Mohon tunggu...
Fadjar PENA MANFAAT Setyanto
Fadjar PENA MANFAAT Setyanto Mohon Tunggu... Freelancer - PENA MANFAAT semoga pena ini selalu membawa manfaat.

Al Ghazali : kalau kamu bukan anak raja atau bukan anak ulama besar, maka menulislah.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Dua Hati (3)

30 Juni 2016   00:22 Diperbarui: 30 Juni 2016   17:47 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Fira dan Anto duduk berhadap-hadapan.

“Kamu mau makan apa Fir?”, tanya Anto.

“Aku makan salad dan sandwich aja deh dan minumnya lemon tea hangat”, jawab Fira.

Anto pun melambaikan tangannya ke arah waitress yang ada di lokasi. Seorang waitress datang menghampiri dan mendengarkan pesan Anto,”Salad dan sandwich 2, lemon tea hangat 2 ya mbak”.

Waitress tersebut mendengarkan dengan seksama, lalu mencatatnya,”Baik Pak segera”.

“Terima kasih”, jawab Anto.

Anto pun kembali mengarahkan pandangannya kepada perempuan yang berambut panjang yang selalu mengisi relung hatinya hingga saat ini. Jantungnya berdetak dengan keras. Aliran darah serasa mengalir ke wajahnya. Pertemuan dengan Fira selalu membuat perasaannya bergolak senang.

”Sibuk ya, Fir?”, tanya Anto sambil tersenyum.

“Iya, To, maaaaaaaf sekali sms kamu aku belum bales,” jawab Fira,”Seharian ini sibuk dan hektik banget.”

Anto tersenyum-senyum senang, dalam hatinya dia mengagumi sosok yang sedang ada di hadapannya, cerdas, supel, rajin, dan pintar memasak. Anto memang sering mengamati aktifitas Fira melalui internet, sehingga dia tahu benar sosial media atau group apa yang diikuti Fira. Dia melakukan itu sejak beberapa tahun yang lalu jauh sebelum pertemuan akhir-akhir ini.

“Iya iya, yang penting kamu sehat wal afiat, itu aku sudah seneng banget, dan yang terpenting itu”, jawab Anto

“Fir aku masih kepikiran sms kamu tadi pagi”, Anto membuka percakapan lagi.

“Heeeeem, To, aku banyak korban perasaan buat bisa seneng ke kamu saat itu”, jawab Fira,”Kamu jahat.”

“Sebentar Fir, kamu pernah nyadar nggak saat di kelas I di SMP saat itu, foto kamu yang ditempel di dinding hilang?”, tanya Anto.

“Ya, ya, aku inget, kenapa?”, tanya Fira.

“Itu foto aku yang curi, he he he”, jawab Anto.

“Ih, kamu, To”, balas Fira,”Gara-gara itu aku disuruh Pak Silaban untuk menempel ulang foto itu”.

“Dari hari pertama aku masuk SMP, aku menyapu pandanganku ke seluruh kelas memperhatikan temen-temen baruku di I-A, ada beberapa yang rasanya aku ingat saat duduk di TK Tunas Cempaka”, jelas Anto,”Salah satunya, kamu, dan Ndari yang merupakan temenku SD”.

“Pandanganku saat itu, tertumbuk ke kamu untuk beberapa lama, sambil mengingat-ingat rasanya itu temenku di TK dulu”, papar Anto.

“Aku tertarik dengan kritingnya rambut kamu yang menurutku lucu”, sambung Anto.

“Makanya setelah beberapa bulan mengamati kamu sambil stress dengan pelajaran bahasa Indonesia ditambah pengecutnya aku untuk ngomong sama kamu, jadilah aku hanya mengamati kamu dari jauh”, Anto meneruskan.

“Suatu hari aku datang ke kelas pagi-pagi sekali, saat itu kelas masih kosong”, cerita Anto,”Lalu pandanganku mengarah  ke tempat foto siswa, tiba-tiba aku menghampiri foto-foto  tersebut dan melihat ke foto kamu lalu tanganku bergerak ke arah foto tersebut dan aku cabut foto kamu”, cerita Anto

“To, To, kenapa kamu nggak minta sama aku aja?”, keluh Fira,”Seribu persen aku kasih, To.”

“Aku malah sangat seneng kalau itu kamu lakukan itu”, lanjut Fira.

Untuk sejenak Anto terdiam, tertunduk merasa sangat bersalah dengan yang menjadi kelakuannya. Terlalu pengecut untuk menyampaikan perasaannya pada Fira.

“Iya, Fir”, jawab Anto dengan suara getir. Getir menyadari momen emas yang bisa dia dapatkan saat itu tapi dia lepaskan begitu saja.

Anto terselamatkan dari memberi komentar atas ucapan Fira karena waitress sudah datang dengan membawa makanan yang mereka pesan. Waitress yang mengantarkan hidangan tersebut, meletakkan baki hidangan di meja. Anto memajukan pesanan Fira ke hadapan Fira dan lemon tea yang juga dipesan Fira. Sementara dia meletakkan sendiri hidangan untuk dirinya. Fira meneguk lemon tea hangat di hadapannya. Bau segar lemon bercampur teh menghampiri hidung Anto. Fira pun memejamkan matanya menghirup aroma yang muncul dari lemon tea-nya. Fira begitu menikmati aroma tersebut, hingga memejamkan matanya. Sekilas Anto teringat momen-momen pada masa dia dekat dengan Fira di SMA. Momen dimana dia tidak bisa melupakan pengalaman tersebut, saat dia mencium Fira untuk pertama kalinya. Fira memejamkan mata persis seperti saat ini.

“Harum sekali lemon tea ini, aku selalu suka dengan lemon tea, Tok”, sesaat Fira berkata-kata setelah menikmati aroma lemon tea-nya.

Anto agak tergagap karena tiba-tiba Fira mengatakan sesuatu kapadanya. Anto Cuma bisa tersenyum atas apa yang diucapkan Fira. Dia pun mencicipi lemon tea yang ada di hadapannya. Selanjutnya Anto memperhatikan cara Fira memotong sandwichnya dengan perlahan dan anggun.  Anto pun mulai memotong sandwichnya dan mulai menikmati potongan demi potongan.

“Kamu pulang jam berapa malam mini?, tanya Anto sambil melirik ke arah arlojinya yang sudah menunjukkan jam 20.00.

“Sudah kok sudah selesai, cuma tinggal bebenah sebentar”, jawab Fira.

“Oh syukur deh”, jawab Anto,”Habiskan dulu aja ya?”

Fira menganggukkan wajahnya, sambil tersenyum. Dia pun melanjutkan memotong sandwichnya dan mengkombinasikan dengan salad. Sesekali dia mengolesi saos pedas ke sandwichnya. Anto pun mengikuti menyantap, hidangan yang ada di depannya. Sesekali diselingi dengan lemon tea. Tak berapa lama, keduanya selesai melahap hidangannya masing.

“Kalau kamu ambil tas kamu, boleh aku temenin ke atas?”, tanya Anto.

“Nanti kamu ikut aku ke atas, ya?”, Fira mengajukan tawaran seolah tidak mendengar pertanyaan Anto.

Anto sangat senang bahwa Fira mengijinkan dirinya ke ruangan kantor Fira. Melihat Fira sudah selesai dengan hidangannya, dan dirinya pun sudah selesai, maka Anto memanggil waitress dan meminta billnya. Waitress pun memberikan bill yang diminta. Anto segera mengambil dompetnya dan memasukan kartu kreditnya ke tempat bill tersebut serta menyerahkan kembali ke waitress yang berdiri menunggu.

“Silakan, mbak,” Anto menyerahkannya kepada sang waitress.

Waitress itu pun segera pergi menuju ke meja kasir, dan tak lama kemudian kembali lagi dengan membawa bukti pembayaran yang harus ditandatangani Anto. Anto memasukan kembali bill dan kartu kreditnya ke dompetnya.

“Mari Fir, kita ke atas,” ajak Anto.

Fira pun bangun dari tempat duduknya, segera bangun. Mereka menuju ke ruangan Fira di lantai 23. Tak ada yang menunggu lift selain mereka berdua. Setelah menunggu beberapa saat, lift pun terbuka, dan berdua mereka masuk.

Suasana lift yang sepi dan lantai yang tinggi membuat hati Anto berdebar-debar berdua saja dengan Fira di lift. Anto berinisiatif memegang jari tangan Fira. Fira tidak menolaknya, membuat Anto semakin deg deg an. Digenggamnya semua jari Fira, dan Fira pun merespon dengan menyenderkan tubuhnya ke tubuh Anto. Tanpa berkata-kata, kedua insan tersebut melepas kerinduan yang dalam. Suasana lift mendukung, karena ternyata tak ada orang yang menghentikan lift itu. Lift itu baru berhenti di lantai 23. Aliran adrenalin yang kuat membuat jantung Anto berdebar sangat keras. Wajah Anto sudah seperti udang rebus, merah.

Saat pintu lift terbuka, mereka berdua masuk ke dalam ruangan. “Kamu tunggu di ruang tamu ya To, karena selain karyawan dilarang masuk.”

Anto pun mengangguk, perasaannya masih kacau balau. Sebelum masuk  Fira mempersilakan Anto duduk di sofa, sementara dia akan masuk ke ruangannya . Sambil mempersilakan duduk, Fira  tersenyum-senyum , sambil mendekatkan mulutnya  ke telinga Anto dan membisikan,”Kamu nakal, To”, dia pun bergegas ke dalam.

Anto hanya bisa tersenyum. Tak lama menunggu, Fira sudah keluar lagi. Masih ada satu atau dua orang berada di ruangan. Mereka segera keluar ruangan dan menunggu lift. Beberapa orang juga sedang menunggu lift, sehingga kejadian yang sama saat mereka naik lift tidak bisa dilakukan kembali.

Setelah pintu terbuka, mereka pun bergegas ke luar ruangan sebelumnya Anto sempat mampir ke meja security untuk mengambil KTP nya.

“Aku antar ke tempat parkir, Fir,” Anto berkata pada Fira,”Dimana kamu parkir?”

“Aku parkir di halaman”, mereka pun berjalan berdampingan.

“Loh ini seperti arah mobilku parkir, mobil kamu mana?”, tanya Anto.

“Itu, yang berwarna biru”, jawab Fira sambil menunjuk sebuah sedan Honda biru muda.

“Wah kita parkir bersebelahan Fir”, Anto berkata.

“Mobil kamu mana?”, tanya Fira.

“Itu Toyota hitam di sebelah mobil kamu”, jawab Anto,”Entah kebetulan atau apa kok deketan ya Fir.”

“Andai pemiliknya bisa berdekatan juga ya Fir?”, bisik Anto.

“Kamu sih sombong waktu itu,” sela Fira.

Keduanya sudah mendekati mobil mereka. Mereka berdiri berhadapan,”Aku pulang dulu ya To”.

Anto menatap Fira, kemudian ditariknya tubuh Fira mendekat. Fira dipeluknya erat seolah tidak ingin dilepaskan. Fira kaget, tergagap tapi juga tidak menolak, dia pun melingkarkan kedua tangannya ke pinggang dan punggung Anto dan . Suasana lampu parkir yang sepi dan remang-remang mendukung suasana kerinduan keduanya.

Setelah beberapa saat, mereka pun melepaskan pelukan masing-masing. Fira mengambil kunci mobilnya dan Anto pun bergegas membuka pintu mobil Fira, dan Fira pun masuk ke dalam mobil. Distarternya mobilnya. Fira pun membuka jendela. Anto membungkukkan badannya, dia pun menggenggam erat tangan Fira. Dikecupnya bibir Fira. Fira diam saja tidak menolak.

“Hati-hati di jalan, ya?”, Anto berbicara pada Fira.

“Kamu juga ya, To, WA aku kalau sudah sampai ya?”, jawab Fira.

Anto mengangguk, lalu dia pun berdiri kembali. Sementara Fira sudah mulai menjalankan mobilnya. Pandangan Anto mengikuti gerakan mobil Fira yang bergerak perlahan menjauh hingga hilang dari pandanga di tikungan.

Anto pun masuk ke mobilnya.

Bersambung………

Episode sebelumnya 

Dua Hati (1) 

Dua Hati (2)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun