Mohon tunggu...
fajarramadhan
fajarramadhan Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Videographer

Saya adalah seorang mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pilkada Bekasi 2024: Ketika New Media Menjadi Arena Utama Kampanye Politik

16 Januari 2025   16:54 Diperbarui: 16 Januari 2025   16:54 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Nama: Fajar Ramadhan

NPM: 202110415381

Dosen Pengampu: Saeful Mujab, S.sos., M.I.Kom

ABSTRAK.

Penelitian ini menganalisis pemanfaatan media sosial dan media baru dalam kampanye Pilkada Kota Bekasi 2024. Ketiga pasangan calon memanfaatkan platform digital untuk membangun citra politik, meningkatkan keterlibatan masyarakat, serta menjangkau audiens yang lebih luas dengan biaya yang efisien. Media sosial tidak hanya menjadi saluran komunikasi satu arah, tetapi juga menciptakan ruang dialog dua arah yang lebih personal antara calon dan pemilih. Namun, tantangan seperti penyebaran hoaks, fragmentasi masyarakat, dan isu privasi data menjadi perhatian utama dalam strategi kampanye. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi pustaka untuk mengevaluasi strategi komunikasi digital yang diterapkan. Hasil penelitian ini memberikan wawasan praktis untuk merumuskan strategi kampanye politik yang efektif dan etis di era digital.

Kata Kunci: New Media, Pilkada Kota Bekasi 2024, Strategi Komunikasi Digital, Kampanye Politik.

Pendahuluan

Teknologi komunikasi telah masuk terlalu dalam pada kehidupan umat manusia. Salah satu dari bentuk perkembangan teknologi komunikasi ialah media baru atau new media yang kemudian menghadirkan media sosial. Dalam dunia politik pun juga tak lepas dari pengaruh perkembangan media baru dan media sosial. Media sosial ibarat pisau bermata dua bagi para aktor politik. Di satu sisi jika dalam media sosial aktor politik tersebut meraih keberhasilan dalam memanfaatkan media sosial dapat memungkinkan aktor politik untuk mendapatkan dukungan positif. Tapi di sisi lain jika para aktor politik tersebut mengalami kegagalan dalam memanfaatkan media sosial hal tersebut berisiko merusak citra yang dia miliki.

Perkembangan komunikasi politik di era media baru dapat dijelaskan melalui beberapa poin penting diantaranya ialah yang pertama, kemudahan dalam mengakses internet. Dengan zaman yang sudah semakin mendukung terhadap kemudahan akses internet yang semakin terjangkau dan jangkauan jaringan yang semakin meluas, lebih banyak orang kini dapat terhubung ke media sosial dan memanfaatkan platform ini untuk memperoleh informasi politik. Lalu kedua, terdapat potensi pasar politik yang sangat besar. Hal ini akan terus berkembang seiring berkembangnya teknologi serta platform media sosial yang bertambah dan jumlah pengguna media sosial yang terus meningkat menjadikan platform sebagai alat vital bagi politisi, partai politik, dan pemerintah untuk berkomunikasi dengan masyarakat serta memengaruhi opini publik. Ketiga, media sosial memberikan kesempatan bagi pengguna untuk berpartisipasi dalam diskusi politik dan dengan mudah berbagi informasi terkait isu-isu politik. Keempat, pengaruh media sosial dalam membentuk opini pubik dan keputusan politik juga tidak dapat diabaikan. Contoh nyata terlihat dalam kampanye politik di Amerika Serikat, di mana peran media sosial sangat krusial dalam memengaruhi hasil pemilihan presiden. Kelima, perkembangan teknologi digital, seperti analisis big data dan kecerdasan buatan atau AI, telah memungkinkan pengguna media sosial untuk diakses secara lebih spesifik, sehingga meningkatkan efektivitas komunikasi politik.

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan momen penting dalam sistem demokrasi di Indonesia, khususnya di tingkat kota. Pilkada memberikan kesempatan kepada warga untuk memilih pemimpin yang dianggap mampu membawa kemajuan bagi daerah mereka. Dalam konteks Pilkada Kota Bekasi 2024, terdapat tiga paslon yang berkompetisi untuk memperebutkan dukungan masyarakat. Salah satu hal yang menarik untuk dianalisis adalah bagaimana ketiga pasangan calon walikota Kota Bekasi ini memanfaatkan media dalam kampanye mereka. Seiring dengan kemajuan teknologi, media sosial dan platform digital telah menjadi alat yang sangat efektif dalam menyampaikan pesan politik kepada publik. Penggunaan new media ini memungkinkan calon pemimpin untuk menjangkau audiens yang lebih luas dengan biaya yang lebih efisien. Oleh karena itu, pemanfaatan media dalam kampanye Pilkada 2024 di Kota Bekasi menjadi sangat relevan untuk diteliti, terutama terkait dengan strategi komunikasi yang diterapkan oleh ketiga paslon ini.

Dalam beberapa tahun terakhir, media sosial telah menjadi instrumen utama dalam kampanye partai politik di Indonesia. Hal ini terutama disebabkan oleh meningkatnya pengguna internet, terutama di kalangan pemilih muda, yang lebih memilih platform digital untuk mendapatkan informasi lebih terkait para calon yang bertarung di arena pilkada. Calon-calon yang ingin memenangkan Pilkada harus mampu memanfaatkan platform-platform ini untuk membangun citra positif, menyampaikan visi misi, dan berinteraksi dengan masyarakat. Ketiga paslon tersebut yang ingin mengabdikan dirinya sebagai calon walikota Kota Bekasi tentu menyadari pentingnya peran media sosial dalam memenangkan pemilih. Melalui berbagai platform seperti Facebook, Instagram, dan Twitter, mereka berusaha untuk menjangkau pemilih dengan berbagai jenis konten yang relevan. Media sosial memungkinkan mereka untuk berkomunikasi langsung dengan audiens tanpa adanya batasan waktu dan ruang, memberikan peluang bagi ketiga pasangan tersebut untuk lebih dekat dengan masyarakat dan menciptakan hubungan yang lebih personal.

Di sisi lain, penggunaan media sosial dalam kampanye politik juga membawa tantangan tersendiri. Meskipun memiliki jangkauan yang luas, media sosial dapat menciptakan efek yang tidak selalu positif. Masyarakat di media sosial sering kali terfragmentasi, dengan berbagai kelompok yang memiliki preferensi dan pandangan politik yang berbeda-beda. Hal ini membuat pesan yang disampaikan oleh calon walikota harus mampu mengakomodasikan berbagai pandangan yang ada, tanpa menyinggung kelompok-kelompok tertentu. Selain itu, adanya potensi penyebaran hoaks atau informasi palsu juga menjadi tantangan besar dalam kampanye digital. Informasi yang salah atau tidak akurat dapat dengan mudah tersebar luas melalui media sosial dan merusak citra calon walikota. Oleh karena itu, penting bagi ketiga paslon tersebut untuk memiliki strategi yang matang dalam menangani potensi terjadinya krisis komunikasi yang dapat muncul di media sosial atau media baru.

Salah satu kekuatan utama media sosial dalam kampanye politik adalah kemampuannya dalam menciptakan ruang komunikasi dua arah antara calon pemimpin dan masyarakat. Tidak hanya sebagai saluran untuk menyampaikan berbagai informasi, media sosial memungkinkan audiens untuk memberikan feedback, serta mengajukan pertanyaan, atau bahkan berpartisipasi dalam diskusi terkait isu-isu politik yang relevan. Hal ini memberikan kesempatan kepada calon walikota untuk lebih memahami kebutuhan dan keinginan pemilih mereka. Dalam hal ini, ketiga paslon harus betul-betul memanfaatkan media sosial sebagai sarana untuk membangun dialog dengan masyarakat, memperkuat kepercayaan, dan menunjukkan bahwa mereka peduli terhadap aspirasi masyarakat. Oleh karena itu, interaksi yang lebih personal dan terbuka dengan audiens menjadi salah satu elemen penting dalam kampanye melalui media sosial.

Peran media baru dalam kampanye Pilkada juga dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal, seperti tingkat literasi digital masyarakat dan kesadaran politik yang ada di Kota Bekasi. Meskipun media sosial menawarkan banyak potensi untuk kampanye, masyarakat di daerah ini mungkin memiliki tingkat pemahaman dan keterampilan yang berbeda-beda dalam menggunakan teknologi digital. Oleh karena itu, untuk menjangkau pemilih yang lebih luas, ketiga pasangan calon walikota harus mempertimbangkan perbedaan karakteristik audiens mereka. Tidak hanya itu, faktor kepercayaan terhadap media juga sangat penting dalam menentukan efektivitas kampanye. Pemilih yang merasa lebih percaya pada media sosial atau platform digital tertentu mungkin akan lebih mudah terpengaruh oleh kampanye yang dilakukan melalui platform tersebut. Hal ini harus diperhitungkan dengan cermat dalam strategi kampanye yang mungkin diterapkan oleh ketiga pasangan calon walikota tersebut dalam mendapatkan hati masyarakat Kota Bekasi.

Melihat dinamika dan tantangan yang ada, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana ketiga pasangan calon walikota Bekasi memanfaatkan media sosial atau media baru dalam kampanye mereka untuk Pilkada Kota Bekasi tahun 2024. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode analisis konten untuk mengidentifikasi strategi komunikasi yang diterapkan oleh ketiga calon walikota melalui platform digital. Dengan pendekatan ini, penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas penggunaan media sosial dalam membangun citra politik dan meningkatkan keterlibatan pemilih. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk memberikan wawasan tentang bagaimana media sosial dapat memengaruhi perilaku pemilih dalam kontestasi politik lokal. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi bagi para calon walikota dan tim kampanye mereka dalam merumuskan strategi kampanye digital yang lebih baik dan lebih efisien di masa depan.

Kajian Literatur

Kampanye politik telah lama menjadi sarana penting dalam mempengaruhi opini publik dan memenangkan pemilih. Seiring dengan kemajuan teknologi informasi, khususnya dalam perkembangan media digital dan new media, praktik kampanye politik pun mengalami transformasi signifikan. Dalam konteks Indonesia, pergeseran media kampanye dari konvensional menuju digital semakin terlihat dalam berbagai Pilkada, termasuk Pilkada Kota Bekasi 2024. Media digital, khususnya media sosial, telah mengubah paradigma kampanye politik tradisional dengan menyediakan platform yang lebih efisien dan interaktif. Para calon walikota kini dapat menjangkau audiens yang lebih luas dan lebih tepat sasaran melalui berbagai kanal digital, yang memungkinkan mereka untuk menyampaikan pesan secara langsung kepada pemilih (Katz, 2017).

Media sosial dalam kampanye politik dikenal memiliki berbagai keunggulan, salah satunya adalah kemampuannya dalam membangun interaksi langsung antara kandidat dan pemilih. Penelitian oleh Loader, Vromen, dan Xenos (2014) menunjukkan bahwa media sosial memungkinkan para calon untuk membentuk citra diri, memperkuat pesan politik, serta meningkatkan keterlibatan pemilih. Dalam hal ini, penggunaan media sosial bukan hanya untuk menyebarkan informasi, tetapi juga untuk membangun relasi dengan masyarakat yang lebih bersifat dua arah, di mana pemilih dapat memberikan umpan balik, bertanya, bahkan mengkritik kandidat secara langsung. Keberadaan media sosial juga memperpendek jarak antara kandidat dan pemilih, yang selama ini terhalang oleh batas-batas geografis dan hierarki komunikasi yang lebih formal pada media konvensional seperti televisi atau radio.

Selain itu, media digital memungkinkan kampanye politik untuk lebih bersifat terpersonalisasi. Menurut Bruns (2018), dalam dunia yang semakin terfragmentasi, media sosial memungkinkan pemilih untuk mendapatkan informasi yang lebih relevan dengan preferensi mereka, sehingga menciptakan pengalaman kampanye yang lebih terfokus dan intens. Dengan menggunakan algoritma yang menganalisis perilaku pengguna, media sosial dapat menyajikan konten yang sesuai dengan minat dan masalah yang sedang dihadapi oleh pemilih, sehingga pesan kampanye yang disampaikan menjadi lebih personal dan terarah. Dalam pilkada serentak Kota Bekasi 2024, ketiga pasangan calon walikota tersebut kemungkinan besar telah memanfaatkan fitur-fitur seperti iklan terarah (targeted ads), polling, dan live streaming untuk meningkatkan jangkauan dan interaksi dengan pemilih mereka.

Namun, pemanfaatan media digital dalam kampanye politik juga tidak lepas dari tantangan, salah satunya adalah penyebaran informasi yang tidak akurat atau hoaks. Sering kali, media sosial menjadi saluran yang rawan untuk disebarkannya berita palsu yang dapat merusak reputasi calon atau mengubah persepsi pemilih. Hal ini menjadi masalah besar dalam kampanye politik, di mana informasi yang tidak tervalidasi dapat mempengaruhi keputusan politik secara signifikan. Menurut Allcott dan Gentzkow (2017), hoaks yang tersebar di media sosial cenderung lebih cepat dan lebih luas dibandingkan dengan informasi yang benar. Oleh karena itu, para calon walikota perlu mengantisipasi dan mengelola potensi penyebaran hoaks ini dengan strategi komunikasi yang lebih transparan dan berbasis data.

Dalam konteks Indonesia, peran new media semakin vital dalam meningkatkan partisipasi politik, terutama di kalangan pemilih muda yang lebih akrab dengan teknologi digital. Menurut penelitian oleh Sungkowo (2021), new media memainkan peran penting dalam meningkatkan kesadaran politik dan partisipasi pemilih, terutama di kalangan generasi milenial dan Z. Media sosial memberikan akses mudah bagi generasi muda untuk terlibat dalam diskusi politik, memberikan suara, dan berpartisipasi dalam kampanye dengan cara yang lebih dinamis. Oleh karena itu, ketiga pasanga calon walikota tersebut akan sangat diuntungkan dengan adanya akses langsung kepada pemilih muda melalui platform-platform seperti Instagram, TikTok, dan Twitter, yang memberikan mereka kesempatan untuk memengaruhi pilihan politik mereka.

Namun, meskipun media sosial memiliki keunggulan dalam meningkatkan keterlibatan, ada juga risiko terkait privasi dan etika dalam penggunaan data pribadi pemilih. Beberapa platform media sosial mengumpulkan data pengguna yang dapat digunakan untuk menargetkan iklan politik yang lebih spesifik. Hal ini menimbulkan pertanyaan etis mengenai sejauh mana informasi pribadi pemilih dapat dimanfaatkan untuk tujuan kampanye tanpa melanggar hak privasi mereka. Menurut Zuboff (2019), pengumpulan dan penggunaan data pribadi dalam kampanye politik digital harus diatur dengan ketat untuk menghindari penyalahgunaan data yang bisa berisiko merugikan pemilih dan merusak integritas demokrasi. Oleh karena itu, penting bagi calon walikota untuk memastikan bahwa strategi kampanye digital mereka tidak hanya efektif, tetapi juga mempertimbangkan aspek etika dan hukum terkait penggunaan data pribadi.

Kesimpulannya, pemanfaatan media dan new media dalam kampanye Pilkada Kota Bekasi 2024 memberikan peluang besar bagi para calon untuk menjangkau pemilih yang lebih luas dan lebih beragam. Baik Tri Adhianto-Harris Bobihoe, Heri Koswara-Sholihin, dan Uu Saeful Mikdar-Nurul Sumarheni pasti melakukan pendekatan-pendekatan yang berbeda, memanfaatkan platform digital untuk meningkatkan interaksi dan mempengaruhi opini publik. Namun, mereka juga harus menghadapi tantangan terkait penyebaran informasi yang tidak akurat, privasi data, serta penggunaan algoritma yang dapat memperburuk polarisasi sosial. Oleh karena itu, penting bagi ketiga pasangan calon untuk menyusun strategi kampanye yang tidak hanya memanfaatkan keunggulan digital, tetapi juga bertanggung jawab dalam menjaga kualitas informasi dan menghormati hak privasi pemilih.

METODE PENELITIAN

 

Metode penelitian yang digunakan dalam kajian ini adalah penelitian kepustakaan atau studi pustaka, yang berfokus pada pengumpulan dan analisis informasi dari berbagai sumber tertulis yang relevan dengan topik yang dibahas. Penelitian kepustakaan merupakan metode yang efektif untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam mengenai topik kampanye politik digital, khususnya dalam konteks Pilkada Kota Bekasi 2024. Melalui studi pustaka, penulis dapat menggali berbagai teori, konsep, dan temuan penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penggunaan media sosial dan new media dalam kampanye politik, serta memahami tantangan yang dihadapi oleh para calon dalam memanfaatkan platform digital tersebut. Dengan demikian, metode ini memungkinkan penulis untuk menganalisis secara kritis berbagai faktor yang mempengaruhi efektivitas kampanye digital, termasuk interaksi calon walikota dengan pemilih melalui media sosial.

Proses pengumpulan data dalam penelitian kepustakaan dilakukan dengan mengakses berbagai literatur yang mencakup buku, jurnal ilmiah, artikel penelitian, laporan, dan sumber-sumber digital lainnya yang relevan dengan kampanye politik digital. Sumber-sumber tersebut diperoleh dari perpustakaan, basis data akademik, dan jurnal-jurnal internasional yang membahas perkembangan media digital dalam konteks politik. Selain itu, referensi dari kajian-kajian sebelumnya yang membahas kampanye politik berbasis media sosial di Indonesia juga akan menjadi bagian integral dari studi pustaka ini. Literatur yang digunakan akan mencakup teori komunikasi politik, teori media sosial, serta penelitian-penelitian empiris yang mengkaji dampak penggunaan media digital dalam mempengaruhi persepsi publik dan pola pemilihan.

Penelitian ini juga akan mengkaji kritik dan tantangan yang muncul terkait dengan penggunaan media digital dalam kampanye politik. Sebagai contoh, isu-isu terkait dengan privasi data, penyebaran hoaks, dan polarisasi sosial akan dianalisis untuk memahami dampak negatif yang mungkin timbul akibat penggunaan media sosial dalam konteks kampanye Pilkada Kota Bekasi 2024. Selain itu, penulis juga akan mengevaluasi sejauh mana kampanye digital dapat meningkatkan partisipasi pemilih, terutama pemilih muda, yang semakin aktif dalam menggunakan media sosial sebagai sumber informasi politik. Dengan pendekatan ini, penelitian kepustakaan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi pemahaman lebih lanjut tentang dinamika kampanye politik digital di Indonesia, khususnya dalam konteks Pemilihan Kepala Daerah Kota Bekasi 2024.

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

Dalam bagian ini, penulis akan membahas temuan-temuan yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan terkait dengan kampanye digital calon walikota dalam Pilkada Kota Bekasi 2024, dianataranya Tri Adhianto-Harris Bobihoe, Heri Koswara-Sholihin, dan Uu Saeful Mikdar-Nurul Sumarheni. Hasil penelitian ini mencakup analisis terhadap penggunaan media sosial dan new media oleh ketiga calon pasangan tersebut dalam membangun citra politik, meningkatkan keterlibatan pemilih, serta mengatasi tantangan dalam kampanye politik berbasis digital. Setiap analisis didasarkan pada data dan informasi yang diambil dari sumber pustaka yang relevan, serta praktik kampanye digital yang telah diterapkan oleh kedua calon walikota tersebut.

1. Penggunaan Media Sosial dalam Kampanye Politik

Media sosial telah menjadi salah satu alat utama dalam kampanye politik karena efisiensinya dalam menjangkau khalayak yang luas dengan biaya yang relatif lebih rendah dibandingkan media tradisional. Ketiga pasangan calon walikota Kota Bekasi 2024 memanfaatkan berbagai platform seperti Facebook, Instagram, dan Twitter untuk menyampaikan visi, misi, dan program kerja mereka. Dengan fitur seperti live streaming, mereka dapat berinteraksi secara langsung dengan audiens, menjawab pertanyaan, dan menyampaikan pesan kampanye secara real-time. Selain itu, fitur iklan terarah memungkinkan mereka menargetkan segmen pemilih tertentu berdasarkan demografi, minat, dan preferensi politik.

Namun, keberhasilan penggunaan media sosial tidak hanya bergantung pada penyampaian pesan, tetapi juga pada bagaimana pesan tersebut dikemas dan disampaikan. Strategi komunikasi visual, seperti infografis, video pendek, dan konten kreatif lainnya, menjadi cara efektif untuk menarik perhatian pemilih muda yang lebih aktif di media digital. Dengan menyajikan konten yang relevan dan menarik, para calon dapat menciptakan hubungan emosional dengan audiens mereka, yang sangat penting dalam memenangkan dukungan publik.

2. Citra Politik dan Interaksi dengan Pemilih

Media sosial memberikan peluang besar bagi para calon untuk membangun citra politik yang positif melalui komunikasi langsung dan interaktif dengan masyarakat. Dalam kampanye Pilkada Kota Bekasi 2024, ketiga pasangan calon memanfaatkan media sosial untuk memperlihatkan sisi humanis mereka, misalnya dengan membagikan momen-momen pribadi, kegiatan sehari-hari, atau keterlibatan mereka dalam kegiatan masyarakat. Hal ini menciptakan kesan bahwa mereka adalah pemimpin yang dekat dan peduli terhadap kebutuhan rakyatnya.

Selain itu, media sosial memungkinkan dialog dua arah antara calon dan masyarakat, sesuatu yang sulit dilakukan dengan media tradisional. Melalui fitur komentar, polling, atau sesi tanya jawab, para pemilih dapat menyampaikan pendapat dan harapan mereka secara langsung. Pendekatan ini tidak hanya membantu membangun kepercayaan masyarakat, tetapi juga memberikan masukan bagi para calon untuk memahami isu-isu yang menjadi perhatian utama masyarakat Kota Bekasi.

3. Tantangan dalam Kampanye Digital

Meskipun media sosial menawarkan banyak keuntungan, platform ini juga membawa tantangan yang signifikan dalam kampanye politik. Salah satu tantangan utama adalah penyebaran hoaks dan informasi palsu yang dapat merusak reputasi calon. Informasi yang tidak valid sering kali menyebar lebih cepat dibandingkan fakta, terutama jika informasi tersebut memicu emosi atau kontroversi. Ketiga pasangan calon harus menghadapi risiko ini dengan strategi komunikasi yang transparan dan responsif, misalnya dengan segera mengklarifikasi berita palsu melalui kanal resmi mereka (Allcott & Gentzkow, 2017).

Selain itu, masyarakat di media sosial sering kali terfragmentasi berdasarkan kelompok minat dan pandangan politik. Fragmentasi ini membuat para calon harus mampu menyesuaikan pesan kampanye mereka untuk berbagai audiens tanpa mengorbankan konsistensi visi dan misi mereka. Hal ini menuntut strategi komunikasi yang cerdas, di mana pesan harus relevan dengan preferensi kelompok tertentu, namun tetap mencerminkan nilai-nilai utama yang diusung oleh pasangan calon tersebut.

4. Pengaruh terhadap Perilaku Pemilih

Media sosial memainkan peran penting dalam membentuk perilaku pemilih, terutama di kalangan generasi muda yang lebih terhubung dengan teknologi digital. Dengan memanfaatkan analisis big data dan kecerdasan buatan, ketiga pasangan calon dapat memahami pola perilaku pemilih mereka, seperti isu yang paling sering dibahas atau konten yang paling menarik perhatian. Hal ini memungkinkan mereka untuk menyampaikan pesan yang lebih relevan dan terarah, sehingga meningkatkan peluang untuk mendapatkan dukungan.

Namun, pendekatan ini juga menimbulkan tantangan etis terkait privasi data pengguna. Banyak platform media sosial menggunakan algoritma untuk mengumpulkan data pribadi pengguna tanpa sepengetahuan mereka, yang kemudian digunakan untuk menargetkan iklan politik. Jika tidak dilakukan dengan transparansi, hal ini dapat merusak kepercayaan pemilih dan menciptakan persepsi negatif terhadap calon. Oleh karena itu, penting bagi ketiga pasangan calon untuk menjaga keseimbangan antara memanfaatkan teknologi modern dan menghormati hak-hak privasi pemilih (Sungkowo, 2021).

5. Efisiensi Kampanye Digital dalam Menjangkau Audiens Lebih Luas

Kemajuan teknologi digital memungkinkan para calon walikota untuk menjangkau audiens yang lebih luas secara efisien melalui media sosial. Dalam konteks Pilkada Kota Bekasi 2024, platform seperti Instagram, Facebook, dan Twitter memfasilitasi penyampaian pesan kampanye tanpa hambatan geografis. Dengan biaya yang lebih rendah dibandingkan media konvensional seperti televisi atau cetak, media sosial memberikan ruang bagi para calon untuk menyesuaikan konten sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Fitur-fitur seperti iklan berbayar, algoritma pencocokan audiens, dan hashtag kampanye memungkinkan penyebaran pesan yang lebih spesifik dan terukur (Kaplan & Haenlein, 2010).

Selain itu, fleksibilitas media sosial memungkinkan kampanye berlangsung secara real-time. Para calon dapat merespons isu-isu terkini dengan cepat, membangun narasi yang relevan, dan menunjukkan komitmen mereka terhadap isu yang dihadapi masyarakat. Hal ini tidak hanya meningkatkan efisiensi komunikasi, tetapi juga menciptakan kesan kepedulian terhadap aspirasi masyarakat, yang penting untuk menarik perhatian pemilih undecided. Dengan memanfaatkan media sosial secara optimal, para calon dapat memaksimalkan dampak kampanye mereka dengan anggaran yang relatif terjangkau.

6. Peran Teknologi dalam Personalisasi Pesan Kampanye

Personalisasi adalah salah satu kekuatan utama teknologi digital dalam kampanye politik. Dengan memanfaatkan analisis big data, calon walikota dapat memahami preferensi, minat, dan kebiasaan audiens mereka. Data ini memungkinkan penyampaian pesan yang lebih relevan kepada kelompok tertentu, misalnya generasi muda yang lebih peduli terhadap isu lingkungan atau kelas pekerja yang memprioritaskan stabilitas ekonomi. Algoritma media sosial mendukung pendekatan ini dengan menyaring konten yang paling relevan untuk pengguna tertentu, sehingga pesan kampanye lebih efektif (Bennett & Segerberg, 2012).

Namun, pendekatan ini menimbulkan tantangan etis terkait penggunaan data pribadi. Beberapa platform menggunakan data tanpa izin eksplisit dari pengguna, yang dapat menciptakan kesan manipulasi dan merusak kepercayaan masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi tim kampanye untuk memastikan bahwa personalisasi dilakukan secara transparan, mematuhi peraturan privasi, dan tetap menghormati hak pengguna. Transparansi dalam hal ini tidak hanya memperkuat citra politik calon tetapi juga menjaga integritas kampanye mereka.

7. Polarisasi dan Fragmentasi Sosial dalam Media Digital

Media sosial, meskipun memiliki potensi besar untuk menyatukan berbagai kelompok masyarakat, juga dapat memperburuk polarisasi sosial. Algoritma yang dirancang untuk mempertahankan keterlibatan pengguna sering kali mendorong konten yang memicu emosi, seperti debat politik yang panas atau isu kontroversial. Dalam konteks Pilkada Kota Bekasi, polarisasi ini dapat membentuk kelompok-kelompok yang saling bertentangan berdasarkan preferensi politik, agama, atau latar belakang sosial ekonomi. Hal ini dapat menghambat komunikasi lintas kelompok dan meningkatkan risiko konflik sosial (Allcott & Gentzkow, 2017).

Fragmentasi ini memaksa para calon untuk lebih berhati-hati dalam menyusun pesan kampanye mereka. Pesan harus inklusif, menyentuh isu-isu yang relevan dengan berbagai kelompok, tanpa memicu sentimen negatif. Strategi seperti kampanye yang mempromosikan persatuan dan dialog antar-komunitas dapat menjadi solusi untuk mengurangi dampak polarisasi. Pendekatan ini tidak hanya membantu menjaga stabilitas sosial tetapi juga memperkuat citra para calon sebagai pemimpin yang bijaksana.

8. Keberlanjutan Interaksi Politik di Era Digital

Keunggulan media sosial tidak hanya terbatas pada masa kampanye tetapi juga dapat dimanfaatkan untuk memperkuat hubungan dengan masyarakat setelah pemilihan. Interaksi yang berkelanjutan melalui platform digital dapat membantu para calon terpilih untuk mempertahankan hubungan dengan pemilih mereka, misalnya dengan memberikan laporan perkembangan kerja atau membuka forum diskusi. Langkah ini menciptakan transparansi dan meningkatkan akuntabilitas para pemimpin di mata masyarakat (Loader et al., 2014).

Selain itu, keberlanjutan interaksi digital juga menjadi alat penting untuk membangun citra kepemimpinan yang modern dan responsif. Pemimpin yang secara aktif berkomunikasi melalui media sosial menunjukkan komitmen mereka untuk tetap terhubung dengan masyarakat. Dalam jangka panjang, ini dapat meningkatkan tingkat kepercayaan dan kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemimpin, yang merupakan aspek penting dalam membangun stabilitas politik lokal.

KESIMPULAN DAN SARAN

 

Kesimpulan

Penelitian ini menunjukkan bahwa media sosial dan new media memegang peranan penting dalam kampanye politik, khususnya dalam konteks Pilkada Kota Bekasi 2024. Ketiga pasangan calon memanfaatkan berbagai platform digital untuk membangun citra politik, meningkatkan keterlibatan dengan masyarakat, dan menjangkau audiens yang lebih luas secara efisien. Media sosial memungkinkan komunikasi dua arah antara calon dan pemilih, sehingga menciptakan hubungan yang lebih personal dan meningkatkan kepercayaan publik.

Namun, tantangan seperti penyebaran hoaks, fragmentasi masyarakat, dan potensi pelanggaran privasi data menjadi masalah yang harus diantisipasi. Kampanye politik berbasis digital memerlukan strategi komunikasi yang matang untuk mengelola krisis informasi serta memastikan bahwa pesan yang disampaikan relevan, inklusif, dan etis. Dalam konteks ini, pemanfaatan teknologi modern seperti big data dan kecerdasan buatan memberikan keuntungan, tetapi juga memunculkan isu etika yang harus diatasi dengan transparansi dan penghormatan terhadap hak privasi pemilih.

Saran

Penguatan literasi digital harus dilakukan oleh para pasangan calon dan tim kampanye, mereka perlu berperan aktif dalam meningkatkan literasi digital masyarakat untuk mengurangi dampak negatif hoaks dan informasi palsu. Sosialisasi mengenai cara memverifikasi informasi dapat dilakukan melalui berbagai kanal komunikasi.

  • Strategi Komunikasi yang Adaptif: Mengingat beragamnya audiens di media sosial, penting bagi calon untuk menerapkan pendekatan komunikasi yang adaptif dan personal, tetapi tetap konsisten dengan visi dan misi kampanye mereka.
  • Pengelolaan Data yang Transparan: Untuk menjaga kepercayaan masyarakat, kampanye digital harus memastikan bahwa data pribadi pemilih dikelola dengan transparan dan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
  • Pemanfaatan Teknologi yang Inklusif: Penggunaan teknologi seperti analisis big data sebaiknya difokuskan untuk mengidentifikasi kebutuhan masyarakat dan menyampaikan solusi yang relevan, bukan sekadar untuk memaksimalkan efektivitas kampanye.
  • Penyusunan Kebijakan Etis: Perlu adanya kebijakan internal yang ketat dalam kampanye digital, khususnya untuk mencegah penyebaran konten yang bersifat provokatif atau berpotensi memecah belah masyarakat.

Daftar Pustaka

Widodo, S. (2021). New Media dalam Kampanye Politik di Indonesia: Studi Kasus Instagram, Facebook, YouTube, dan Twitter. Yogyakarta: Pustaka Pemilu.

Anwar, R. (2024). Pengaruh Media Sosial terhadap Perilaku Pemilih pada Pilkada Kota-Kota Besar di Indonesia. Jurnal Politik Digital, 11(2), 89-102.

Nugroho, T., et al. (2023). Efektivitas Kampanye Multi-Platform dalam Pilkada Jawa Tengah: Strategi Meningkatkan Jangkauan Audiens. Jurnal Komunikasi Politik, 15(1), 55-70.

Pratiwi, M., & Nurdiansyah, A. (2022). Analisis Penggunaan Media Sosial dalam Kampanye Kepala Daerah di Indonesia. Jurnal Media dan Komunikasi, 8(3), 231-245.

Susanto, B. (2023). Peran Media dalam Membentuk Opini Publik pada Pilkada Jawa Barat. Jurnal Ilmu Komunikasi, 20(4), 97-112.

Widodo, P. (2024). Implementasi Peraturan KPU No. 13 Tahun 2023 dalam Kampanye Digital: Tantangan dan Peluang. Jurnal Regulasi dan Kebijakan Publik, 17(1), 42-59.

Kusuma, F. (2023). Komunikasi Politik dalam Era Digital: Studi Kasus Pilkada Bekasi. Yogyakarta: Media Nusantara.

Trammell, K. D., & Keshelashvili, A. (2005). Examining the Role of the Internet in Political Campaigning: A Content Analysis of Political Candidates' Websites. Journal of Political Marketing, 4(3), 93-107.

Van Aelst, P., & Walgrave, S. (2016). The Politics of Social Media and Democracy. Routledge.

Ward, S. J., & Wasserman, H. (2019). Political Communication in the Age of Social Media. Polity Press.

Allcott, H., & Gentzkow, M. (2017). Social Media and Fake News in the 2016 Election. Journal of Economic Perspectives, 31(2), 211-236. DOI:10.1257/jep.31.2.211.

Bruns, A. (2018). Gatewatching and News Curation: Journalism, Social Media, and the Public Sphere. Peter Lang.

Loader, B. D., Vromen, A., & Xenos, M. A. (2014). The Networked Young Citizen: Social Media, Political Participation, and Civic Engagement. Information, Communication & Society, 17(2), 143-150.

Zuboff, S. (2019). The Age of Surveillance Capitalism: The Fight for a Human Future at the New Frontier of Power. PublicAffairs.

Katz, E., & Dayan, D. (2017). Media Events: The Live Broadcasting of History. Harvard University Press.

Sungkowo, P. (2021). Peran Media Sosial dalam Partisipasi Politik Generasi Milenial dan Z di Indonesia. Jurnal Komunikasi Politik, 13(1), 22-35.

Kaplan, A. M., & Haenlein, M. (2010). Users of the World, Unite! The Challenges and Opportunities of Social Media. Business Horizons, 53(1), 59-68.

Bennett, W. L., & Segerberg, A. (2012). The Logic of Connective Action: Digital Media and the Personalization of Contentious Politics. Information, Communication & Society, 15(5), 739-768.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun