Mama menikah lagi dengan seekor babi jantan yang berusia dua tahun lebih muda darinya. Awalnya aku menentang keras, tapi aku tahu, Mama juga berhak bahagia. Â Ya, menurutku bahagia itu sebuah keharusan, no matter what! Sekalipun harus melihat Mama menikahi seorang lelaki berekor babi, aku harus tetap bahagia demi Mama.
Ya, semua demi Mama. Terlebih aku tidak pernah tahu dan tidak pernah sekalipun Mama memberi tahu tentang siapa Papaku sebenarnya. Tidak ada foto pernikahan maupun kenangan Mama bersama seorang laki-laki yang bisa aku klaim sebagai ayah kandungku. Aku juga tidak pernah menanyai hal itu, kurasa Mama tidak suka berkomitmen. Mungkin aku adalah anak yang tidak diinginkan, anak haram, anak hasil perselingkuhan, atau ... Jangan-jangan Mama adalah korban pemerkosaan? Kenapa baru sekarang terpikirkana olehku?
Ah, tapi semua itu tidak penting, bukan? Yang terpenting sekarang adalah kebahagiaan Mama. Aku tidak boleh membuat Mama sedih dengan segerombol pertanyaan-pertanyaan konyol seperti itu. Aku janji, Mama akan tetap bahagia.
*
Akhirnya, sehari setelah mereka melangsungkan pernikahan, Mama membawa Si Babi Jantan beserta anak sambungnya yang bernama Paprika ke rumah kami. Aku menyukai Paprika, dia cantik, kulitnya putih, rambutnya panjang dan ya ... dia seksi. Kupikir, aku bisa mengawini Paprika jika Mama dan suaminya tidak ada di rumah.
"Hari ini sepertinya Mama pulang agak malam, kamu baik-baik di rumah ya, Sayang." Sebuah kecupan mendarat di pipiku. Aku berangguk sambil menyungging senyum ke arah Paprika.
"Sayang?"
"Iya, Ma. Aku akan mengajak Paprika  berenang hari ini."
"Wah, itu bagus. Nanti Mama bawakan pizza untuk kalian."
"Aku suka pizza," celetuk Paprika.
Aku suka kamu.