Sekali aku berusaha menepisnya maka semakin cepat tanya itu mengepak seperti kepakkan sayap walet di senja kala. Dan aku terus berputar pada ruang yang membuatku terjebak dan terjebak lagi. Tidak ada putusan, mungkin perihal waktu. Tapi perihal waktu itu pun kemudian membawaku ke dalam kehampaan jiwa.
Aku kemudian meraba dan bertanya pada sunyi. Namun yang kudapati hannyalah senyap. Aku kemudian bertanya pada gelap. Dan lagi kudapati hannyalah gulita. Iya, tidak ada jawab yang mampu menarikku keluar. Sampai aku mengadu pada waktu yang menua dengan batin yang hampa.
Bahwa memang ini adalah perihal rindu yang menautkanku dengan alam pikir yang panjang. Maka aku harap kau tahu, bahwa sejauh apa pun langkahku berpijak dan setajam bagaimanapun mataku memandang, namun jiwa dan hatiku selalu untukmu. Iya, selalu dan selalu untukmu.
***
Ketahuilah Azzahraku. Malam ini sunyi lagi senyap. Aku seorang diri duduk di sebuah pondok bambu yang letaknya dibukit harapan tanah Bobanehena. Sekali sudah larut, namun bagiku larut hannyalah orang-orang yang tidak lagi menyibukkan diri. Dan aku adalah yang paling sibuk malam ini juga di semua malam.
Dengan cangkir kopi juga rokok kretek pengusir kantuk, aku menengadah ke ufuk timur dengan pelupuk mata yang liar meraba-raba diruas petala dengan harapan ada rembulan yang menepi sebentar mengusir gulita. Sekali waktu kian menua harapan itu tak mampu di jamah.
Iya, malam ini tidak ada rembulan hanya bintang gemintang yang bertebaran dilangit Halmahera dengan cahaya remang-remang yang tidak kuasa mengurai gulita. Tapi tidak apa, aku tidak menyesalinya. Sekali dipetalah tidak ada purnama namun bagiku ada purnama yang selalu abadi mengurai gulita di ruas petalah jiwaku. Iya, purnama itu ada dan selalu ada dimatamu.
Azzahraku, kau tahu bahwa malam ini aku terjebak yang ke sekian kalinya. Aku terjebak rindu akan dirimu yang tak dapat aku pendam lagi. Andai dengan kekuatanku yang paling kuat sekalipun mungkin yang kudapati hannyalah kesia-siaan. Sebab, semakin kuat kupaksakan menahan genangan rindu ini maka dia semakin meluap dan membuatku hanyut tanpa arah.
Maka, bersama malam ini ijin kan aku tulis sepucuk surat rindu untukmu. Agar kau juga mereka tahu bahwa aku tidak pernah bermain dengan perasaan cinta apalagi rindu yang mengendap di jiwaku. Aku yakin, mungkin sebagian orang membacanya akan bilang bahwa ini hanya bualan yang aku mainkan lewat kata-kata.
Tapi aku lebih yakin lagi bahwa Tuhan tidak pernah meninggal manusia yang bersungguh-sungguh dalam niat baik. Maka aku juga yakin kau tidak seperti mereka, sebab kau adalah perempuan luar biasa yang dapat menimbang antara baik dan  tidak sebuah perkara.
Ketahuilah, aku menuliskan ini dengan kondisi tubuhku yang gigil. Sebab angin malam ini terlalu kejam meruap dan menusuk kulit. Sekali begitu, jiwaku serasa hangat dan mungkin selalu hangat atas cintamu. Aku menulis ini untukmu dan hanya untukmu.