"Kok, bosan, To? 'Kan masih banyak orang yang kelaparan di luar sana. Sebaiknya, kamu jangan menyia-nyiakan makanan, To," tanya Liam sambil meraih kotak bekal Anto.
"Iya, iya deh, Liam. Aku tak akan menyia-nyiakan makanan lagi."
"Nah, gitu dong, To. Tapi, makasih ya, To, atas bekalnya. Kapan-kapan aku traktir, deh."
"Iya, sama-sama. Jangan lupa, ya!"
Anto pun berbaik hati membagi bekalnya dengan Liam. Mereka pun makan bersama sambil bercerita-cerita. Setelah mereka banyak bercerita, bel pun berbunyi lagi, menandakan selesai istirahat. Mereka pun kembali belajar di ruang kelas.
***
Sekolah pun telah usai. Liam dan teman-teman pulang ke rumahnya masing-masing. Liam berjalan kembali rumah dengan melewati jalan umum tadi pagi. Semakin terik matahari, semakin ramai jalanan itu dengan para karyawan perusahaan dan pegawai negeri yang keluar untuk makan siang di tempat makan.
Liam memperhatikan sekitar jalan, ada banyak orang berdiri mengantri di kaki lima, ada juga yang mengantri di kafetaria. Liam memperhatikan banyak orang yang makan di sana. Liam pun merasa lapar. Tapi, ia tak membawa sedikit uang untuk sekadar membeli roti, demi mengganjal rasa laparnya.
Perjalanan ke rumahnya memang tak jauh lagi, tapi rasa lapar yang menghantuinya membuat perjalanan terasa masih panjang. Dengan amat lesu, Liam berjalan lagi menuju ke rumahnya.
Sesampainya Liam di rumah, dengan tidak sabarnya, ia langsung menghampiri meja makan. Lalu, menyendokkan nasi ke piringnya dan menambahkan lauk-pauk ke dalamnya. Ia makan dengan lahap. Ibunya jadi bingung, belakangan ini, setiap kali Liam pulang dari sekolah, Liam langsung menghampiri meja makan. Liam bersikap seolah tak pernah makan siang saat istirahat di sekolahnya.
***