Mohon tunggu...
Franklin Towoliu
Franklin Towoliu Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang pemerhati masalah kehidupan

Melayani Tuhan, menulis, melukis, perupa. Tak ada tempat seluas dan selebar hati kita.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Ekspedisi Ventira, Negeri yang Hilang (25 / masuk bagian empat)

30 Mei 2020   05:56 Diperbarui: 31 Mei 2020   17:28 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 "Aduuuh, Baim. Kamu teh polos pisan atuh bang. Coba otaknya di jalankan. Mana ada mereka tiba-tiba sudah ada disini. Tadi waktu kita chek out, kan mereka bertiga malah lagi bersih penginapan dari kamar-kamar sampai ke halaman. Sok atuh ditimbang dan dipikir lagi masak-masak bang." Bantah Didin.

 "Iye juga ya Mang," Baim menganggukkan kepala beberapa kali.

Lalu mereka segera beringsut dari kios. Diluar anggota tim sudah siap di depan warung makan. Didin dan Baim lalu menyusup diantara para pembeli yang ada didepan warung makan. Secara bersamaan Didin masih bisa melihat pak Hapri memberi isyarat dengan tangan agar Andy dan Pur menunduk, sedang mata pak Hapri sering awas melihat ke arah pintu. Sepertinya mereka tahu rombongan  tamu mereka tadi ada di warung makan sebelah dan mereka tak ingin ketahuan.

 Setelah Didin dan Baim bergabung kembali, dengan segera tim bergerak menyusuri tepian jalan yang agak menurun. Pak Subhan paling depan sedang Danish, Raiva dan Rainy berada paling belakang nampak asik mengobrol sambil jalan. 

 Di belakang mereka, pak Hapri, Andy dan Pur berdiri dan mengawasi dari jauh, melihat punggung dan kepala semua anggota tim tersembunyi dibalik backpack yang menjulang.

 "Kemana mereka kira-kira ya? Apakah mereka langsung menuju jembatan?" kata pak Hapri nyaris bergumam.

 "Sepertinya begitu bos. Sebaiknya biar mereka agak jauh baru kita menyusul," Andy coba memberi usul

 "Tida' kita harus menunggu Irwan dan Febri. Yang pokok kita pastikan mereka sekarang sudah menuju ke jembatan. Aduh.. kenapa Irwan dan Febri lama sekali. Sial. Bisa gagal kita kalau terus menunggu mereka." suara pak Hapri agak ketus. (Bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun