Mohon tunggu...
Fahmi Alfansi Pane
Fahmi Alfansi Pane Mohon Tunggu... Penulis - Tenaga Ahli DPR RI/ Alumni Magister Sains Pertahanan Universitas Pertahanan Indonesia

Hobi menulis dan membaca, aktif mengamati urusan pertahanan, keamanan, dan politik

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Konflik Laut China Selatan: Ancaman Kedaulatan dan Strategi Mitigasinya

22 Mei 2024   16:43 Diperbarui: 22 Mei 2024   16:49 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Konflik Laut China Selatan: 

Ancaman Kedaulatan dan Strategi Mitigasinya

oleh: Fahmi Alfansi Putra Pane

Anatomi Konflik LCS

            Peluncuran peta resmi baru China tahun 2023 menandai posisi sejati politik luar negeri China terhadap Laut China Selatan (LCS). Bahwa China tetap mengklaim seluruh wilayah perairan LCS, yang berarti mengabaikan klaim seluruh negara lain di kawasan. Beijing terkesan menutup pintu negosiasi untuk penyelesaian sengketa teritorial dan yurisdiksi perairan tersebut. Bahkan, Harian South China Morning Post edisi 16 Mei 2024 mewartakan, pemerintah China memperkuat kewenangan Penjaga Pantai China (China Coast Guard) untuk menahan orang asing yang dicurigai melintasi perbatasan secara ilegal (Inquirer, 17 Mei 2024). 

Dilihat dari peta yang dipublikasikan oleh media Global Times 28 Agustus 2023 pada akun X (dulu Twitter), peta China ditandai dengan sepuluh garis putus-putus; tidak lagi sembilan garis putus-putus (nine dash line), seperti klaimnya selama puluhan tahun sebelumnya. Salah satu garis terlihat dekat dengan perairan Laut Natuna Utara, dan dua garis lainnya berada di utara Kalimantan di sekitar teritori Malaysia dan Brunei Darussalam.

Gambar 1. Peta Sepuluh Garis Putus-putus China di Laut China Selatan

Posisi sejati China berbeda dengan Deklarasi Berperilaku Para Pihak di Laut China Selatan (Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea/ DoC), yang juga ditandatangani China melalui Wang Yi selaku Utusan Khusus dan Wakil Menteri Luar Negeri (kini Menteri Luar Negeri China) bersama sepuluh menteri luar negeri anggota ASEAN pada 4 November 2002. Meskipun DoC tidak sekuat Kode Berperilaku (Code of Conduct/ CoC), namun seperti disebut dalam naskah DoC Angka 8 bahwa "para pihak berjanji untuk menghormati ketentuan Deklarasi ini dan mengambil tindakan yang konsisten dengannya" (The Parties undertake to respect the provisions of this Declaration and take consistent therewith).

Terkait sengketa perairan di LCS, para pihak telah sepakat dengan ketentuan DoC pada Angka 4 yang berbunyi "Para Pihak yang bersangkutan berjanji untuk menyelesaikan sengketa wilayah dan yurisdiksi mereka dengan cara damai, tanpa menggunakan ancaman atau penggunaan kekerasan, melalui konsultasi dan negosiasi persahabatan oleh negara-negara berdaulat yang bersangkutan, sesuai dengan prinsip-prinsip hukum internasional yang diakui secara universal, termasuk Konvensi PBB tahun 1982 tentang Hukum Laut" (The Parties concerned undertake to resolve their territorial and jurisdictional disputes by peaceful means, without resorting to the threat or use of force, through friendly consultations and negotiations by sovereign states directly concerned, in accordance with universally recognized principles of international law, including the 1982 UN Convention on the Law of the Sea).  

Bahkan, China dan sepuluh negara anggota ASEAN juga sudah menyepakati ketentuan Angka 5 DoC yang berbunyi "Para Pihak berjanji untuk menahan diri dalam melakukan kegiatan yang akan memperumit atau meningkatkan perselisihan dan mempengaruhi perdamaian dan stabilitas termasuk, antara lain, menahan diri dari tindakan menghuni pulau-pulau, terumbu karang, perairan dangkal, teluk, dan fitur-fitur lainnya yang saat ini tidak berpenghuni dan untuk menangani perbedaan mereka dengan cara yang konstruktif" (The Parties undertake to exercise self-restraint in the conduct of activities that would complicate or escalate disputes and affect peace and stability including, among others, refraining from action of inhabiting on the presently uninhabited islands, reefs, shoals, cays, and other features and to handle their differences in a constructive manner).

Akan tetapi, China mengabaikan kesepakatan dalam DoC dan mengambil tindakan unilateral dalam klaim wilayah dan yurisdiksi di LCS. China menduduki puluhan pulau atau batu karang di Kepulauan Spratly, Kepulauan Paracel, dan beberapa batu karang yang lebih kecil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun