Mohon tunggu...
Fadhilah Nurjihanti
Fadhilah Nurjihanti Mohon Tunggu... Lainnya - Jian

For allah

Selanjutnya

Tutup

Money

Pandangan Ulama tentang Maqashid Syariah

26 Agustus 2020   18:44 Diperbarui: 26 Agustus 2020   18:36 1789
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Pandangan ulama tentang maqashid syariah

Oleh :

Fadhilah Nurjihanti

NIM : 41903047

STEI SEBI

Meski telah disepakati bahwa allah swt mengisyaratkan setiap hukumnya untuk kemaslahatan hambanya,tetapi para ulama berbeda pendapat tentang cakupan dan ruang lingkup maqashid syariah. Karna perbedaan ini juga dilatarbelakangi oleh sejarah pemikiran maqashid. Dalam perkrmbangan sejarah maqashid syariah.ada dua peran dan kontribusi ulama dalam mengembangkan maqashid syariah hingga menjadi sebuah disiplin ilmu bernama ilmu maqashid syariah. Peran tersebut adalah sebagai berikut :

  • Menyertakan maqashid dalam setiap hukum

Yaitu dengan cara menjelaskan setiap hukum dengan maqashidnya,dalam pase ini ulama banyak berkontribusi dalam menerapkan maqashid syariah,diantara ulama-ulama tersebut adalah :

  • At-tarmidzi al-hakim
  • Abu mansyur al-mathuridi
  • Al-qoffal al-kabir
  • Abu bakar al-abhari
  • Al-baqilani
  • Menjelaskan teori maqashid secara mendetail

Dalam fase ini,para ulama mulai menjelaskan maqashid syariah sebagai sebuah konsep. Konsep ini telah menjadi pondasi dasar ilmu maqashid syariah yang dijadikan acuan dalam menerapkan maqashid syariah.

Para ulama yang berkontribusi dalam fase ini antara lain :

  • Imam al-haramain
  • Abu hamid al-ghazali
  • Saefuddin al-amidi
  • Ibn al-hajib
  • Al-baidhowi
  • Al-asnawi
  • Ibnu as-subki
  • Izzudin bin abdu salam
  • Ibnu taimiyah

Dari kedua fase tersebut bisa disimpulkan bahwa pemikiran maqashid syariah ini dimulai dengan penerapan maqashid syariah dalam setiap hukum yang dijelaskan oleh para ulama. Proses selanjutnya menarasikan praktik maqashid yang sudah dilakukan terlebih dahulu dalam konsep maqashid syariah secara terstruktur.

Jadi, sesungguhnya maqashid syariah bukan disiplin ilmu baru karna kontennya bersumber dari istiqra terhadap nash-nash al-qur'an dan al-hadist.

Aliran pemikiran dalam maqashid syariah

            Ada tiga aliran pemikiran (mashab) dalam maqashid syariah diantaranya ialah :

  • Pemikiran dzahiriyah

Pemikiran ini bisa dikenali dari karakteristis dan sifat ijtihad dan produk ijtihadnya,yaitu sebagai berikut :

 Memahami nash secara tekstual (harfiyah) contohnya :

Hadist yang menjelaskan bahwa allah swt memberikan balasan neraka atau siksaan yang pedih terhadap orang yang tidak meninggikan ujung celananya (isbal/isbal al-izar)

Menurut pemahaman ini,setiap orang yang memanjangkan celananya hingga menutupi mata kakinya itu berdosa besar dan mendapat siksa neraka.

Tetapi jika difahami secara utuh dengan membaca seluruh hadist-hadist yang berkenaan dengan isbal dengan merujuk kepada maqashid isbal,maka akan memberikan makna dan kandungan hukum yang berbeda.

Cenderung memilih pendapat yang berat

Karakter kedua ini adalah,jika ada perbedaan pendapat para ulama,maka mazhab ini lebih memilih pendapat yang lebih sulit dari pada pendapat yang lebih mudah.

Tidak memerhatikan perubahan kondisi dan situasi. Unsur dharuriyat (primer) hajiyat (skunder) dan 'ummul balwa (yaitu tidak dapat ditinggalkan) ini tidak menjadi pertimbangan hukum dan fatwa.

 Jika ditanya suatu masalah dengan mudah menjawab hukum nya haram,jika ditanya suatu masalah yang masih diperdebatkan (mukhtalaf fih) antara pendapat yang ringan dan pendapat yang berat,yang dipilih maka pendapat yang berat.

Sikap inilah yang digunaka oleh para kaum salafmereka tidak akan mengatakan hukumnya haram kecuali jika sudah diketahui dengan jelas keharamannya karna masyarakat membutuhkan alternative fiqih yang memudahkan.

Mengabaikan etika berpendapat

Hal ini bermula dari sikap bahwa pendapatnya adalah yang benar sedangkan pendapat yang lainadalah pendapat yang salah. Sikap ini melahirkan sikap antipasti terhadap kelompok lain yang berbeda pendapat.

Seperti hukum perempuan menggunakan cadar,jika ditelaah dalam tafsir dan hadist,sebagian ulama mewajibkan bercadar bagi perempuan dan sebagian lagi tidak mewajibkan. Masalah ini adalah masalah khilafah (ada perbedaan pendapat)

Sikap ini juga tidak mempertimbangkan fiqih dakwah dan fiqih ma'alat tidak mempertimbangkan akibat dari pertimbangan hukum di masa yang akan datang.

Seperti mendoakan orang-orang yahudi dan nasrani masuk neraka,sedangkan banyak diantara mereka hidup harmonis di negara-negara muslim.sikap ini snagta mungkin mengganggu hubungan bertetangga dan bermuamalah.

Sikap ini bertentangan dengan seluruh ulama,diantaranya imam syafi'I yang menyatakan pendapat saya benar tapi mungkin salah dan pendapat orang lain salah tapi mungkin benar. Dan ulama sudah ijma bahwa pendapat-pendapat dalam masalah khilafiyah adalah legal dan wjib diterima.

Atas dasar ini maka tidak dibenarkan mentajrih kelompok yang berbeda pendapat dalam masalah khilafiyah (furu'i) terlebih menuduh mereka sebagai orang fasiq atau bahkan menuduh mereka kafir dan telah keluar dari ajaran islam.

Pemikiran tanpa batas

Pemikiran ini mendahulukan logika dari pada wahyu. Menurut cara pandang ini, selain menurunkan syariat islam dan mengutus rasulullah swa allah swt juga mengaruniakan akal kepada manusia untuk memahami syariat yang diturunkan tersebut dan memahami ciptaannya dan mengetahui maslahat. Mereka berkesimpulan bahwa menurut logika setiap maslahat itu adalah maslahat yang harus diikuti.

Pemikiran moderat (wasathiyah/al-ittijar al-maqashid)

Pemikiran ini memiliki karakteristis menggali maqashid sebelum menggali hukumnya.

Sebelum meninggali kandungan hukum sebuah nash,maka terlebuh dahulu menggali maqashid yang terkandung dalam nash tersebut karna maqashid mengarahkan seorang mujtahid untuk memahami makna lafazd-lafazd tersebut dengan benar.

Misalkan dalam hukum memanjangkan jenggot. Ada tiga hadist rasulullah saw yang menjelaskan tentang hal ini. Hadist tersebut menjelaskan tujuan memanjangkan jenggot agar berbeda dan tidak mengikuti tradisi orang kafir,jadi maqashidnya tidak mengikuti orang kafir,tidak tepat kalau mewajibkan hukum tersebut,tapi yang lebih tepat hukumnya Sunnah sesuai dengan maqashid tersebut.

Memahami nash berdasarkan sabab nuzuinya atau wurudnya

Sangat penting memahami nash berdasarkan sabab nuzulnya atau memahami hadist berdasarkan sabab warud agar mujtahid bisa memahami nash syara' dengan benar.

Seperti masalah hukum wanita bepergian,terdapat hadist menjelaskan larangan bagi wanita yang bepergian sendiri kecuali ditemani oleh mahramnya. Hadist ini turun ketika wanita jika bapergian harus malewati gurun pasir dengan mengendarai onta atau keledai  kondisi yang tidak aman bagi seorang wanita.

Memilih antara maqashid (tujuan) dan wasa'il (sarana)

Karakter maqashid itu abadi,sedangkan wasa'il itu fleksible yang bisa berubah-ubah. Oleh karna itu,harus jelas perbedaan antara maqashid dan wasa'il kerna jika tidak jelas,maka output hukum bisa salah dan menyesatkan.

Memadukan antara yang konstan dan fleksible

Dalam nash-nash al-qur'an dan al-hadist terhadap hal-hal yang tsawabit (konstan) dan hal-hal yang mutaghayyirat (flaksible). Tsawabit tidak akan berubah sepanjang masa,sedangkan yang mutaghayyirat berubah --ubah sesuai dengan kondisi. Oleh karna itu,sangat terbatas disbanding dengan mutaghayyirat.

Memilih antara ibadah dan muamalat

Sebagaimana telah diterangkan diatas bahwa ibadah termasuk dalam katagori tsawabit sedangkan muamalat termasuk dalam katagori mutaghayyirat. Oleh karna itu, prinsip dasar muamalat adalah makna dan maqashid nya sedangkan prinsip dasar ibadah menerima dengan penuh ketundukan.

Pandangan ulama tentang ta'lil

            Pandangan ulama tentang maqashid syariah adalah buah dari pandangan mereka tentang masalah ta'lil. Mayoritas ulama berpendapat bahwa al-aslu fil muamalat at ta'lil wa al-aslu fi al-ibadat at ta'abbud. Yakni prinsip dasar hukum ibadah adalah menerima ketentuan allah swt mereka berdalil untuk dua hal itu.

Diantara para fuqoha yang setuju dengan ta'lil itu mazhab maliki yang memiliki rujukan dalam berijtihat yang terkait dengan maqashid syariah,diantaranya :

  • Mashlahah mursalah

Yaitu setiap manfaat yang termasuk maqashid syariah tanpa da penetapan (legalitas) atau penolakan dari allah swt.

  • Sad dzara'I

Yaitu melarang setiap prilaku yang menyebabkan kepada perbuatan yang haram.

  • muroatu maqashidal mukallafin

yaitu memastikan setiap hukum telah mempertimbangkan hajat manusia.

Referensi

http://orientalisstudies.blogspot.com/2014/10/aliran-aliran-maqasid-al-syariah.html

https://burhanalisetiawan.wordpress.com/2016/02/25/maqashid-al-syariah-perspektif-ulama-salaf-dan-khalaf/

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun