Kata kuno ini, berasal dari tiga akar bahasa Sansekerta "su" (baik), "asti" (ada, menjadi) dan "ka" (dibuat), yang kemudian diasumsikan berarti "membuat kebaikan "atau" penanda kebaikan (Bruce M. Sullivan. The A to Z of Hinduism. Scarecrow Press, 2001, Hlm. 216). Pemaknaan ini sudah cukup baik untuk diterima, dan sepertinya ini pula yang dipercayai berbagai budaya di dunia.Â
Namun begitu, saya melihat ada bentuk pemaknaan lain yang saya pikir dapat dipertimbangkan, yaitu: "dibuat dengan sebaik-baiknya bentuk".Â
Pemaknaan ini bukan saja saya ambil dari tiga akar kata Sanskerta diatas, tetapi secara intuitif mengingatkan saya tentang Ucapan Allah dalam Al-Quran yang mengatakan bahwa manusia diciptakan dalam sebaik-baiknya bentuk. (QS. At-Tin : 4: "Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya"). Empat lengan pada swastika merepresentasi masing-masing empat elemen (angin, air, tanah dan api) yang menjadi unsur utama mikro kosmos manusia.
Dan rasanya bukanlah suatu kebetulan jika konsep "empat" unsur yang membentuk mikro kosmos manusia, diisyaratkan Al-Quran dengan angka yang sama yakni ayat ke "empat" surat At-Tin.
Demikian ulasan ini, semoga bermanfaat... salam.
Bagi yang berminat membaca tulisan saya lainnya, bisa melihatnya di sini: kompasiana.com/fadlyandipa
Fadly Bahari, Palopo 11 Mei 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H