Keempat jalan tersebut adalah Toentangschweg (jalan Diponegoro (ke arah Semarang)), Soloscheweg (jalan Jenderal Sudirman (ke arah Surakarta)), Bringinscheweg (jalan Pattimura (ke arah Bringin)), ditambah satu jalan yang dibangun untuk melengkapi ketiga ruas yang sudah ada yaitu Wilhelminalaan (jalan Pemuda (ke arah Kalitaman)).
Seperti halnya Republik Indonesia saat ini yang menetapkan nama jalan untuk para tokoh pahlawan yang berjasa, nama-nama jalan di Gemeente Salatiga dimaksudkan untuk mengabadikan keluarga Kerajaan Belanda atau perihal yang berkaitan seperti Willemslaan (jalan Ledoksari), Julianalaan (jalan Langensuko), Kerkhofweg (jalan Taman Pahlawan), Prins Hendrikalaan (jalan Yos Sudarso), Emmalaan (jalan Adi Sutjipto), Atcherweg (jalan Pungkursari), Cavalerieweg (jalan Veteran), Kampementsweg (jalan Ahmad Yani), De Witteweg (jalan Dr. Soemardi), Kweekschoollaan (jalan Osamaliki), Normaalschoolweg (jalan Kartini), Verbidingsweg (jalan Kalinongko), dan Villa Park (jalan GOR Kridanggo).
Pemukiman dan Pemakaman
Pemukiman di Gemeente Salatiga terbagi atas tiga kawasan yaitu Kawasan Eropa (Europeesche Wijk), Kawasan China (Chinese Wijk), dan kawasan pribumi. Toentangschweg (jalan Diponegoro (ke arah Semarang)) menjadi kawasan utama pemukiman Eropa ditambah Bringinscheweg (jalan Pattimura (ke arah Bringin)), Prins Hendrikalaan (jalan Yos Sudarso), sekitar alun-alun, Jetis dan Buksuling. Arsitektur rumah dibangun gaya Eropa dengan penyesuaian beberapa komponen untuk menghadapi iklim tropis Hindia Belanda.
Kawasan China (Chinese Wijk) berpusat di Soloscheweg (jalan Jenderal Sudirman (ke arah Surakarta)) ditambah beberapa ruas jalan yang memotong jalan tersebut baik yang ke arah timur maupun barat.
Karakter arsitektur rumah di kawasan ini berderet memanjang sepanjang jalan dengan dua fungsi bangunan yaitu bagian depan untuk usaha dan bagian belakang untuk rumah tinggal layaknya rumah toko sekarang. Hal inilah yang menjadikan kawasan tersebut menjadi pusat perekonomian dan perdagangan di Salatiga.
Kaum pribumi pada umumnya bermukim di luar wilayah Kawasan Eropa dan Kawasan China dengan rumah yang relatif tidak permanen. Pemerintah Gemeente saat itu membangun infrastruktur berupa pengerasan jalan menggunakan tegel batu di kawasan ini. Sisa peninggalannya masih nampak di kawasan Pancuran, Gendongan, Kalioso dan Kalicacing.
Program penghijauan kota tak luput dari perhatian Pemerintah Gemeente saat itu dengan menanam tanaman peneduh di kanan kiri jalan raya seperti tanaman Asam Jawa, Kenari, Mahoni dan Tanjung serta melengkapinya dengan tanaman hias di taman kota.
Petugas kebersihan secara rutin membersihkan jalanan, saluran air dan mengangkut sampah di Kawasan Eropa (Europeesche Wijk) dan Kawasan China (Chinese Wijk) termasuk kawasan pribumi yang berdekatan dengan kedua kawasan tersebut.
Sebagaimana yang tercantum dalam kewenangan Pemerintah Gemeente, pemakaman bagi warga kota pun diatur. Tidak jauh berbeda dengan penataan kawasan pemukiman, penataan pemakaman diatur sesuai stratifikasi masyarakat saat itu sehingga dibedakan antara pemakaman orang Eropa, orang China, dan orang Pribumi.
Kompleks makam orang Eropa (Kerkhof) terletak di wilayah Kutowinangun dekat dengan rumah sakit, Kerkhof tersebut dikelilingi oleh kontruksi pagar besi dan marmer berikut gerbangnya yang khas Eropa.
Warga China menempati makam (Bong) di wilayah Sidorejo Lor yang dilengkapi dengan gerbang dan makam berkontruksi tembok permanen berarsitektur khas China. Sedangkan, untuk pemakaman warga pribumi berlokasi di wilayah masing-masing kecuali untuk golongan priyayi dipusatkan di makam Andong.