Untuk memahami makna sesungguhnya dari kata "Mori" salah satu tinjauan yang layak untuk dipertimbangkan adalah kata "Mrena" yang merupakan ucapan selamat pagi dalam bahasa orang Maori (penduduk asli Selandia Baru).Â
"Mrena", identik dengan bentuk "morning" dalam bahasa Inggris yang, pada situs merriam-webster.com dijelaskan bahwa bentuk dasar kata "morning" adalah: "morn" yang mendapat suffix -ing. Dari tinjauan ini dapat diduga jika kata "mori" sangat mungkin bermakna "pagi".
Secara tinjauan fonetis, nama teluk 'boni' di pulau Sulawesi memiliki korespondensi bunyi secara morfologis dengan kata 'mori.' Â Huruf b pada kata boni dan m pada kata mori merupakan bagian dari kelompok konsonan bilabial. Huruf n pada kata boni dan r pada kata mori merupakan bagian dari kelompok konsonan alveolar. Sementara itu, huruf vokal o dan i pada keduanya tidak berubah (tidak bermorfologi) dan tetap berada di posisi yang sama.
Dengan demikian, kata mori dan boni yang banyak digunakan sebagai toponim dan etnonim di pulau Sulawesi (terutama di bagian selatan hingga bagian tengah pulau Sulawesi), memiliki akar sejarah yang kuat dan, bisa dikatakan, Â eksis di wilayah ini dalam waktu yang sudah sangat lama.
Sekarang kita ketahui: mori berarti pagi, jadi nenek mori berarti "nenek pagi; boni berarti pagi, jadi teluk boni berarti "teluk pagi". Apakah kedua kata yang bermakna pagi ini saja yang menghiasi lanskap sejarah kuno pulau sulawesi? tidak, masih ada satu lagi, yaitu kata 'makale' yang sekarang menjadi nama ibukota kabupaten Toraja. Dalam bahasa Tae makale artinya "pagi".
Demikianlah, ketika naskah Cina kuno menginformasi kita bahwa wilayah (Luwu) di pulau Sulawesi pernah disebut 'Wendan' yang secara harfiah berarti "seni fajar" atau "budaya/ kultur pagi" maka, bisa dikatakan sebutan itu tidaklah berlebihan, bahkan tepat.Â
Unsur "budaya pagi" yang kuat mengakar di wilayah ini pada masa kuno jelas disebabkan oleh adanya pengaruh dari sosok kharismatik yang kuat dan mungkin sangat ditakuti.Â
"Nenek mori" atau "Nenek pagi" yang dalam cerita rakyat di sekitar pegunungan Latimojong disebut bersahabat dengan Anoa dan memiliki keahlian khusus dalam berburu, dapat kita lihat identik dengan uraian tentang dewi ushas dalam Rigveda yang disebut : ibu dari sapi -- seorang yang suka sapi -- pemburu yang terampil. Faktanya, Anoa yang oleh masyarakat lokal latimojong disebut "tedong malillin" (kerbau gelap) memang merupakan jenis kerbau, dan tentunya sejenis pula dengan sapi.
Jadi apakah Nenek Mori  adalah sosok yang sama dengan Dewi Ushas? Ya, makna kedua nama ini pada dasarnya memang sangat identik. Nenek Mori= Nenek Pagi, Dewi Ushas= Dewi Fajar.