Mohon tunggu...
Fadjar PENA MANFAAT Setyanto
Fadjar PENA MANFAAT Setyanto Mohon Tunggu... Freelancer - PENA MANFAAT semoga pena ini selalu membawa manfaat.

Al Ghazali : kalau kamu bukan anak raja atau bukan anak ulama besar, maka menulislah.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Dua Hati (3)

30 Juni 2016   00:22 Diperbarui: 30 Juni 2016   17:47 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

“Kalau kamu ambil tas kamu, boleh aku temenin ke atas?”, tanya Anto.

“Nanti kamu ikut aku ke atas, ya?”, Fira mengajukan tawaran seolah tidak mendengar pertanyaan Anto.

Anto sangat senang bahwa Fira mengijinkan dirinya ke ruangan kantor Fira. Melihat Fira sudah selesai dengan hidangannya, dan dirinya pun sudah selesai, maka Anto memanggil waitress dan meminta billnya. Waitress pun memberikan bill yang diminta. Anto segera mengambil dompetnya dan memasukan kartu kreditnya ke tempat bill tersebut serta menyerahkan kembali ke waitress yang berdiri menunggu.

“Silakan, mbak,” Anto menyerahkannya kepada sang waitress.

Waitress itu pun segera pergi menuju ke meja kasir, dan tak lama kemudian kembali lagi dengan membawa bukti pembayaran yang harus ditandatangani Anto. Anto memasukan kembali bill dan kartu kreditnya ke dompetnya.

“Mari Fir, kita ke atas,” ajak Anto.

Fira pun bangun dari tempat duduknya, segera bangun. Mereka menuju ke ruangan Fira di lantai 23. Tak ada yang menunggu lift selain mereka berdua. Setelah menunggu beberapa saat, lift pun terbuka, dan berdua mereka masuk.

Suasana lift yang sepi dan lantai yang tinggi membuat hati Anto berdebar-debar berdua saja dengan Fira di lift. Anto berinisiatif memegang jari tangan Fira. Fira tidak menolaknya, membuat Anto semakin deg deg an. Digenggamnya semua jari Fira, dan Fira pun merespon dengan menyenderkan tubuhnya ke tubuh Anto. Tanpa berkata-kata, kedua insan tersebut melepas kerinduan yang dalam. Suasana lift mendukung, karena ternyata tak ada orang yang menghentikan lift itu. Lift itu baru berhenti di lantai 23. Aliran adrenalin yang kuat membuat jantung Anto berdebar sangat keras. Wajah Anto sudah seperti udang rebus, merah.

Saat pintu lift terbuka, mereka berdua masuk ke dalam ruangan. “Kamu tunggu di ruang tamu ya To, karena selain karyawan dilarang masuk.”

Anto pun mengangguk, perasaannya masih kacau balau. Sebelum masuk  Fira mempersilakan Anto duduk di sofa, sementara dia akan masuk ke ruangannya . Sambil mempersilakan duduk, Fira  tersenyum-senyum , sambil mendekatkan mulutnya  ke telinga Anto dan membisikan,”Kamu nakal, To”, dia pun bergegas ke dalam.

Anto hanya bisa tersenyum. Tak lama menunggu, Fira sudah keluar lagi. Masih ada satu atau dua orang berada di ruangan. Mereka segera keluar ruangan dan menunggu lift. Beberapa orang juga sedang menunggu lift, sehingga kejadian yang sama saat mereka naik lift tidak bisa dilakukan kembali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun