“Kamu tidak salah dengar? Baru kemarin Kanjeng Sultan menawari Presiden...”
“Tidak salah. Wes tho percaya sama aku!”
Mulyadi memang bertugas meliput berita di Kraton. Kami selalu ingin mengetahui berita dari sana untuk diliput dan ditulis. Selain itu, kami juga ingin menyampaikan kepada rakyat Yogyakarta bila ada perintah Sultan kepada rakyatnya.
Satu kenangan yang sangat membekas, suatu pidato yang dulu pernah disampaikannya secara langsung melalui saluran radio.
Saat Jepang mulai masuk pada awal tahun 1942, Sultan menyerukan kepada rakyat Yogyakarta untuk tenang dan tetap dalam satu komando di bawah perintahnya. Pada saat kerusuhan dan perampokan terjadi di wilayah luar Yogyakarta ketika Jepang mulai masuk Indonesia, kondisi Yogyakarta tetap aman dan terkendali. Pidato itu sangat berpengaruh bagi rakyat Yogyakarta untuk tunduk mengikuti titahnya.
Melalui Mulyadi pula kami jadi tahu kalau Sultan sangat mengkhawatirkan keamanan para pemimpin republik di Jakarta. Kekalahan Jepang dari sekutu menjadi momentum bagi Belanda untuk kembali menancapkan kekuasaannya di Indonesia.
Tak lama setelah Proklamasi Kemerdekaan dikumandangkan, bersama pasukan sekutu, NICA kembali lagi ke Jakarta. Upaya NICA untuk membunuh Presiden Soekarno dan pemimpin tinggi republik lainnya sudah dilakukan berkali-kali. Ini yang membuat Presiden dan pemimpin lainnya harus berpindah tempat untuk menyelamatkan diri, meski tetap berusaha bertahan di Jakarta.
Sejak surat kabar Kemerdekaan Bangsa terbit, kami cukup memberi perhatian terhadap situasi keamaan di Jakarta. Pada tanggal 22 Oktober 1945, kami menulis sebuah judul berita “NICA Teroes Memboeas.” Hingga akhir Desember, kami masih terus memberitakan situasi keamanan ibu kota.
Pada suatu terbitan di bulan Desember, kami memberitakan kelakuan tengik pasukan NICA. Bendera Merah Putih yang dipasang di gedung diturunkan, sebagaimana terjadi di atap Masjid Kwitang. Masjid pun digeledah. Bahkan tak jarang, NICA juga melakukan pembakaran terhadap Bendera Merah Putih.
Hingga kemudian tawaran dari Sultan datang untuk mempersilahkan wilayah kekuasannya dijadikan sebagai ibu kota republik. Tampaknya, tawaran itu mendapat sambutan yang baik dari Presiden dan pemimpin republik lainnya di Jakarta. Baru kemarin Sultan mengirim kurir ke ibu kota, langsung mendapat respon cepat dan Presiden menyetujui perpindahan ibu kota ke Yogyakarta.
***