Mohon tunggu...
Evi yuliani
Evi yuliani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Blog Pribadi

PBSI

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kajian Mimetik pada Puisi yang Terdapat dalam Buku Kumpulan Puisi Berjudul "Sesudah Zaman Tuhan"

12 Januari 2022   11:00 Diperbarui: 12 Januari 2022   11:01 624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kajian Mimetik pada Puisi yang Terdapat dalam Buku Kumpulan Puisi Berjudul "Sesudah Zaman Tuhan"

Karya sastra berupa puisi pada dasaranya merupakan luapan ekspresi dari sebuah emosional jiwa. Puisi tergolong karya sastra yang paling unik karena tercipta dari imajinasi dan berisi pengalaman terdalam dari penyairnya yang dianalogikan kedalam bahasa yang cantik. 

Namun, kita perlu menghubungkan puisi dengan riwayat pengarangnya dan kondisi penulisannya menjadi konteks penciptaan karya yang dibuatnya agar dapat memahami makna puisi yang disampikan oleh penyair. 

Selain itu, ketika menganalisis puisi pembaca juga harus memiliki kemampuan agar bisa memahami makna yang disampaikan dari isi puisi tersebut. Banyaknya puisi yang sulit di artikan oleh para pembaca menjadi latar belakang dalam penelitian ini sehingga peneliti menganalisis suatu karya yaitu empat puisi yang terdapat dalam buku kumpulan puisi berjudul "Sesudah Zaman Tuhan" agar peneliti bisa menjelaskan makna dari keempat puisi tersebut dengan menggunakan pendekatan mimetik. 

Dalam penelitian ini, peneliti akan memaparkan bagaimana makna yang terkandung dalam puisi tersebut. Keempat puisi itu akan di bedah dengan menurut pandangan peneliti terhadap keempat karya dari masing-masing penyair tersebut dengan pemahaman penulis pada pendekatan mimetik.

Kemampuan dalam menganalisis puisi merupakan suatu hal yang tidak mudah bagi para pembaca, akan tetapi menganalisis puisi sangat diperlukan agar pembaca mampu memahami makna yang terkandung serta tidak salah mengartikan makna yang disampaikan dalam puisi tersebut.

Pada penelitian ini peneliti akan menganalisis makna apa saja yang terkandun dalam keempat puisi tersebut kemudian menjelaskannya sesuai dengan pendekatan yang digunakan peneliti yaitu pendekatan mimetik pada keempat puisi tersebut. 

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna yang terkandung dalam puisi, serta membantu pembaca untuk menganalisis puisi dan memahami makna yang terkandung tanpa salah mengartikan makna. Penelitian ini juga memberikan motivasi kepada para pembaca dalam meningkatkan kemampuan menganalisis puisi. 

Pembaca pun dapat memahami makna puisinya dan mendapatkan nilai-nilai moral yang terkandung di dalamnya. Nilai-nilai yang positif dan bisa dijadikan contoh yang baik tersebut dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

Pada pendekatan mimetik ini puisi sebagai karya sastra tiruan dari kehidupan sehari-hari dan kesadaran pribadi seorang penyair. Kritik mimetik memandang karya sastra sebagai imitasi aspek-aspek alam, cerminan dunia dan kehidupan sehari-hari. Kriteria utama yang digunakan pada karya sastra adalah "realita/kenyataan" penggambaran terhadap objek yang digambarkan, atau yang akan digambarkan.

Secara Umum Pendekatan mimetik adalah pendekatan yang mendasarkan pada hubungan karya sastra dengan universe (semesta) atau lingkungan sosial-budaya yang melatarbelakangi lahirnya karya sastra. Pendekatan mimetik adalah metode kajian sastra yang menitik beratkan kajiannya terhadap hubungan antara karya sastra dengan realitas di luar karya sastra. Pendekatan yang memandang karya sastra sebagai tiruan dan kenyataan. Aristoteles berpendapat bahwa mimesis lebih dari sekedar imitasi. 

Bukan sekedar potret dan realitas, melainkan pengalaman kesadaran batin pribadi pengarang. Sebagai sebuah karya sastra, puisi dapat secara jujur menggambarkan realitas di luar diri manusia persi apa adanya. 

Jadi karya sastra seperti halnya puisi adalah cerminan dari realitas itu sendiri.  kritik mimetik (mimetic criticism) adalah kritik yang memandang karya karya sastra sebagai cerminan atau tiruan dari semua aspek alam, dunia dan kehidupan. Kriteria utama yang dikenakan pada karya sastra adalah "kebenaran" penggambaran terhadap objek yang digambarkan, atau apa yang seharusnya digambarkan.

Pendekatan mimetik merupakan suatu rekaan dari sebuah makna menjadi gambaran yang ada di alam sekitar. Penggambaran kata yang sebenarnya menjadi sesuatu yang bukan realita yang terbentuk dari kehidupan nyata. 

Dalam pendekatan mimetik, pengarang menggunakan kata-kata tiruan yang ada di sekitarnya untuk menganalogikan perasaan melalui ungkapan. Kata-kata itu bisa berupa kata benda atau apapun yang ada di sekitar pengarang. Tidak hanya sesuatu yang dekat saja, pendekatan mimetik ini dapat menggunakan kata yang berasal dari imajinasi pengarang. Peristiwa mimesis merupakan esensi sastra yang menghadirkan sebagian besar cerita tentang kehidupan, sementara itu realitas merupakan keadaan sosial masyarakat. Jadi ada faktor-faktor yang meniru kondisi sosial dunia nyata dalam karya sastra.

Puisi adalah ekspresi emosi yang terkandung dalam berbagai peristiwa yang dialami penyair. Beberapa penyajian disajikan dalam bentuk kata-kata dan makna tersembunyi, yang mengandung kata-kata estetis. Bagi sebagian penyair, puisi adalah cara untuk menyelesaikan konflik batin dan seringkali menjadi pelabuhan Ketika kata itu tidak ada artinya. Dalam puisi, penyair dapat mengekspresikan konflik batinnya secara bebas tanpa batasan.

Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis makna keempat puisi yang terdapat pada buku kumpulan puisi yang berjudul "Sesudah Zaman Tuhan" dan menyampaikan isi secara rinci puisi tersebut agar pembaca bisa mengetahui makna yang tersampaikan melalui adanya penelitian ini. Penelitian ini juga bermanfaat bagi pembaca  untuk lebih mengembangkan karya sastra berupa puisi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif yang mengkaji tentang isi dari makna puisi menggunakan pendekatan mimetik.

Analisis 4 puisi

Sampai Sini

Karya Fajar M. Fitrah

Sampai sini, akhirnya kau mengerti

Sebiru apapun langit, seluas mana

Pun laut, tak pernah memihak

Waktu tetap, serupa tiran tua

Tak memberi jeda untuk

sebentuk ketololan

Sampai sini, mesti kau menerima

Bahwa tuhan tak turut dalam

Kedunguan bumi

Ia menunggu kau melangkah atau

berdarah, sambil ditaburnya

sandi yang sulit kau cerna

:

Tak ada sia-sia, tak ada yang Cuma

(2020)

Makna pada puisi tersebut yaitu penyair menggambarkan bahwa perjuangan hidup tetap berjalan dan tidak akan ada habisnya. Seperti pada bait ke-2 "waktu tetap serupa tiran tua, tak memberi jeda untuk sebentuk ketololan", bait tersebut menggambarkan bahwa ketika kita berbuat tidak baik atau berbuat kebodohan maka waktu tersebut tidak akan menunggu kita untuk berubah menjadi pandai, harus berjuang untuk menjadi lebih baik lagi karena waktu tidak akan menunggu kita menjadi baik, waktu tetap berputar. 

Pada bait ke-3 "sampai sini, mesti kau menerima bahwa Tuhan tak turut dalam kedunguan bumi" bait tersebut menggambarkan bahwa tidak ada perbuatan buruk yang diinginkan oleh tuhan, perbuatan dungu tersebut muncul dari manusia itu sendiri sehingga manusia harus berintrospeksi diri agar bisa melangkah menjadi lebih baik, berjuang di jalan yang benar, seperti pada bait ke-4 "ia menunggu kau melangkah atau berdarah, sambil ditaburnya sandi yang sulit kau cerna". Ketika seseorang ada di jalan yang benar maka ia akan bisa membaca petunjuk yang diberikan oleh Tuhan walaupun secara bertahap dan perjuangan tersebut tidak akan sia-sia.

Tentang Jarak

Karya Budhi Setyawan

Bukankah jarak memberi ruang

dan kesempatan agar penempatan

kita seperti kata

keberadaannya terbaca

sebagai jalan menuju makna

(Bekasi, 26 April 2020)

Makna pada puisi tersebut yaitu penyair menggambarkan jarak antara penyair dengan seseorang agar mereka bertemu di waktu yang tepat, dan bersabar agar pada saat mereka bertemu nanti bisa mengartikan kehadiran mereka berdua dan mendapatkan kepastian untuk ke kehidupan yang bermakna indah.

Menulis Halusinasi

Karya Angga Wijaya

Terbangun di tengah malam, entah

oleh sebab apa.

Tak bisa tidur lagi, hingga matahari

hampir terbit.

Pandemi melahirkan kecemasan,

tergambar di mata memerah.

Kita tak bisa berharap banyak, tahun

kehancuran melanda dunia.

Hanya pada cinta aku percaya, itu pun

jika masih ada, seperti lagu sore ini.

Aku bersiap pergi kapan saja, bersama

mimpi-mimpi yang kian jauh.

Ada saatnya kita butuh ruang kosong,

untuk berpikir tentang banyak hal.

Kota semakin sepi, tak ada harapan lagi,

wabah penyakit membunuh banyak orang.

Saat semua begitu sulit, aku merindukan

ibu, dipelukannya aku merasa tenang.

Makna dari puisi tersebut yaitu, penyair menggambarkan kecemasannya terhadap pandemi ini. Di tengah malam ia terbangun karena overthinking pada pandemi ini. Ia memikirkan bagaimana kehidupan kedepannya sampai tidak bisa tidur lagi sampai pagi sehingga matanya memerah seperti pada larik "Terbangun di tengah malam, entah oleh sebab apa. Tak bisa tidur lagi, hingga matahari hampir terbit. 

Pandemi melahirkan kecemasan, tergambar di mata memerah" Penulis menggambarkan penggarapannya yang tidak banyak lagi karena pandemi membatasi kegiatan di luar, mengeluarkan pegawai, pembatasan jam kerja sebuah perusahaan, dan lain-lain. Hanya kepada Tuhan kita bisa berharap. Wabah pandemi ini membunuh banyak orang sehingga kota semakin sepi seperti pada larik "kota semakin sepi, tak ada harapan lagi, wabah penyakit membunuh banyak orang". Pada saat seperti ini pelukkan ibu memang sangat menenangkan dan sangat dirindukan seperti pada larik "saat semua begitu sulit, aku merindukan ibu, dipelukannya aku merasa tenang".

Pulang 

Maria Rosse Lewuk

Apakah kisahku hari ini

Pengembaraan kelam terlewati

Aku memenangkan tahun-tahun putus asa

Dan bulan-bulan yang resah

Jalan-jalan yang riuh penuh ocehan

Telah lengang dan sepi

Suara-suara dingin dan beku

Dan mata tak lagi nanar menatap

Sepanjang jalan kutanam harapan

Sambil membujuk malam lekas berlalu

Saat pagi melahirkan pulang

Kudekap matahari yang tersenyum

Di dada menjalar kehangatan

Langkah-langkah sibuk berayun

Perjalanan telah merayu untuk kembali

Sejauh mana pergi aku rindu pulang

Manokwari, 16 Mei 2020

Makna dari puisi tersebut yaitu penyair menggambarkan perjuangan hidupnya selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun yang sangat sulit dilewati bahkan banyak rintangannya tetapi berhasil ia lewati, seperti pada bait pertama "Apakah kisahku hari ini . pengembaraan kelam terlewati. Aku memenangkan tahun-tahun putus asa, dan bulan-bulan yang resah". Ia selalu pulang larut malam sehingga jalan pun sepi dan mata pun suda lelah menatap seperti pada bait kedua "Jalan-jalan yang riuh penuh ocehan . Telah lengang dan sepi. 

Suara-suara dingin dan beku , dan mata tak lagi nanar menatap". ia selalu berharap pada setiap langkahnya agar hari-harinya bisa dilewati dengan mudah seperti pada larik "sepanjang jalan kutanam harapan". Kesibukannya menjadikan ia merindukan pulang karena ingin mendapatkan kehangatan di rumahnya yang telah lama ia tinggalkan seperti pada bait keempat "Di dada menjalar kehangatan. Langkah-langkah sibuk berayun. Perjalanan telah merayu untuk kembali. Sejauh mana pergi aku rindu pulang"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun