كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللهِ أَنْ تَقُوْلُوْا مَا لَا تَفْعَلُوْنَ
Sangat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan (Al-Quran, Surah Aṣ-ṣaf [61]: 3).
Jika diartikan demikian, maka ayat ini akan dijadikan kecaman bagi orang-orang yang mengatakan sesuatu tetapi dia belum mengerjakannya. Akan tetapi, menurut Prof. Muhammad Quraisy Syihab, dalam bukunya “Logika Agama” penafsirannya tidak harus demikian.
Karena kata Taf’alun (pada ayat di atas) berbentuk Mudari’ (kata kerja masa kini dan akan datang) yang antara lain mengandung arti sesuatu yang akan dikerjakan, bukan sesuatu yang telah dikerjakan. Karena itu, ayat di atas dapat berarti kecaman terhadap orang yang mengajak berbuat baik, tetapi ia sendiri enggan melakukannya. Sebagaimana Allah SWT berfirman:
أَتَأْمُرُوْنَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُوْنَ الْكِتٰبَ أَفَلَا تَعْقِلُوْنَ
Mengapa kamu menyuruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca kitab (Taurat)? Tidakkah kamu mengerti? (Al-Quran, Surah Al-Baqarah [2]: 44).
Oleh karena itu jika penafsirannya demikian, maka orang yang belum mengerjakan apa yang ia katakan tetapi berniat untuk mengerjakannya suatu saat tidaklah termasuk kecaman ayat di atas. Karena itu kita juga sering mendengar khatib berkata:
فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ! أُوْصِيْكُمْ وَإيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ
Wahai orang-orang yang hadir (di tempat ini)! Saya berwasiat takwa kepada kalian dan juga kepada diri saya sendiri.
Pada penafsiran di atas, disinggung kata Mudari’ atau lebih tepatnya Fiil Mudari’. Pembahasan Fiil Mudari’ merupakan bagian dari pembahasan-pembahasan ilmu Nahu dalam Bab Al-Af’āl (pembahasan tentang jenis-jenis kata kerja (Fiil) dan hukumnya).
Maka dari itu, secara tidak langsung ilmu Nahu berperan penting dalam memahami penafsiran ayat di atas.