Mohon tunggu...
Faisal Ismail
Faisal Ismail Mohon Tunggu... Administrasi - ASN

ASN

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Verifikasi Identitas Pemohon Informasi

27 Desember 2019   09:33 Diperbarui: 27 Desember 2019   09:44 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia merupakan salah satu negara yang menjunjung tinggi demokrasi. Sebagai upaya untuk mewujudkan demokrasi dan untuk membangun kepercayaan publik, pemerintah membuka akses seluas-luasnya kepada masyarakat untuk memperoleh informasi mengenai pelaksanaan pemerintahan melalui berbagai saluran komunikasi.

Hal tersebut sejalan dengan ketentuan Pasal 28 F Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) yang mengatur bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

Pemenuhan hak dasar masyarakat untuk memperoleh informasi mengenai pelaksanaan pemerintahan tersebut diatur lebih lanjut dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi publik (UU KIP).

UU KIP memberikan jaminan bagi masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif dalam pembuatan, pelaksanaan, dan pengawasan kebijakan publik, meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan badan publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas, serta mewujudkan penyelenggaraan negara yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan.

Sebagai wujud nyata komitmen pemenuhan hak atas informasi bagi masyarakat, pemerintah menerbitkan UU KIP yang bertujuan untuk:

  1. Menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik.
  2. Mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik.
  3. Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik.
  4. Mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan.
  5. Mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak.
  6. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
  7. Meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.

UU KIP memberikan batasan yang cukup jelas mengenai Badan Publik yang wajib memberikan akses kepada masyarakat dalam memperoleh informasi mengenai tugas dan fungsinya.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa lingkup Badan Publik yang diatur dalam UU KIP yaitu terdiri dari lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Sebuah konsep keterbukaan pada Badan Publik terbentuk dengan adanya UU KIP. Sebelum adanya UU KIP, Badan Publik berpegang pada prinsip bahwa seluruh informasi dalam Badan Publik bersifat tertutup (rahasia) namun terdapat sebagian kecil informasi yang dapat diakses oleh masyarakat.

Namun dengan berlakunya UU KIP, seluruh informasi publik dalam sebuah Badan Publik pada dasarnya bersifat terbuka kecuali informasi yang dikecualikan.

Dalam melaksanakan kewajiban yang diamanatkan oleh UU KIP untuk menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan informasi publik secara akurat, benar, dan tidak menyesatkan serta mewujudkan pelayanan cepat, tepat, dan sederhana, Badan Publik wajib menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID).

Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik (PP Nomor 61 Tahun 2010) mengatur bahwa PPID ditunjuk oleh pimpinan setiap Badan Publik. Pasal 13 PP Nomor 61 Tahun 2010 mengatur PPID dijabat oleh seseorang yang memiliki kompetensi di bidang pengelolaan informasi dan dokumentasi.

Selanjutnya, dalam melaksanakan tugasnya mengelola keterbukaan informasi publik, PPID dibantu oleh pejabat fungsional (petugas informasi) sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat 2 UU KIP.

Agar layanan informasi yang diberikan sesuai dengan standar yang telah ditentukan, terdapat beberapa hal-hal pokok yang harus dipahami oleh seorang petugas informasi, salah satunya yaitu cara memverifikasi identitas pemohon informasi yang nantinya akan berdampak pada layanan informasi yang diberikan.

Pada praktiknya, Badan Publik khususnya instansi pemerintahan harus memahami perbedaan penanganan permohonan informasi. Berdasarkan hasil verifikasi identitas pemohon informasi, terdapat beberapa jenis penanganan permohonan informasi sebagai berikut.

Penanganan permohonan informasi sesuai UU KIP

Dalam UU KIP, dibedakan antara pengguna informasi publik dan pemohon informasi publik sebagai berikut.

  • Pasal 1 angka 11 UU KIP mengatur bahwa yang dimaksud dengan Pengguna Informasi Publik adalah orang yang menggunakan informasi publik sebagaimana diatur dalam UU KIP. Pengguna Informasi Publik meliputi orang perseorangan, kelompok orang, badan hukum, atau badan publik.
  • Pasal 1 angka 12 UU KIP mengatur bahwa yang dimaksud dengan Pemohon Informasi Publik adalah warga negara dan/atau badan hukum Indonesia yang mengajukan permintaan informasi publik sebagaimana diatur dalam UU KIP.

Dari ketentuan yang diatur dalam UU KIP dapat diambil kesimpulan bahwa tidak semua pihak dapat dikategorikan sebagai Pemohon Informasi Publik. Semua pihak baik dari dalam maupun luar negeri dapat menjadi Pengguna Informasi Publik.

Pengguna Informasi Publik wajib menggunakan informasi publik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan wajib mencantumkan sumber perolehan informasi publik, baik yang digunakan untuk kepentingan sendiri maupun untuk keperluan publikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Terkait dengan Pemohon Informasi Publik, untuk dapat mengajukan permohonan informasi publik, Pemohon Informasi Publik harus menyertakan bukti identitas diri. Dalam hal Pemohon Informasi Publik adalah warga negara Indonesia maka harus menyertakan fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP), paspor, atau identitas lain yang sah yang dapat membuktikan Pemohon Informasi Publik adalah warga negara Indonesia.

Sedangkan dalam hal Pemohon Informasi Publik adalah badan hukum Indonesia maka harus menyertakan bukti pengesahan badan hukum dari kementerian yang membidangi hukum dan hak asasi manusia. Penulis dapat memberikan gambaran bahwa seorang petugas informasi pada sebuah badan publik dapat berkedudukan sebagai Pengguna Informasi Publik dan Pemohon Informasi Publik.

Dalam hal petugas informasi menggunakan informasi dari sebuah badan publik baik digunakan bagi keperluan instansi tempat petugas informasi bertugas atau untuk keperluan pribadi, maka petugas informasi bertindak sebagai Pengguna Informasi Publik.

Sebagai Pengguna Informasi Publik, petugas informasi harus mengetahui aturan yang harus dipatuhi terkait dengan penggunaan sebuah informasi publik. Selanjutnya, dalam hal petugas informasi atas nama pribadi mengajukan permohonan informasi publik kepada sebuah badan publik, maka petugas informasi bertindak sebagai Pemohon Informasi Publik.

Sebagai Pemohon Informasi Publik, petugas informasi harus mengisi formulir permohonan informasi publik, menyerahkan bukti identitas diri, dan menyertakan alasan permohonan informasi publik.

Dalam mengajukan permohonan informasi publik, petugas informasi tidak dapat mengatasnamakan permohonan informasi publik dengan menggunakan nama instansi tempat petugas informasi ditugaskan. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 12 UU KIP bahwa yang dapat menjadi Pemohon Informasi Publik adalah warga negara dan/atau badan hukum Indonesia.

Lalu hal apa saja yang harus dilakukan oleh seorang petugas informasi dalam memverifikasi identitas Pemohon Informasi Publik?

Dalam tulisan ini, Penulis hanya akan menguraikan cara untuk melakukan verifikasi identitas Pemohon Informasi Publik. Informasi lebih rinci mengenai pengelolaan permohonan informasi publik secara keseluruhan akan diuraikan dalam tulisan berikutnya.

Dalam hal terdapat permohonan informasi publik, petugas informasi harus teliti dalam melakukan verifikasi identitas Pemohon Informasi Publik. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, pihak yang dapat berkedudukan sebagai Pemohon Informasi Publik adalah warga negara dan/atau badan hukum Indonesia.

Hal ini pada dasarnya meringankan tugas dari petugas informasi dalam melakukan verifikasi identitas Pemohon Informasi Publik. Terdapat tiga jenis Pemohon Informasi Publik meliputi orang perseorangan, kelompok orang, dan badan hukum Indonesia.

  • Orang perseorangan

Dalam hal Pemohon Informasi Publik adalah orang perseorangan, petugas informasi harus memastikan permohonan informasi publik telah dilampiri bukti identitas diri yang salah. Bukti identitas diri yang sah yaitu fotokopi KTP, paspor atau identitas lain yang sah yang dapat membuktikan Pemohon Informasi Publik adalah warga negara Indonesia.

Apabila Pemohon Informasi Publik melampirkan fotokopi KTP sebagai bukti identitas diri, petugas informasi harus memperhatikan masa berlaku KTP dimaksud.

  • Kelompok orang

Dalam hal Pemohon Informasi Publik adalah kelompok orang, petugas informasi harus memastikan permohonan informasi publik telah dilampiri surat kuasa, fotokopi KTP pemberi kuasa, dan fotokopi KTP penerima kuasa. Petugas informasi harus memperhatikan masa berlaku KTP yang dilampirkan.

  • Badan hukum Indonesia

Dalam hal Pemohon Informasi Publik adalah badan hukum Indonesia, petugas informasi harus memastikan permohonan informasi publik telah dilampiri bukti pengesahan badan hukum dari kementerian yang membidangi hukum dan hak asasi manusia.

Dalam melakukan verifikasi KTP, berdasarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 470/296/SJ dan 470/295/SJ tanggal 29 Januari 2016, petugas informasi harus memperhatikan ketentuan sebagai berikut.

  • Pasal 64 ayat (7) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan (UU Nomor 24 Tahun 2013), mengamanatkan bahwa KTP Elektronik untuk Warga Negara Indonesia berlaku seumur hidup.
  • Pasal 101 huruf c UU Nomor 24 Tahun 2013 mengamanatkan bahwa KTP Elektronik yang sudah diterbitkan sebelum UU Nomor 24 Tahun 2013 ditetapkan berlaku seumur hidup. Dengan demikian, KTP Elektronik yang diterbitkan sejak tahun 2011 berlaku seumur hidup dan tidak perlu diperpanjang walaupun telah habis masa berlakunya.

Penanganan permohonan informasi sesama badan publik sesuai dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU Nomor 30 Tahun 2014) mendefinisikan badan publik sebagai badan dan/atau pejabat pemerintahan. Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 3 UU Nomor 30 Tahun 2014, badan dan/atau pejabat pemerintahan adalah unsur yang melaksanakan fungsi pemerintahan, baik di lingkungan pemerintah maupun penyelenggara negara lainnya.

Sedangkan pengertian Badan Publik sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Angka 3 UU KIP yaitu lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.

Lebih lanjut dijelaskan dalam Lampiran I Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2010 tentang  Standar Layanan Informasi Publik yang termasuk dalam kategori Badan Publik yaitu:

  • lembaga eksekutif yang terdiri dari Kementerian Negara, Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia, Tentara Nasional Indonesia, Pemerintah Daerah, Pemerintahan Desa;
  • lembaga legislatif yang terdiri dari Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia;
  • lembaga yudikatif yang terdiri dari Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia;
  • badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN/APBD yang terdiri dari komisi, dewan, komite, badan, lembaga, lembaga pendidikan negeri, badan hukum milik negara, dan bentuk lain (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Ombudsman Republik Indonesia, dan sebagainya);
  • organisasi non pemerintah sesuai dengan UU KIP seperti persatuan berdasarkan keagamaan, yayasan, perkumpulan/forum, dan organisasi lainnya sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN/APBD, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri;
  • partai politik;
  • Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah; dan
  • Lembaga atau badan atau organisasi yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam UU KIP.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa organisasi non pemerintah, partai politik, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah tidak termasuk dalam badan dan/atau pejabat pemerintahan.

Layanan informasi antar badan dan/atau pejabat pemerintahan dilaksanakan berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 2014. Pasal 35 ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 2014 mengatur bahwa badan dan/atau pejabat pemerintahan dapat memberikan bantuan kedinasan kepada badan dan/atau pejabat pemerintahan yang meminta dengan syarat sebagai berikut:

  • keputusan dan/atau tindakan tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan yang meminta bantuan;
  • penyelenggaraan pemerintahan tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan karena kurangnya tenaga dan fasilitas yang dimiliki oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan;
  • dalam hal melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan, badan dan/atau pejabat pemerintahan tidak memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk melaksanakannya sendiri;
  • apabila untuk menetapkan keputusan dan melakukan kegiatan pelayanan publik, badan dan/atau pejabat pemerintahan membutuhkan surat keterangan dan berbagai dokumen yang diperlukan dari badan dan/atau pejabat pemerintahan lainnya; dan/atau
  • jika penyelenggaraan pemerintahan hanya dapat dilaksanakan dengan biaya, peralatan, dan fasilitas yang besar dan tidak mampu ditanggung sendiri oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan tersebut.

Pasal 36 ayat (1) dan (2) UU Nomor 30 Tahun 2014 mengatur bahwa badan dan/atau pejabat pemerintahan dapat menolak memberikan bantuan kedinasan secara tertulis apabila:

  • mempengaruhi kinerja badan dan/atau pejabat pemerintahan pemberi bantuan;
  • surat keterangan dan dokumen yang diperlukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bersifat rahasia; atau
  • ketentuan peraturan perundang-undangan tidak memperbolehkan pemberian bantuan.

Selanjutnya, Pasal 37 UU Nomor 30 Tahun 2014 mengatur bahwa tanggung jawab terhadap keputusan dan/atau tindakan dalam bantuan kedinasan dibebankan kepada badan dan/atau pejabat pemerintahan yang membutuhkan bantuan kedinasan, kecuali ditentukan lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau kesepakatan tertulis kedua belah pihak.

Permintaan informasi oleh badan publik dalam rangka penegakan hukum

Terdapat beberapa ketentuan yang mengatur mengenai permintaan informasi oleh badan publik dalam rangka penegakan hukum sebagai berikut.

  • Pasal 5 ayat (1) huruf a angka 2 dan Pasal 7 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
  • Pasal 49 ayat (3) huruf e Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
  • Pasal 38 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
  • Pasal 12A ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban
  • Pasal 16 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
  • Pasal 8 ayat (1) huruf b dan c Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia

Setiap badan publik yang menerima permintaan informasi atau dokumen dalam rangka penegakan hukum harus mematuhi ketentuan tersebut di atas.

Beda pemohon informasi beda pula penanganan permohonan informasinya. Mungkin begitulah kira-kira kesimpulan dari tulisan ini. Seorang petugas informasi mau tidak mau harus jeli dalam melakukan penanganan permohonan informasi, karena memang banyak peraturan yang harus dipahami dalam melakukan pengelolaan keterbukaan informasi publik.

Tulisan di atas adalah pendapat pribadi penulis dan bukan mewakili instansi tempat penulis bekerja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun