BAGIAN EMPAT
 Di kios sebelah, tepatnya kios ke 3 dari tempat mereka makan, Didin yang sedang membeli rokok malah nampak duduk disalah satu meja makan dengan posisi tubuh yang agak menyembunyikan wajahnya. Dari balik pundak, matanya sesekali mencuri pandang kepada 3 orang pria yang ada di warung makan sebelah. Jendela terbuka selebar 1 meter yang hanya dipasangi kawat ram membuat ia leluasa mengawasi mereka yang nampak saling berbisik dengan serius.
 "Mang! Ditungguin tuh. Lama bener beli rokoknya." Tiba-tiba Baim sudah berdiri di depannya. Sontak Didin terperangah lalu dengan reflex memberi isyarat kepada Baim agar jangan memancing perhatian, sementara tangannya dengan cekatan menarik lengan Baim agar membungkuk lalu ia membisikkan sesuatu ke telinga Baim.
 "Itu pak Hapri dan dua anak buahnya ada di warung sebelah," ujar Didin.
 "Mana mang?" Baim mencoba mengikuti arah kerlingan mata Didin.
 "Itu. Dimeja yang dekat dinding. Sepertinya mereka sudah dari tadi ada disini. Dilihat dari piring makan di meja mereka, rupanya mereka sudah habis makan." Kata Didin lagi.
 "Ia aku sudah melihat. Gimana nih? Gue laporin ke ibu Ibu Rainy gak?"
 "Jangan atuh, bang. Mereka kan tak menggangggu kita? Sok biar aja."
 "Ya udah kalo gitu. ayo, kita harus cepat karena tim udah mau bergerak ke rumah pak Subhan. Ayo buruan," kata Baim tetap dengan setengah berbisik.
 "Hayo bang. Kalau bisa jangan sampai terlihat pak Hapri. Soalnya saya curiga mereka segaja menguntit kita. Ada apa ya?"
 "Akh, mang. Jangan buruk sangka dulu. Kagak baek begitu mang. Lagian untuk apa juga mereka pada ngikutin kita. Kebetulan aja kali mereka emang kesini ada keperluan laen."