kegiatan media tertentu (missal
hiburan massa), bias saja dinilai postif oleh suatu teori social, tetapi bias negatif oleh teori
social yang lain. Masalah perulangan kegiatan, yang dalam hal ini tentu saja menyangkut
sikap konservatif fungsionalisme. Landasan asumsi teori fungsional adalah setiap
kegiatan melembaga yang dilakukan secara berulang-ulang memiliki tujuan jangka
panjang dan memberikan manfaat bagi ketertiban masyarakat.
Simpulan dan Saran
Berdasarkan analisis yang sudah dipaparkan diatas, dapat diketahui bahwa
elektabilitas bisa menjadi salah satu faktor penentu dari kemenangan pemilu,
meskipun tidak dapat dipastikan secara betul hasilnya. Selain itu, lektabilitas politik
merupakan metode yang digunakan dalam pemilihan umum untuk memprediksi
popularitas calon Presiden. Elektabilitas membantu memperkenalkan calon Presiden
kepada masyarakat melalui visi, misi, dan program yang disampaikan. Dalam
konteksIndonesia, perhitungan elektabilitas calon Presiden dilakukan oleh media
massa dengan menyampaikan informasi mengenai calon Presiden kepada
masyarakat. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan popularitas calon Presiden dan juga
memberikan informasi tambahan kepada masyarakat sebagai pertimbangan dalam
memilih. Hasil elektabilitas ini juga sangat memengaruhi pilihan masyarakat yang
memang belum bisa menentukan pilihannya.
Media massa memiliki peran penting dalam mempengaruhi opini dengan
memberikan dukungan kepada aktor politik tertentu, termasuk melalui
penghitungan elektabilitas calon Presiden. Namun, perlu diingat bahwa komunikasi
politik yang dilakukan oleh media massa bersifat satu arah dan bisa memiliki
kepentingan tertentu. Hasil elektabilitas dapat mempengaruhi keputusan masyarakat,
meskipun informasi mengenai visi, misi, dan program calon Presiden belum
sepenuhnya diketahui. Oleh karena itu, masyarakat perlu berhati-hati dan tidak
terjerumus dalam agenda komunikasi politik yang diarahkan oleh oknum
tertentu.Peran media massa dalam komunikasi politik dan elektabilitas calon
Presiden sangat strategis. Selain melihat komunikasi politik yang dilakukan oleh calon
Presiden, peran media massa dalam mempengaruhi dinamika kampanye dan
pemilihan umum menjadi faktor penting. Penggunaan media sosial untuk
mengukur elektabilitas juga menjadi strategi calon Presiden untuk mencapai
keberhasilan pada pemilihan umum tahun 2024.
Sebagai kesimpulan dan saran, perlu diingat bahwa pengaruh media massa
dalam membentuk opini publik memiliki potensi untuk menyajikan informasi yang
bias dan terkait dengan kepentingan tertentu. Masyarakat perlu menjaga kritis dalam
mengkonsumsi informasi politik yang disampaikan oleh media massa. Disarankan
untuk mencari sumber informasi yang beragam, melakukan riset mandiri, dan
mempertimbangkan integritas serta rekam jejak calon Presiden dalam memilih pemimpin yang tepat. Selain itu, penting bagi masyarakat untuk terlibat secara aktif
dalam proses politik, literasi politik yang tinggi akan membantu masyarakat dalam
menganalisis informasi dengan baik dan membuat keputusan yang berdasarkan
pemikiran yang matang.
Daftar Pustaka
Andryanto, S. D. (2022, Juni 20). Begini Kategori Pertanyaan Survei Capres
untuk Elektabilitas Kandidat. Retrieved from tempo.co:
Redaksi, T. (2023, Juni 14). 5 Survei Terbaru Capres 2024: Prabowo Vs Ganjar Vs
Anies. Retrieved from CNBC Indonesia:
ANJANI, A. O. (2023, Maret 28). Lembaga Survei Abal-abal Masif Bermunculan,
Bahaya Mengintai. Retrieved from Kompas:
CITRA, R. F. (2023, Mei 27). Retrieved from Mencermati Dinamika Terkini Elektabilitas
Capres 2024: Prabowo, Ganjar, dan AniesElda. (2019). Komunikasi Politik oleh
Komunitas Partai Dalam Pemilu Legislatif di Indonesia. TALENTA Conference
Series: Local Wisdom, Social, and Arts, 18-22.
Hamiruddin. (2020). SURVEI DAN KONSULTANPOLITIK : MEMBANGUNPOPULARITAS
DAN ELEKTABILITAS POLITIK. Jurnal Universitas Islam Negeri.
Arafat, G. Y., & Rahmah, N. A. (2019). MEDIA POLITIK: SARANA PENDONGKRAK
ELEKTABILITAS SEBAGAI STRATEGI PEMENANGAN PEMILU. ALHADHARAH:
JURNAL ILMU DAKWAH VOL. 18, 91-97.
Tawaang, F. (2016). REPRESENTASI AKTOR POLITIK DALAM AGENDA MEDIA
(Analisis Agenda Setting Terhadap Headline Suratkabar Ibukota). JURNAL STUDI
KOMUNIKASI DAN MEDIA, 227-240.Fiska. (n.d.). Teori Agenda Setting: Definisi,
Prinsip Dasar, dan Contoh Kasusnya. Retrieved from Gramedia:
https://www.gramedia.com/literasi/teori-agenda-setting/
Norris, P. (2007). The Impact of the Internet on Political Activism: Evidence from
Europe. International Journal of Electronic Government Research.Sulaiman, A. I.
(2013). KOMUNIKASI POLITIK DALAM DEMOKRATISASI. DINAMIKA KOMUNIKASI
POLITIK MENJELANG PEMILU 2014, 119-131.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H