Saat aku memasuki ruangan, mereka serempak menoleh ke arahku. Beberapa orang bahkan berdiri menyambutku, seolah aku ini pahlawan yang dirindukan setelah lama pergi berperang. Beberapa ibu bahkan memeluk tubuhku.
"Sabar ya, Nak. Evy harus sabar. Mami sudah bahagia, sudah tidak merasakan sakit lagi."
"Mami kenapa? Hari ini aku mau pergi ke Tawangmangu dengan mami."
Hening. Seketika kesunyian melingkupi ruangan. Kak Fatimah, adik mami, menuntunku menuju ke tengah ruangan. Di sana ada mami yang sedang tertidur pulas.
"Mami kok malah tidur? Harusnya mami sudah bersiap-siap untuk pergi."
Kak Fatimah mulai menangis. Suaranya terbata-bata saat menjawabku,"Iya, mami sudah pergi. Sudah pergi jauh, jauh sekali menemui sang Khalik."
Tanteku pasti bercanda. Pergi ke mana, coba? Sungguh membingungkan. Aku tidak paham kata-katanya. Jelas-jelas mami masih terbaring di situ. Mengapa dia bilang mamiku sudah pergi?
----
Waktu terus berjalan. Takdir pun tak pernah bertanya bagaimana perasaanku. Tak peduli aku siap atau tidak kehilangan seorang ibu di usia 6 tahun. Ketentuan Allah pasti terjadi dan aku mengimani itu sepenuh hati. Kebersamaan yang relatif singkat bukan berarti tak ada kenangan yang melekat. Tiga puluh lima tahun sudah mami berpulang. Tiga puluh lima tahun pula aku hanya dapat memuaskan kerinduan dengan memandangi gambar.
Mami adalah orang yang sangat menggilai fotografi. Mami suka dipotret sekaligus hobi memotret. Segala aktivitas penting tak lepas dari jepretan kamera analog miliknya, mulai dari acara piknik, pengajian, pertemuan guru, acara keluarga, dan lain-lain. Sebagai anak tunggal, tentu saja aku merupakan objek foto favorit mami. Masih segar dalam ingatan, di tiap kegiatanku mami hadir dengan kamera Fuji kebanggannya. Ulang tahun, karnaval, perayaan hari Kartini, piknik, dan perlombaan menjadi moment favorit untuk mami abadikan.
Dulu aku sering merasa heran mengapa mami suka sekali memotret. Terkadang dia mengambil gambarku secara sembunyi-sembunyi, terkadang secara sengaja mami mengajakku berfoto. Dengan semangat membuncah mami mendandaniku dengan berbagai kostum dan mengarahkanku bergaya. Ada pose membaca puisi lah, gaya memanah lah, model menari lah. Ada saja ide yang ada di kepala mami. Tak hanya memotret, mami juga rajin mencetak dan mendokumentasikan berlembar-lembar foto itu dalam beberapa album berukuran besar. Ada album yang khusus berisi foto ulang tahun, foto karnaval, foto Kartinian, foto piknik, dan foto bertema campuran.Â