Oleh : Fajrin Haerudin
Niscaya pikir harus melihat histori
Menelusuri kembali lebih baik dari deskripsi pikir yang enggan menggali
Intrik para petinggi tidak sepatutnya diamini
Teriakan lah "demokrasi itu memberi bukan mencuri pasca menjadi elit"
Hingga ingin ku ajak para akademisi untuk meracik sendiri demokrasi di kedai kopi
Konstruksi reflektif Tradisi pemikiran cleisthenes, Sang pemimpin Athena seorang bapak demokrasi diawal tahun sebelum Masehi
Sebab dewasa ini demokrasi jauh sudah lari dari titipan sang pemberi
Menentang despotisme, itulah mulianya founding fathers mengadopsi demokrasi
Ingatlah anak negeri.!
Demokrasi iyalah perlawanan atas sunyinya tarian tirani
nilai hakiki demokrasi tertutupi adrenalin hipokrisi si bengis negeri
Hadirmu ingin menjunjung tinggi pertimbangan publik yang memilih, Bukan menjunjung properti untuk membeli sucinya nurani
Reproduksi erotis terpampang saat suara pemilih kau beli, (teiakku) itu tidak demokratis.! tapi elaborasi maksiatmu menyembelih demokrasi
Hingga menjadi tradisi kegilaan yang tiada henti menjerumuskan generasi
Athena 400 tahun sebelum Masehi, pernah mengukir histori terpuji untuk demokrasiÂ
Prinsipnya menjunjung tinggi nilai pikiran visioner penduduk negeri
Ingat.! Tidak ada ruang baginya terkikis rintangan garis miskin
Lelucon musim kontestasi harus disulam ikhtiar pikir
Terseret alibi dukun dan judi bukan keniscayaan demokrasi
Ibarat embun, kebijakan hadir menyapa tanah gersang di pagi buta
Hadir mengais empati dengan jutaan strategi,
Terpilih lalu kembali itulah kamu wahai hilir yang menjelma hulu. Jangan jadi wakil kami kalau kau kerdil akan esensi
Rasukilah pilar Sukmanya
Karena demokrasi bukan slogan hampa separuh hati
Naluri berkuasa harus kau rubah berkibar bakti,
Demonik diri harus kau ajak ke titah demokrasi
Do'a jelata tak boleh kau lupa
Kenapa tidak memungut kebenaran sejarah kalau janjinya sejahtera
Demokrasi tak semata menyembah retorika, Sebab masih ada akal Budi sebagai kendali pikiran
Wajah demokrasi kian tersisih oleh akal Budi yang tergelincir
Lembayung demokrasi yang janjinya sejahtera tak lagi bersama untaian mentari (baiknya elit yang memperjuangkan hak rakyat)
Kebijakan kian terbenam menyepi ke ufuk barat seakan tak mau kembali menyapa, Kuning keemasan harapan perlahan menjadi merah jingga penerang jiwa-jiwa biadab
Udara-udara sejuk harapan terasa panas menyengat, Dimana gerangan angsur kesejukan demokrasi diawal merdekanya negara
17 Agustus 1945
Setelah duet pemimpin dwitunggal, ujar teks reformasinya menggema dalam jiwa
Ingatkah bahwa! Negara ini terdeklarasi sebagai negara demokrasi, menggema diseluruh sekat yang bersuku ujaran"Atas nama bangsa Indonesia"
Terakhir dariku...
Seruputlah secangkir kopi
Niscaya lah pikiranmu
Aktifkan argumentasi
Mari kita kembalikan demokrasi
Dengan iman-ilmu-amal kita berjuang,
Yakin-Usaha-Sampai.
Billahi Taufik walhidayah
Jumat, 06 Maret 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H