di atas tanah basah aku berdiri di kaki gunung
setelah kata tersesat di dunia mimpi
yang mendendangkan kukuruyuk, ayam bersayap kertas.
sunyi menjelma daun, semak
dan sisa-sisa kenangan wajah kekasih
saat jarum jam menunjuk angka 11.
cinta mati ditikam penyakit birahi
serupa kelamin yang keluar nanah.
sakit dan menjengkelkan.
dan  tidak ada pengajian maupun tangisan
untuk mengantar kepergiannya.
hanya ada amin dari ingin untuk ia kembali dihidupkan.
bagai kayu yang terbakar, angin bahu - membahu
menantang hasratku. desirnya kelembutan perempuan.
aduhai, Â begitu nyaman meraba tubuh,
membisik sesuatu. aku laki-laki yang dicuri cahaya mata. dikala iblis
bertakhta di kursi nafsu yang menyimpan segala kamu; iblis itu
nona, berlagak seperti sutradara yang mengatur nasib para pemain
seperti yang terjadi di tempat impian---tempat di mana ketelanjangan
bukanlah ke -- tabu -- an; sebelum taman menjadi saksi
dari tindakan yang mencicipi buah terlarang.
ingatanku perlahan tenggelam bersama bintang di banjir pagi.
jatuh. lalu berenang lebih dalam ke dasar keresahan
mata - hari menatap lalu membikinku lupa akan tanggal - Masehi.
kala tradisi malam tetap berlangsung: begadang orang susah tidur.
mata kumbang melihatku tajam---setajam peluru
yang memburu tubuh; jika saat ini kau bersamaku,
maka akan terlihat juga olehmu di sorotan mata kumbang itu
tersirat berbagai berita tentang manusia yang semakin jauh
dari hening hutan, melebur dalam banjir manusia urban.
tidak seperti para moyang yang dipuja bagai dewa
timur barat utara dan selatan. sorotan mata itu, nona, tidak seperti
sorotan berita di layar kaca handphone kita.
"Siapa yang mencoba jernih
dari kebisingan, dunia -- godaan?" bisik sutradara
yang pantang menyerah untuk memberi tantangan --
orang Overthinking. bagi jiwa-jiwa yang penuh minyak
suara itu adalah api yang mengurung iman.
dikala laut bisu di sini, burung sibuk dalam sarang
di atas pohon luka (akibat serakah bangsa manusia).
 burung itu nona, mencoba membikin sebuah ranjang untuk-Nya.Â
sekaligus ranjang untuk menampung jiwa-jiwa tersesat---
sebuah usaha yang begitu akrab dengan ikhlas
untuk menjadi babu atas segala perintah-Nya.
hutan memberi kisahku lebih sendiri.
hubungan intens yang pernah ada, mati bersamamu.
sedang rupamu telah jadi lukisan tuli. malam-malam,
Tuhan kuminta untuk muncul jadi raja di tubuhku yang baru
agar kehidupan yang memberi cakap tentang kemacetan dan kecapean,
tentang amal yang dimaling dan uang yang mengontrol ruang
juga denyut pada kening, habis dimakan belatung;
agar kehidupan mencegah hasrat kembali muncul
dari segala angin yang membawa tanya
tentang apa itu orang beramal dan apa itu orang berdosa;
dikala banyak mulut janji menjaga segala ingin
dari setiap kepentingan manusia---pencitraan
seorang hamba yang mencoba menipu mata pemiliknya,
begitu kencang bertambah jumlah. seperti laju kendaraan
yang menerobos lampu merah. zaman ini, tuhan ikut bertambah juga.
tuhan-tuhan itu bukan lagi sang pencipta semesta
tapi diciptakan oleh ciptaannya. dan aku tak perlu tuhan itu
menjadi rajaku. yang kumau adalah Tuhan yang asli. agar hidupku
yang ke seks tidak lagi dihantui putusan meja sidang
dan hakim yang dihadirkan manusia
jika aku melakukan pelanggaran
atas banyak hukum yang mereka sucikan; agar aku tak lagi menunggu
kata menemukan jalan pulang untuk mengkudeta iblis dari takhtanya;
agar cinta direinkarnasi untuk sesuatu yang suci selain tubuh bugil---
punyamu yang dulu tabah menerima kecupku.
0_o
Makassar