Sedangkan di daerah India yang nampak adalah Ahmad Khon, dia berpendapat bahwa yang menjadi dasar tasyri’ adalah Alqur’an Al Karim saja, sedangkan Sunnah Nabi tidak, dia juga menghalalkan riba al basith didalam mu’amalat tijariyah, menolak hukum rajam dan meniadakan syariat jihad dalam menyebarkan dien.
Ada juga muridnya, Sayyid Amir yang menghalalkan pernikahan seorang mukminah dengan lelaki ahli kitab, juga menghalalkan ikhtilat antara laki-laki dan perempuan.
Dari mereka juga ada golongan orang awam yang tidak mengenal iltizam dengan Islam, seperti Zaki Najib Mahmud pemilik teory (Al Wadhiyyah al Mantiqiyyah) yang merupakan cabang dari filsafat Wad’iy yang terbaru yang mengingkari setiap perkara yang ghoib.
Ada juga Ahmad Amin, pemilik karangan-karangan kitab sejarah dan adab, seperti Dhuha Islam, Fajar Islam, Dhohrul Islam, dia menangisi kematian Mu’tazilah pada sejarah masa lalu, seakan-akan dengan masih adanya mu’tazilah dapat mendatangkan maslahat bagi Islam. Dia juga mengatakan dalam kitabnya Dhuha Al Islam; “Saya berpendapat bahwa musibah terbesar yang menimpa kaum muslimin adalah matinya mu’tazilah".
Adapun orang-orang yang masih hidup yang berjalan diatas seruan Akal Mu’tazilah dalam tingkatan Aqidah dan Syari’ah, seperti doktor Muhammad Fathi Utsman dalam kitabnya “Al Fikru Al Islamy wa At Tathowwur” dan doktor Hasan At Turaby dalam dakwahnya / seruannya terhadap pembaharuan ushul fikih, dia berkata: “Sesungguhnya penegakan hukum-hukum Islam pada masa sekarang itu membutuhkan terhadap sebuah ijtihad aqly yang besar, sedangkan akal adalah jalan yang dapat menghantarkan kepada hal itu, yang tidak seorangpun yang berakal mengingkari hal tersebut, dan ijtihad yang kita butuhkan bukanlah ijtihad dalam furu’ saja, akan tetapi merupakan ijtihad dalam ushul juga”.
والله أعلم با الصواب
p { margin-bottom: 0.08in; }
Adib Al Jifary
1 Mahmud yunus, hal:265
2 Kamus al mubawir, hal:927