Mohon tunggu...
Fajrin Haerudin
Fajrin Haerudin Mohon Tunggu... Penulis - Pecinta Kopi

Kopi Biar Sehat

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Lembayung Demokrasi

6 Maret 2020   20:05 Diperbarui: 8 Maret 2020   17:05 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : Fajrin Haerudin

Niscaya pikir harus melihat histori

Menelusuri kembali lebih baik dari deskripsi pikir yang enggan menggali

Intrik para petinggi tidak sepatutnya diamini
Teriakan lah "demokrasi itu memberi bukan mencuri pasca menjadi elit"

Hingga ingin ku ajak para akademisi untuk meracik sendiri demokrasi di kedai kopi

Konstruksi reflektif Tradisi pemikiran cleisthenes, Sang pemimpin Athena seorang bapak demokrasi diawal tahun sebelum Masehi

Sebab dewasa ini demokrasi jauh sudah lari dari titipan sang pemberi

Menentang despotisme, itulah mulianya founding fathers mengadopsi demokrasi

Ingatlah anak negeri.!

Demokrasi iyalah perlawanan atas sunyinya tarian tirani

nilai hakiki demokrasi tertutupi adrenalin hipokrisi si bengis negeri

Hadirmu ingin menjunjung tinggi pertimbangan publik yang memilih, Bukan menjunjung properti untuk membeli sucinya nurani

Reproduksi erotis terpampang saat suara pemilih kau beli, (teiakku) itu tidak demokratis.! tapi elaborasi maksiatmu menyembelih demokrasi

Hingga menjadi tradisi kegilaan yang tiada henti menjerumuskan generasi

Athena 400 tahun sebelum Masehi, pernah mengukir histori terpuji untuk demokrasi 

Prinsipnya menjunjung tinggi nilai pikiran visioner penduduk negeri

Ingat.! Tidak ada ruang baginya terkikis rintangan garis miskin

Lelucon musim kontestasi harus disulam ikhtiar pikir

Terseret alibi dukun dan judi bukan keniscayaan demokrasi

Ibarat embun, kebijakan hadir menyapa tanah gersang di pagi buta

Hadir mengais empati dengan jutaan strategi,
Terpilih lalu kembali itulah kamu wahai hilir yang menjelma hulu. Jangan jadi wakil kami kalau kau kerdil akan esensi

Rasukilah pilar Sukmanya
Karena demokrasi bukan slogan hampa separuh hati

Naluri berkuasa harus kau rubah berkibar bakti,
Demonik diri harus kau ajak ke titah demokrasi

Do'a jelata tak boleh kau lupa

Kenapa tidak memungut kebenaran sejarah kalau janjinya sejahtera

Demokrasi tak semata menyembah retorika, Sebab masih ada akal Budi sebagai kendali pikiran

Wajah demokrasi kian tersisih oleh akal Budi yang tergelincir

Lembayung demokrasi yang janjinya sejahtera tak lagi bersama untaian mentari (baiknya elit yang memperjuangkan hak rakyat)

Kebijakan kian terbenam menyepi ke ufuk barat seakan tak mau kembali menyapa, Kuning keemasan harapan perlahan menjadi merah jingga penerang jiwa-jiwa biadab

Udara-udara sejuk harapan terasa panas menyengat, Dimana gerangan angsur kesejukan demokrasi diawal merdekanya negara

17 Agustus 1945
Setelah duet pemimpin dwitunggal, ujar teks reformasinya menggema dalam jiwa

Ingatkah bahwa! Negara ini terdeklarasi sebagai negara demokrasi, menggema diseluruh sekat yang bersuku ujaran"Atas nama bangsa Indonesia"

Terakhir dariku...

Seruputlah secangkir kopi
Niscaya lah pikiranmu
Aktifkan argumentasi
Mari kita kembalikan demokrasi

Dengan iman-ilmu-amal kita berjuang,
Yakin-Usaha-Sampai.

Billahi Taufik walhidayah

Jumat, 06 Maret 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun