Yaitu, mereka yang beriman kepada Allah dan hari penghabisan, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah yang munkar dan bersegera mengerjakan berbagai kebajikan(QS. Al-Imran [3]: 114).
Namun, tidak semua persahabatan dan perkumpulan membawa kita pada titik itu. Sangat mungkin, kita bertemu atau bahkan asyik masyuk pada persekutuan yang diam-diam atau bahkan terang-terangan mengajak kita pada kecenderungan selain Allah.Â
Untuk yang satu ini, mari kita ambil jarak, siapa pun yang mengajak, karena Allah sudah menggariskan:...jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran karena sesungguhnya siksa Allah ama berat (QS. Al-Maidah [5]: 2).
Seharusnya memang begitu, Sahabatku. Kita tidak harus satu gerbong meski tujuan kita sama. Bukankah pertemuan di stasiun tujuan akan lebih semarak bila kita saling bertukar cerita? Biarkan saja mentari yang memutuskan: di tubuh petang yang mana mesti kulukis kesaksian ini. utuh! Â
Ketiga, nyaman dalam kemaksiatan yang menjerumuskan. Bila seorang mukmin berbuat satu dosa, maka hatinya ternoda hitam. Bila dia bertobat, hatinya akan kembali bersih.Â
Namun, bila melakukan dosa lagi, noktah itu pun bertambah hingga menutupi hatinya (HR Tarmidzi). Kegelapan apa yang lebih pekat dari hati seorang pendosa?Â
Itulah kegelapan yang sempurna. Celakanya, bila kesombongan senantiasa menghibur, bertambah lamalah ia dalam dunia tanpa cahaya. Nauzubillahi min zalik.
Jangan sampai kita harus pinjam artikulasi orang lain untuk menyuarakan kebenaran. Bukan karena kita tidak mampu, tetapi karena kita merasa tidak pantas lagi mengucapkannya.Â
Ayo, usahakan sekuat tenaga agar kepantasan itu tetap ada untuk kita. Yang tidak sempat terbicarakan adalah bagaimana caranya agar kita tidak terjebak di ruang kecil dan lupa kalau ada ruang besar yang lebih baik.Â
Kita pasti sepakat, Allah tidak menciptakan kita untuk tawakal dengan cara-cara yang bodoh. Energi kita pasti masih cukup untuk improvisasi dan inovasi dalam berkarya!
Memperjuangkan Cinta