Mohon tunggu...
evi wiwid
evi wiwid Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

hobi liburan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Waris Perdata: Menerima dan Menolak Warisan oleh Ahli Waris serta Akibatnya

10 Maret 2024   04:29 Diperbarui: 10 Maret 2024   07:01 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Si ahli waris berkewajiban membayar utang-utang dari si pewaris dan menanggung kewajiban lainnya hanya sebatas nilai harta warisan. Ini berarti bahwa harta kekayaan pribadi si ahli waris tidak dicampurkan dengan harta warisan. Dengan demikian, si ahli waris tidak menjadi debitur langsung bagi kreditur si pewaris. Kreditur tersebut hanya dapat menuntut pembayaran utang dari harta warisan yang diterima oleh ahli waris.

Selain itu, sebagai akibat dari menerima warisan secara bersyarat (benefisier), dapat terjadi subrogasi, yang diatur dalam Pasal 1402 sub 4 KUH Perdata. "Subrogatie terjadi demi undang-undang, untuk seorang ahli waris yang sedang menerima warisan dengan hak istimewa untuk mengadakan pencatatan tentang keadaan harta peninggalan telah dibayar utang-utang warisan dengan uangnya sendiri".

            Berdasarkan ketentuan tersebut, jika ahli waris membayar utang-utang si pewaris kepada kreditur, maka ahli waris tersebut akan menggantikan sebanyak kreditur dari si peninggal warisan. Dengan kata lain, ahli waris mengambil alih tanggung jawab atas pembayaran utang-utang tersebut. Meskipun menerima warisan secara bersyarat, ahli waris tetap dianggap sebagai ahli waris dan memiliki kewajiban untuk mengurus pembayaran utang-utang yang diwariskan oleh pewaris. Selain itu, ahli waris juga bertanggung jawab untuk menyerahkan barang-barang yang secara legal diwariskan kepada pihak-pihak tertentu sesuai dengan kehendak pewaris. Dengan demikian, penerimaan warisan secara bersyarat tidak mengubah status ahli waris, namun hanya mempengaruhi tanggung jawab dan kewajibannya terkait dengan harta warisan.

  • Menolak Warisan

            Ketentuan hukum waris dalam KUH Perdata memberikan kebebasan kepada ahli waris untuk menentukan sikap mereka terhadap warisan yang terbuka. Ahli waris secara otomatis menggantikan kedudukan pewaris dalam semua hak dan kewajiban. Salah satu pilihan yang dapat diambil oleh ahli waris adalah menolak warisan, yang pada dasarnya berarti menolak untuk menjadi ahli waris. Namun, penolakan warisan hanya mungkin dilakukan setelah warisan tersebut terbuka. Ada berbagai alasan yang dapat mendasari keputusan seseorang untuk menolak warisan, seperti keinginan untuk membebaskan diri dari utang-utang yang diwariskan oleh pewaris, atau untuk memberikan keuntungan bagi ahli waris lain yang berikutnya. Meskipun demikian, penolakan warisan juga dapat dipicu oleh alasan-alasan emosional, seperti rasa benci terhadap pewaris.

            Menurut Pasal 1057 KUH Perdata, penolakan warisan harus dilakukan dengan cara memberikan keterangan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri tempat pewaris meninggal dunia. Hal ini bertujuan agar penolakan warisan dapat tercatat secara resmi dan dapat menjadi bukti yang jelas bagi pihak ketiga, seperti kreditur atau pihak yang terpiutang. Meskipun undang-undang hanya membahas penolakan warisan oleh ahli waris, legataris juga memiliki hak untuk menolak warisan. Namun, penolakan oleh legataris seringkali dilakukan secara informal dan tidak resmi. Dalam hal ini, legataris menunjukkan kehendaknya kepada ahli waris lain. Jika ahli waris yang menolak warisan terpaksa menghadapi biaya-biaya seperti biaya penguburan, maka biaya-biaya tersebut dapat diperhitungkan bagi ahli waris yang menerima warisan. Ini menunjukkan bahwa penolakan warisan tidak selalu bersifat mutlak dan dapat memperhitungkan kebutuhan praktis yang timbul seiring dengan penolakan tersebut.

  • Akibat Menolak Warisan

            Apabila seorang ahli waris telah menyatakan menolak warisan dari pewaris, hal ini memiliki beberapa akibat yang diatur dalam Pasal 1058, 1059, dan Pasal 1060 KUH Perdata. Pasal 1058 KUH Perdata menyatakan bahwa orang yang telah menolak warisan dianggap tidak pernah menjadi ahli waris. Dengan kata lain, orang yang menolak warisan tersebut tidak lagi memiliki hak untuk mewarisi harta warisan tersebut dan tidak berhak atas hasil warisan sejak penolakan tersebut dinyatakan. Dalam hal seorang ahli waris menolak warisan, bagian warisan yang ditolak akan jatuh kembali ke dalam boedel warisan, dan akan dibagikan kepada ahli waris lain yang menerima warisan secara penambahan atau a, sesuai dengan Pasal 1002 KUH Perdata.

            Jika hanya seorang ahli waris dalam golongan yang menolak warisan, maka warisan tersebut akan diterima oleh ahli waris lain dalam golongan tersebut. Misalnya, jika seorang anak dan cucu menolak warisan, maka warisan akan diterima oleh saudara sekandung atau ahli waris lainnya dalam golongan tersebut. Jika tidak ada lagi ahli waris yang berhak atas warisan sesuai dengan yang ditentukan oleh undang-undang, maka seluruh harta warisan tersebut akan jatuh dan menjadi milik Negara, sesuai dengan Pasal 832 ayat (2) KUH Perdata.

            Pasal 1059 KUH Perdata menyatakan bahwa bagian warisan dari orang yang menolak warisan tersebut akan jatuh pada seorang yang akan menjadi ahli warisnya, jika orang yang menolak warisan tersebut tidak hidup pada saat kematian pewaris. Pasal 1060 KUH Perdata menegaskan bahwa orang yang telah menolak warisan tidak dapat diwakili melalui penggantian tempat. Hal ini berarti bahwa jika seorang ahli waris satu-satunya dalam derajatnya menolak warisan, maka bagian yang seharusnya ia terima tidak dapat diberikan kepada anak-anaknya untuk bagian yang sama. Dengan demikian, penolakan warisan memiliki konsekuensi yang signifikan terhadap perolehan hak waris seseorang, dan hal ini diatur dengan jelas dalam KUH Perdata.

  • Pembatalan oleh Kreditur Si Penolak Warisan

            Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali terjadi bahwa seorang ahli waris yang seharusnya menerima warisan memiliki banyak utang. Karena alasan ini, ia memutuskan untuk menolak warisan yang sebenarnya bernilai baik yang jatuh padanya, dengan asumsi bahwa warisan tersebut akan digunakan untuk membayar utang-utangnya. Namun, penolakan warisan ini tidak hanya merugikan ahli waris yang bersangkutan, tetapi juga secara tidak langsung dapat merugikan para krediturnya. Untuk melindungi kepentingan para kreditur dari ahli waris yang menolak warisan tersebut, KUH Perdata memberikan hak kepada para kreditur untuk membatalkan penolakan warisan yang telah dinyatakan oleh ahli waris.

            Pasal 1061 KUH Perdata memberikan kreditur dari ahli waris yang menolak warisan kekuasaan untuk menerima warisan atas nama dan untuk menggantikan si ahli waris. Ini berarti bahwa kreditur dapat membatalkan penolakan warisan dan menerima warisan itu sebagai gantinya, sejauh hal itu menguntungkan kreditur dan hanya sampai sejumlah utangnya. Namun, ahli waris yang telah menolak warisan tidak akan mendapat manfaat apa pun dari pembatalan penolakan tersebut. Jika permohonan kreditur dikabulkan oleh hakim, kreditur dapat menagih utangnya dari ahli waris dengan mengambil barang-barang warisan sebanyak yang diperlukan untuk melunasi utang tersebut. Hal ini hanya mungkin dilakukan jika ahli waris masih memiliki utang yang melebihi nilai harta warisan yang diterimanya, sehingga ia memutuskan untuk menolak warisan yang bernilai baik.

            Namun, pembatalan penolakan warisan hanya dapat dilakukan jika ahli waris masih memiliki banyak utang dari pada harta warisan yang diterimanya. Oleh karena itu, apabila ahli waris telah menyatakan menolak warisan dan tidak memiliki utang yang cukup besar untuk menghapus haknya untuk menolak warisan, kreditur tidak berhak membatalkan penolakan tersebut. Selain itu, jika seorang ahli waris yang telah menolak warisan kemudian menghilangkan atau menyembunyikan barang-barang warisan, hal ini dapat dianggap sebagai menerima warisan secara murni. Sebagai hukuman, ahli waris tersebut akan kehilangan haknya terhadap barang-barang warisan yang disembunyikan. Oleh karena itu, menyembunyikan atau menghilangkan barang-barang warisan dapat mengakibatkan kerugian bagi ahli waris tersebut, dan ia akan diwajibkan untuk mengganti kerugian akibat perbuatannya tersebut.

  • Pemulihan Terhadap Penolakan Warisan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun