Mohon tunggu...
FAKHRA SHIBNIFADHILA
FAKHRA SHIBNIFADHILA Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

FAKHRA SHIBNI FADHILA NIM: 43119010208 FAKULTAS : MANAJEMEN JURUSAN :EKONOMI DAN BISNIS DOSEN : Apollo, Prof. Dr, M.Si. AK. Universitas Mercubuana jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kasus Asuransi Jiwasraya Dilihat dari Aplikasi Pemikiran Panoptikon yang Dikemukakan oleh Jeremy Bentham dan Konsep Kejahatan Struktural

31 Mei 2023   20:34 Diperbarui: 31 Mei 2023   20:37 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

c. Peningkatan efektivitas penegakan hukum: Dengan adanya sistem panoptikon, penegakan hukum dapat menjadi lebih efektif dalam mendeteksi dan menangani kejahatan struktural. Pengumpulan bukti elektronik yang melimpah dan kemampuan pengawasan yang kuat dapat membantu sistem peradilan dalam memproses kasus secara lebih efisien dan adil.

Permasalahan dalam Kasus Asuransi Jiwasraya yang Terkait dengan Kejahatan Struktural:

Kejahatan struktural mengacu pada tindakan kriminal atau perilaku yang merugikan yang tidak hanya disebabkan oleh individu atau kelompok individu tertentu, tetapi juga merupakan hasil dari struktur atau sistem sosial yang ada. Kejahatan struktural melibatkan pelanggaran terhadap norma-norma sosial dan nilai-nilai yang ditetapkan dalam struktur sosial, ekonomi, politik, atau budaya.

Identifikasi kejahatan struktural dalam kasus Jiwasraya:

  1. Manipulasi dan Penyalahgunaan Kekuasaan: Dalam kasus Jiwasraya, terdapat indikasi adanya manipulasi dan penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam perusahaan. Hal ini mencakup pengambilan keputusan investasi yang meragukan dan tindakan yang bertentangan dengan kepentingan nasabah.
  2. Pelanggaran Etika dan Tanggung Jawab: Kejahatan struktural juga mencakup pelanggaran etika dan tanggung jawab oleh individu atau kelompok yang berada dalam posisi kekuasaan. Dalam kasus Jiwasraya, terdapat indikasi kelalaian dalam menjalankan kewajiban dan tanggung jawab perusahaan terhadap nasabahnya.
  3. Konflik Kepentingan dan Keuntungan Pribadi: Kejahatan struktural dapat melibatkan konflik kepentingan dan pengambilan keputusan yang didorong oleh keuntungan pribadi daripada kepentingan organisasi atau nasabah. Dalam kasus Jiwasraya, dugaan adanya konflik kepentingan dan tindakan yang menguntungkan pihak-pihak tertentu yang terlibat dalam kebijakan investasi.
  4. Kerugian Sistemik: Kejahatan struktural dapat menciptakan kerugian yang meluas dalam sistem atau struktur sosial. Dalam kasus Jiwasraya, kerugian keuangan yang terjadi tidak hanya mempengaruhi perusahaan itu sendiri, tetapi juga nasabah dan masyarakat secara keseluruhan.

Dampak kejahatan struktural dalam kasus Asuransi Jiwasraya terhadap perusahaan dan pemegang polis dapat meliputi:

  1. Kerugian finansial: Kejahatan struktural dalam kasus Jiwasraya, seperti praktek investasi berisiko tinggi dan penyelewengan dana, telah menyebabkan kerugian finansial yang signifikan bagi perusahaan. Kerugian ini dapat mengancam keberlanjutan operasional perusahaan dan membahayakan dana yang seharusnya tersedia untuk memenuhi kewajiban kepada pemegang polis.
  2. Kehilangan kepercayaan publik: Kejahatan struktural dalam perusahaan asuransi dapat merusak kepercayaan publik terhadap perusahaan dan industri secara keseluruhan. Pemegang polis dan calon nasabah mungkin kehilangan kepercayaan mereka terhadap Jiwasraya dan meragukan integritas dan kemampuan perusahaan untuk melindungi kepentingan mereka.
  3. Gangguan stabilitas pasar: Kasus Jiwasraya yang melibatkan kejahatan struktural dapat menyebabkan gangguan dalam pasar asuransi. Ketidakstabilan ini dapat mempengaruhi iklim bisnis secara keseluruhan dan mengurangi kepercayaan investor serta partisipasi pemegang polis dalam industri asuransi.
  4. Dampak sosial dan ekonomi: Dampak kejahatan struktural dalam kasus Jiwasraya juga dapat dirasakan secara lebih luas dalam masyarakat. Kehilangan dana investasi yang signifikan dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan sosial, dan stabilitas keuangan negara.

PENERAPAN PANOPTIKON TERHADAP KEJAHATAN STRUKTURAL

Dampak penerapan konsep panoptikon terhadap kejahatan struktural dalam konteks kasus Asuransi Jiwasraya dapat meliputi:

  1. Pencegahan kejahatan: Penerapan panoptikon menciptakan kesadaran konstan bahwa individu selalu terpantau dan diawasi. Hal ini dapat mencegah terjadinya kejahatan struktural, karena individu cenderung mempertimbangkan risiko dan konsekuensi dari tindakan mereka jika mereka sadar bahwa mereka selalu terpantau.
  2. Pengurangan peluang kejahatan: Konsep panoptikon menciptakan lingkungan di mana pelaku kejahatan sulit untuk beroperasi tanpa terdeteksi. Ketika individu tahu bahwa mereka selalu terawasi, mereka cenderung mengurangi peluang mereka untuk melakukan kejahatan struktural. Ini dapat mengurangi kemungkinan kejahatan dalam organisasi seperti Asuransi Jiwasraya.
  3. Peningkatan akuntabilitas: Penerapan panoptikon mendorong individu dan pihak yang terlibat dalam keputusan dan tindakan organisasi untuk bertanggung jawab atas tindakan mereka. Dengan adanya pengawasan yang konstan, individu lebih condong untuk mempertimbangkan konsekuensi dari tindakan mereka dan bertanggung jawab atas keputusan yang mereka ambil, sehingga mengurangi peluang terjadinya kejahatan struktural.
  4. Meningkatkan transparansi: Konsep panoptikon juga mendorong transparansi dalam operasi perusahaan. Dengan pengawasan yang terus-menerus, informasi tentang tindakan dan keputusan yang diambil akan lebih mudah terungkap. Hal ini dapat membantu mengurangi kesempatan bagi individu atau kelompok untuk melakukan kejahatan struktural secara tersembunyi.

Dampak-dampak ini menunjukkan bahwa penerapan konsep panoptikon dalam konteks Asuransi Jiwasraya dapat memberikan manfaat dalam mencegah dan mengurangi kejahatan struktural. Namun, penting untuk diingat bahwa penerapan panoptikon juga memiliki keterbatasan dan tantangan tersendiri, serta perlunya memastikan penggunaannya dengan prinsip-prinsip etika dan keadilan.

Penerapan konsep panoptikon dapat menjadi penting dalam mengatasi kejahatan struktural dengan beberapa alasan berikut:

  1. Peningkatan pengawasan: Konsep panoptikon mendorong pengawasan yang terus-menerus dan mendalam terhadap individu dan proses. Dalam konteks kejahatan struktural, ini berarti bahwa tindakan yang mencurigakan atau tidak etis dapat terdeteksi lebih cepat. Pengawasan yang intensif dan konsisten dapat mengurangi kesempatan bagi pelaku kejahatan untuk beroperasi tanpa terdeteksi.
  2. Meningkatkan transparansi: Penerapan panoptikon mendorong transparansi dalam organisasi. Dengan sistem pengawasan yang terus-menerus, informasi dan keputusan dapat diakses secara lebih terbuka oleh pemangku kepentingan. Transparansi ini dapat mengurangi risiko adanya praktik korupsi, manipulasi, atau kecurangan yang tersembunyi dalam struktur organisasi.
  3. Meningkatkan akuntabilitas: Konsep panoptikon mendorong akuntabilitas dalam tindakan dan keputusan. Dengan adanya pengawasan yang terus-menerus, individu atau kelompok yang bertanggung jawab atas keputusan atau tindakan dapat diidentifikasi dengan lebih jelas. Ini memperkuat tanggung jawab mereka terhadap konsekuensi dari tindakan mereka, baik itu positif maupun negatif.

    1. Membangun budaya kepatuhan: Penerapan panoptikon dapat membantu dalam membangun budaya kepatuhan dalam organisasi. Ketika karyawan menyadari bahwa mereka terus-menerus dipantau, mereka lebih cenderung mematuhi aturan, etika, dan kebijakan yang berlaku. Ini membantu mencegah terjadinya pelanggaran dan kejahatan struktural.
    2. Meningkatkan efektivitas penegakan hukum: Dalam konteks penegakan hukum, konsep panoptikon dapat memberikan sumber informasi dan bukti yang lebih kuat. Sistem pengawasan yang terus-menerus dapat menghasilkan bukti elektronik yang melimpah, yang dapat digunakan dalam penyelidikan dan penuntutan kejahatan struktural. Ini memperkuat efektivitas penegakan hukum dalam menindak pelaku kejahatan dan memperkuat sistem peradilan.
  4. Namun, penting untuk diingat bahwa penerapan konsep panoptikon juga harus mempertimbangkan keseimbangan dengan privasi individu, hak asasi manusia, dan potensi penyalahgunaan kekuasaan. Regulasi yang tepat dan pengawasan yang hati-hati diperlukan untuk menjaga keadilan dan menjaga integritas sistem pengawasan.

    Penerapan konsep panoptikon dalam mengatasi kejahatan struktural juga dihadapkan pada tantangan dan peluang untuk masa depan. Berikut adalah beberapa tantangan dan peluang yang perlu diperhatikan:

    HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    4. 4
    5. 5
    6. 6
    7. 7
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
    Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun