NetralÂ
Tidak menimbulkan Pajak bergandaÂ
Consumtion Type Value Added Tax (VAT)
Menurut Undang-Undang PPN No.42 Tahun 2009 Pasal 1:
Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak dan atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean atau Impor Barang Kena Pajak.Â
Pajak keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang kena Pajak Tidak berwujud, atau ekspor jasa Kena Pajak. Dapat disimpulkan atau diambil secara garis besarnya bahwa pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar ketika pengusaha kena pajak membeli, memperoleh, atau membuat produknya, sedangkan pajak keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut ketika Pengusaha Kena Pajak menjual produknya
UNDANG https://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/2009/42tahun2009uu.htm
Faktor wajib pajak tidak patuh membayar PPN
Kepatuhan terhadap PPN (Pajak Pertambahan Nilai) pada prinsipnya merupakan tindakan WP (Wajib Pajak) dalam memenuhi kewajiban membayar PPN sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta pelaksanaan peraturan-peraturan perpajakan yang berlaku di suatu negara. Preposisi Wajib Pajak yang patuh dalam arti disiplin dan taat tidak sama dengan Wajib Pajak yang diharapkan membayar PPN dalam jumlah besar, karena tidak ada hubungan antara kepatuhan jumlah nominal PPN yang sudah disetor ke Kas Negara. . Dengan demikian, pembayar PPN terbesar sekalipun belum tentu memenuhi kriteria kepatuhan wajib pajak, karena meskipun wajib pajak memberikan kontribusi yang cukup besar kepada negara, jika masih terutang atau terlambat membayar PPN, tidak dapat ditetapkan predikat wajib pajak patuh. .
Ketidakpatuhan akan terjadi jika Wajib Pajak tidak memiliki pengetahuan perpajakan yang memadai sehingga Wajib Pajak secara tidak sengaja tidak memenuhi kewajiban perpajakannya (tidak mengajukan NPWP, tidak mengajukan SPT, dll) kewajiban perpajakan tetapi tidak sepenuhnya terpenuhi (pembayaran dan pemberitahuan pajak tidak tepat waktu). Wajib Pajak percaya bahwa peraturan memiliki banyak celah untuk melakukan kecurangan, yang akan menyebabkan Wajib Pajak tidak patuh dan sebaliknya jika Wajib Pajak merasa peraturan perpajakan sangat ketat maka harus dipatuhi. Wajib pajak yang berusaha patuh juga akan terpengaruh oleh kualitas pelayanan dari kantor pelayanan pajak, kebanyakan masyarakat tidak mau berurusan dengan birokrasi, peraturan yang rumit, atau pelayanan yang lambat. Kepatuhan wajib pajak juga ditentukan oleh jenis usaha wajib pajak. Misalnya, Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan komersial (swasta), seperti perusahaan dagang, cenderung tidak mendaftar jika telah melampaui omzetnya, sedangkan Wajib Pajak Badan yang Wajib cenderung lebih patuh daripada orang pribadi.
a.) Faktor kepercayaan terhadap kepastian hukum, Wajib Pajak yang tidak mempercayai kepastian hukum dari pemerintah akan berusaha memanfaatkan celah atau kecurangan untuk mengurangi pajak, karena Wajib Pajak percaya bahwa pajak yang dibayarkan akan dikorupsi, sehingga membentuk niat untuk tidak Patuh.