Mohon tunggu...
evi wiwid
evi wiwid Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

hobi liburan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Waris Perdata: Menerima dan Menolak Warisan oleh Ahli Waris serta Akibatnya

10 Maret 2024   04:29 Diperbarui: 10 Maret 2024   07:01 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Abstract: 

Hukum waris dan hukum perkawinan, merupakan dua hal yang tidak dapat diabaikan. Harta perkawinan tidak dapat dipisahkan dari hukum waris. Oleh karena itu untuk membicarakan hukum waris sama dengan membicarakn hukum perkawinan. Adapun yang dimaksud dengan hukum waris adalah "kumpulan peraturan peraturan yang mengatur hukum mengenai kekayaan karena matinya seseorang, yaitu mengenai kekayaan yang ditinggalkan oleh yang meninggal dan akibatnya dari pemindahaan itu bagi orang orang yang memperolehnya, baik dalam hubungan antara mereka dengan pihak ketiga". 

Maksud kekayaan dalam pewarisan adalah sama hak dan kewajiban baik mengenai aktif maupun pasif yang dimiliki si yang meninggal pada saat terakhir. Pada dasarnya "tiap orang, meskipun seorang bagi yang baru lahir adalah cukup untuk mewarisi, hanya oleh undang-undang telah ditetapkan ada orang orang yang karana perbuatannya, tidak patut (on undering) menerima warisan (Pasal 838). Warisan ini sering disebut budel pengoperan atau peralihan harta seseorang yang meninggal dapat dilakukan dengan cara pewarisan, akan tetapi pewarisan dapat juga menentukan, apa yang terjadi dengan kekayaan sesudah meninggal, penentuan ini dapat dilakukan dengan wasiat".

Keywords: hukum; waris; menerima; menolak.

Introduction

Buku ini membahas mengenai hukum waris perdata terkait dengan proses menerima dan menolak warisan oleh ahli waris serta akibat hukumnya. Penulis, Dra. Hj. Irma Fatmawati, S.H., M.Hum., memberikan pemahaman yang mendalam mengenai prosedur hukum dan konsekuensi yang terkait dengan tindakan menerima atau menolak warisan. Melalui penelitian yang komprehensif, buku ini menguraikan berbagai aspek yang relevan, termasuk hak dan kewajiban ahli waris, syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam menerima atau menolak warisan, serta implikasi hukum dari keputusan tersebut. Dengan bahasa yang jelas dan sistematis, buku ini merupakan sumber rujukan yang berharga bagi praktisi hukum, akademisi, dan masyarakat umum yang tertarik dalam bidang hukum waris perdata.

Result and Discussion

Tinjauan Hukum Mengenai Pewarisan

Pengertian, Cara Mendapatkan, Syarat, Keutamaan dan Pihak yang tidak pantas menjadi ahli waris

  • Pengertian

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, diatur dengan jelas bahwa ahli waris memiliki hak untuk memutuskan apakah mereka akan menerima atau menolak warisan yang terbuka. Mereka tidak dapat dipaksa untuk menerima warisan, dan diberikan kebebasan untuk memikirkan pilihan mereka.

Perkembangan hukum juga menunjukkan keterkaitan antara hukum perkawinan dan hukum waris, terutama terkait dengan harta benda perkawinan yang dapat memengaruhi harta peninggalan. Beberapa pasal dalam Kitab Undang-Undang Perdata telah dimasukkan ke dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, yang mengindikasikan adanya perkembangan hukum dalam ranah hukum keluarga.

Dalam konsepsi secara singkat antara lainsebagai berikut.

  • Pengertian dari penerimaan  warisan adalah "mendapat memperoleh sesuatu harta peninggalan yang berupa barang-barang atau utang dari orang yang meninggal yang seluruhnya atau sebagian ditinggalkan/diberikan kepada para ahli waris atau orang orang yang telah ditetapkan, menurut surat wasiat" (C.S.T. Simorangkir, 1987:186)
  • Pengertian menolak warisan adalah " menyorong, mendorong sesuatu harta peninggalan yang berupa barang barang atau utang dari orang yang meninggal yang seluruhnya atau sebagian ditinggalkan/diberikan kepada para ahli waris dengan kata lain tidak menerima".
  • Pengertian ahli waris adalah " orang yang berhak menerima harta peninggalan atau harta pusaka seorang yang meninggal dengan kata lain orang yang berhak mewarisi".
  • Pengertian menurut hukum adalah "mengikuti peraturan peraturan yang bersifat memaksa yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat, yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan"
  • Pengertian perdata adalah sipil, perorangan dengan kata lain menitik beratkan kepada kepentingan perseorangan

Banyak dari pihak yang berhak atas warisan, baik disadari maupun tanpa disadari, sering kali secara alamiah menunjukkan kecenderungan untuk menerima warisan secara tulus. Ini dapat tercermin dalam sikap dan perilaku mereka, seperti melakukan tindakan yang menunjukkan kesiapan untuk mengelola harta warisan, atau bahkan secara langsung menyatakan keinginan untuk menerima bagian mereka dari warisan. Hal ini dapat dipandang sebagai respons alami dari ahli waris terhadap warisan yang mereka miliki, walaupun dalam beberapa kasus mereka mungkin perlu secara resmi menyatakan pilihan mereka secara hukum.

  • Biasanya, orang yang berhak atas warisan menyadari bahwa warisan tersebut memiliki nilai yang menguntungkan. Oleh karena itu, kebanyakan dari mereka tidak akan menolak warisan atau menerima warisan dengan syarat tertentu (beneficium), melainkan akan menyatakan menerima warisan secara tulus (adici). Ini karena mereka menyadari bahwa warisan tersebut dapat memberikan manfaat dan keuntungan bagi mereka, sehingga mereka memilih untuk menerima warisan secara utuh dan tidak membatasi hak mereka terhadap harta warisan tersebut.
  • Bagi setiap individu yang berhak atas warisan, jika mereka tidak didesak oleh kreditur untuk membuat keputusan, mereka memiliki waktu hingga tiga puluh tahun, sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1055 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Ini berarti mereka memiliki waktu yang cukup panjang untuk memutuskan sikap mereka terhadap warisan yang mereka terima. Dalam periode tersebut, mereka dapat mempertimbangkan dengan matang semua aspek dan konsekuensi dari menerima atau menolak warisan tersebut sebelum akhirnya membuat keputusan yang tepat.
  • Bagi individu yang berhak atas warisan dan memilih untuk menolaknya, hal tersebut dapat membuka peluang bagi pihak lain atau ahli waris lainnya untuk memanfaatkan warisan yang terbuka tersebut. Dengan adanya penolakan tersebut, bagian warisan yang seharusnya diterima oleh individu tersebut menjadi tersedia bagi pihak lain untuk dibagikan sesuai dengan aturan warisan yang berlaku. Ini berarti bahwa ahli waris lainnya memiliki kesempatan untuk memperoleh bagian yang lebih besar dari warisan tersebut, tergantung pada pembagian yang ditetapkan oleh hukum waris yang berlaku.

Situasi di mana seseorang meninggal dunia dengan meninggalkan banyak harta dan utang-utang dapat menimbulkan masalah bagi ahli waris, terutama jika total utang lebih besar dari jumlah harta yang ditinggalkan oleh si pewaris. Hal ini akan menjadi beban bagi ahli waris yang bertanggung jawab untuk melunasi atau membayar utang-utang tersebut, dan dapat menjadi lebih sulit jika ahli waris tersebut hidup dalam keadaan kekurangan.

Biasanya, ahli waris, terutama keturunan langsung si pewaris, berharap untuk segera mendapatkan bagian dari harta peninggalan. Mereka mungkin menganggap bahwa karena adanya ketentuan hukum, harta peninggalan akan otomatis beralih kepada mereka yang menerima secara tulus. Oleh karena itu, penolakan atas warisan dalam praktiknya jarang dilakukan oleh ahli waris.

Namun, dalam situasi di mana harta peninggalan tidak mencukupi untuk membayar semua utang-utang yang ditinggalkan oleh si pewaris, ahli waris mungkin terpaksa mencari solusi untuk menyelesaikan masalah tersebut. Ini bisa melibatkan negosiasi dengan kreditur atau pengadilan untuk menentukan pembagian yang adil dari harta peninggalan. Dalam beberapa kasus, ahli waris mungkin juga harus mempertimbangkan opsi untuk menolak warisan jika utang-utang yang terlalu besar melebihi nilai harta peninggalan.

Ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memberikan hak kebebasan kepada orang yang menjadi ahli waris untuk menentukan sikap mereka terhadap warisan yang terbuka bagi mereka. Seorang ahli waris dapat memilih untuk menerima warisan secara tulus (menerima murni), menerima dengan syarat tertentu (benefiser), atau menolak warisan. Pilihan tersebut harus dinyatakan secara jelas, kecuali dalam kasus penerimaan murni di mana tindakan-tindakan yang menunjukkan niat untuk menerima warisan juga dapat dianggap sebagai penyataan penerimaan.

Konsekuensi bagi ahli waris yang menerima warisan secara murni adalah mereka akan menerima seluruh aktiva dan pasiva dari warisan tersebut. Ini berarti mereka akan bertanggung jawab untuk membayar semua utang-utang yang ditinggalkan oleh pewaris. Harta pribadi mereka juga akan bercampur dengan harta warisan yang mereka terima. Sementara itu, bagi ahli waris yang menerima dengan syarat (benefiser), mereka hanya akan menerima aktiva dari warisan tersebut, dan mereka hanya bertanggung jawab untuk membayar utang-utang sejauh nilai aktiva yang mereka terima. Harta pribadi mereka akan tetap terpisah dari harta warisan. Sementara bagi yang menolak warisan, dianggap tidak pernah menjadi ahli waris dan tidak akan memiliki klaim atas warisan tersebut.

Penolakan warisan dapat dilakukan kembali atau dipulihkan menurut ketentuan Pasal 1056 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Ini berarti bahwa seorang ahli waris yang telah awalnya menolak warisan dapat memutuskan untuk menerima bagian warisan mereka kembali, selama warisan tersebut belum diterima oleh ahli waris lain yang ditunjuk oleh undang-undang atau wasiat. Selain itu, Pasal 1056 juga menyatakan bahwa penolakan warisan dapat dibatalkan oleh kreditur si pewaris, asalkan pembatalan tersebut tidak merugikan pihak lain. Pemulihan warisan dapat dilakukan sejauh diperlukan, baik untuk mengatasi kerugian yang ditimbulkan oleh penolakan tersebut maupun untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang terlibat. Dengan demikian, proses penolakan warisan tidak bersifat mutlak dan dapat diperbaiki jika terdapat kebutuhan atau perubahan dalam situasi ahli waris tersebut.

Dengan demikian, warisan dapat dipahami sebagai harta kekayaan yang ditinggalkan oleh seseorang yang telah meninggal dunia, yang kemudian beralih kepada orang lain yang masih hidup. Harta warisan meliputi benda-benda konkret dan abstrak, termasuk hak-hak (aktiva) dan kewajiban-kewajiban (pasiva).

Hak-hak dalam warisan mencakup wewenang yang dimiliki oleh si pewaris terkait dengan harta kekayaan yang ditinggalkannya, seperti hak untuk menagih piutang atau hak milik atas tanah dan properti lainnya. Sedangkan kewajiban-kewajiban meliputi pembayaran utang-utang si pewaris dan pengembalian barang-barang yang dipinjam selama hidupnya, serta kewajiban lainnya.

Namun, ada beberapa hal yang tidak termasuk dalam warisan, seperti hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang sangat terkait dengan pribadi si pewaris, seperti hak-hak yang timbul dari hubungan kerja, asuransi untuk diri sendiri, dan hak-hak keluarga yang tidak dapat diwarisi. Misalnya, status hukum yang timbul dari perkawinan, kekuasaan orang tua, atau perwalian tidak termasuk dalam warisan.

Namun, terdapat pengecualian tertentu dalam hal hak-hak kekeluargaan, seperti yang diatur dalam Pasal 257 KUH Perdata. Dalam kasus ini, tuntutan yang diajukan oleh suami dapat gugur jika ahli waris lain tidak melanjutkan tuntutan tersebut dalam waktu dua bulan setelah meninggalnya suami. Namun, hal ini tidak berarti bahwa hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang diatur dalam pasal tersebut menjadi bagian dari warisan secara otomatis. Pengecualian ini hanya berlaku dalam batasan yang diatur oleh hukum waris, dan hak-hak tersebut tidak termasuk dalam perhitungan pembagian warisan kepada ahli waris lainnya.

  • Cara mendapatkan warisan

Menurut Undang-undang (Ab Intestato) dalam hal mewarisi dapat membedakan antara orang-orang yang mewarisi yaitu antara lain sebagai berikut.

  • Mewarisi Untuk Diri Sendiri (Uit Eigen Hoofde) Jika seorang dikatakan mewarisi untuk diri sendiri adalah "orang yang mendapat warisan itu berdasarkan kedudukannya sendiri terhadap si meninggal, bahwa orang yang mendapat warisan tersebut masih hidup pada saat warisan terbuka, akan tetapi walaupun ahli waris tersebut, masih hidup jika dilihat dalam ketentuan undang-undang, maka ada kemungkinan bahwa ia tidak mendapat apa yang menjadi bagiannya dalam warisan adalah anaknya".
  • Dalam mewarisi dengan penggantian tempat dapat dilihat dalam Pasal 841 KUH Perdata, yang ditegaskan sebagai berikut. "Penggantian memberikan hak kepada seorang yang mengganti. untuk bertindak sebagai pengganti dalam derajat dan dalam segala hak orang yang diganti" (R. Subekti, 1982: 209)
  • Syarat-syarat pewarisan

Dua syarat yang wajib dipenuhi agar terjadi pemindahan harta kekayaan untuk memperoleh warisan dari si pewaris kepada ahli waris adalah sebagai berikut:

  • Si pewaris harus telah meninggal dunia: Syarat pertama adalah bahwa si pewaris harus telah meninggal dunia agar warisan dapat dipindahkan kepada ahli waris. Pemindahan harta kekayaan hanya terjadi setelah kepergian si pewaris. (Pasal 830 KUH Perdata)
  • 2. Bahwa seorang harus telah lahir, pada saat pewaris meninggal dunia (Pasal 836 dan Pasal 899 KUH Perdata)

Dengan memenuhi kedua syarat ini, pemindahan harta kekayaan dari si pewaris kepada ahli waris dapat terjadi secara sah dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

  • Pihak-pihak keutamaan dalam pewarisan
  • Pewaris adalah orang yang meninggal dan meninggalkan kekayaan
  • Ahli waris adalah orang-orang yang berhak menurut undangdang maupun surat wasiat atau testament untuk menduduki tempat pihak yang menerima warisan dari si pewaris
  • Dianggap Tidak Pantas Menjadi Ahli Waris

Hal pewarisan yang berdasarkan undang-undang (ab intestata) disebutkan siapa-siapa yang dianggap tidak pantas menjadi ahli waris, ditentukan pada Pasal 838 KUH Perdata, sedangkan pewarisan berdasarkan wasiat atau testament ditentukan dalam Pasal 912 KUH Perdata Seorang dianggap tidak pantas menjadi ahli waris, menurut "surat wasiat atau testament, yaitu:

  • Apabila ia telah dihukum oleh hakim, karena membunuh pewaris

2. Apabila ia dengan paksaan menghalang-halangi si pewaris akan membuat, mengubah atau mencabut wasiat atan testament.

3. Apabila ia menghilangkan, membinasakan atau memalsukan testament dari si peninggal warisan (Pasal 912 KUH Perdata).

HAK UNTUK BERFIKIR BAGI AHLI WARIS SEBELUM MENERIMA DAN MENOLAK WARISAN

Tujuan berfikir diberikan kepada ahli waris dan kedudukannya

  • Tujuan Berfikir Diberikan kepada Ahli Waris

            Dalam menentukan sikap terkait dengan warisan yang terbuka, ahli waris diberi kesempatan untuk berfikir dengan tujuan menyelidiki manakah yang lebih menguntungkan bagi mereka. Ini terjadi terutama jika ada desakan dari ahli waris lain. Namun, dalam praktiknya, kebanyakan ahli waris cenderung untuk menerima warisan secara utuh, karena pada umumnya warisan memiliki nilai yang menguntungkan bagi mereka. Meskipun ahli waris memiliki hak untuk memilih antara menerima warisan secara murni, menerima dengan syarat (benefisier), atau menolak warisan, keputusan tersebut seringkali tidak mudah bagi mereka. Oleh karena itu, kreditur yang memiliki piutang terhadap si pewaris juga penting untuk mengetahui siapa yang berhak untuk menolak warisan, karena hal tersebut akan mempengaruhi pelunasan piutang mereka.

            Dalam kasus harta peninggalan yang besar, ahli waris mungkin memerlukan waktu untuk mempelajari secara menyeluruh isi dari warisan tersebut. Namun, kreditur tidak boleh menjadi korban jika ahli waris terus ragu-ragu dalam menentukan pilihannya. Undang-undang mengatur dengan tegas bahwa kreditur dapat memaksa ahli waris untuk membuat keputusan, dan penolakan warisan dapat dibatalkan jika merugikan diri. Dengan adanya hak berfikir yang diberikan kepada ahli waris, mereka diberikan waktu untuk mempertimbangkan dengan matang sebelum membuat keputusan akhir. Selama mereka masih dalam masa berfikir, mereka tidak dapat dipaksa untuk membuat keputusan, sesuai dengan ketentuan Pasal 1025 KUH Perdata.

  • Kedudukan Ahli Waris yang Sedang Berfikir dan Akibatnya

            Hak berfikir yang diberikan kepada ahli waris untuk menentukan sikapnya terhadap warisan tergantung pada desakan dari kreditur atau ahli waris lainnya. Jika tidak ada desakan, ahli waris dapat mengambil waktu untuk mempertimbangkan pilihan mereka. Untuk melakukan hal ini, ahli waris harus membuat pernyataan di pengadilan agar dicatat dalam daftar, seperti yang diatur dalam Pasal 1023 KUH Perdata. Mereka diberi jangka waktu empat bulan untuk berfikir, yang dapat diperpanjang oleh pengadilan jika diperlukan (Pasal 1024 KUH Perdata). Selama masa berfikir ini, ahli waris tidak dapat dipaksa untuk membuat keputusan dan tidak akan ada putusan hakim yang dikeluarkan terkait pembagian warisan. Namun, ahli waris yang memilih untuk berfikir harus segera menyelesaikan urusan terkait dengan harta warisan, seperti yang diatur dalam Pasal 1033 KUH Perdata.

            Ahli waris yang berfikir dapat meminta izin dari hakim untuk menjual barang-barang yang tidak perlu atau melakukan tindakan lain yang mendesak. Namun, tindakan tersebut tidak boleh diartikan sebagai penerimaan warisan secara utuh. Jika ahli waris yang lain menerima warisan dengan syarat (benefisier), penyelesaian sementara penerimaan tersebut akan ditangguhkan (Harsono Soejopratikjo, 1982:67). Penggunaan hak berfikir oleh ahli waris dapat menciptakan ketidakpastian dalam pembagian warisan, karena belum jelas siapa yang akan menggantikan pewaris dalam hak dan kewajibannya. Namun, jika tenggang waktu untuk berfikir telah berakhir, ahli waris dapat dipaksa untuk membuat keputusan terkait penerimaan warisan, sesuai dengan Pasal 10433 KUH Perdata. Dengan demikian, hak berfikir adalah hak mutlak bagi ahli waris, dan mereka tidak boleh dihalangi untuk menggunakannya. Karena pemilihan salah satu dari tiga sikap terhadap warisan dapat berdampak besar, KUH Perdata memberikan kesempatan kepada mereka untuk mempertimbangkan pilihannya sebelum membuat keputusan yang definitif.

MENERIMA DAN MENOLAK WARISAN OLEH AHLI WARIS SERTA AKIBATNYA MENURUT HUKUM PERDATA

Menerima Warisan, Akibat Menerima Secara Murni, Menerima Dengan Bersyarat Dan Akibatnya, Menolak Dan Akibat Penolakan,Pembatalan Oleh Kreditur Si Penolak Warisan, Pemulihan Terhadap Penolakan Warisan

  • Menerima Warisan
  • Menerima Warisan Secara Murni Mengenai menerima warisan secara murni menurut ketentuan "Pasal 1408 KUH Perdata" dapat terjadi:
  • Secara tegas
  • Secara diam-diam
  • Akibat Menerima Warisan Secara murni

            Dalam konteks untuk memahami konsekuensi dari menerima warisan secara utuh, perlu diingat kembali bahwa menurut ketentuan hukum waris dalam KUH Perdata, warisan tidak hanya terdiri dari aset-aset yang menguntungkan, tetapi juga mencakup semua utang-utang yang masih harus dibayar oleh pewaris. Jika seorang ahli waris memilih untuk menerima warisan secara penuh, ini berarti bahwa harta bersama antara pewaris dan ahli waris menjadi bercampur, dan ahli waris menjadi bertanggung jawab atas pembayaran utang-utang tersebut dari harta pribadinya.

            Sebagai contoh, jika seseorang sebagai ahli waris menerima warisan berupa tanah dan rumah senilai dua juta rupiah, namun si pewaris memiliki utang sebesar lima belas juta rupiah yang belum dilunasi, maka ahli waris harus menggunakan kekayaannya sendiri untuk melunasi utang tersebut jika ia memutuskan untuk menerima warisan secara utuh. Jika nilai aset warisan melebihi total utang pewaris, maka ahli waris akan mendapatkan keuntungan dari menerima warisan secara penuh. Namun, jika utang-utang melebihi nilai aset yang diterima oleh ahli waris, maka menerima warisan secara penuh akan mengakibatkan kerugian bagi ahli waris, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam KUH Perdata.

  • Menerima Warisan Dengan bersyarat(Benefisier)

            Sifat utama dari menerima warisan dengan syarat adalah bahwa tidak ada pencampuran antara harta warisan dan kekayaan pribadi ahli waris. Ini berarti bahwa utang-utang yang dimiliki oleh si pewaris tidak akan ditransfer kepada ahli waris, melainkan hanya akan dibayarkan dari harta yang ditinggalkan oleh si pewaris. Jika utang-utang tersebut melebihi nilai aset warisan, maka tidak akan ada harta warisan yang tersisa bagi ahli waris. Namun, jika utang-utangnya tidak melebihi nilai aset warisan, maka sisanya bisa diambil oleh ahli waris. Meskipun formalitas hukum memungkinkan menerima warisan dengan syarat, dalam praktiknya tidak banyak yang melakukannya, karena terlihat sebagai tindakan yang hanya menguntungkan diri sendiri. Dengan memilih opsi ini, ahli waris melepaskan tanggung jawab pribadi terhadap kewajiban yang mungkin muncul di masa depan.

            Untuk menerima warisan dengan syarat, ahli waris harus memberikan pernyataan resmi di Pengadilan Negeri, seperti yang diatur dalam KUH Perdata. Peraturan ini memungkinkan ahli waris untuk memberikan pernyataan ini setelah atau tanpa menggunakan hak berfikir selama periode tertentu. Namun, perincian tentang pembagian barang-barang warisan tidak diatur secara spesifik dalam KUH Perdata. Oleh karena itu, perincian tersebut biasanya disusun dalam sebuah akta notaris. Ahli waris yang telah menerima warisan dengan syarat dapat dianggap telah menerima warisan secara penuh jika mereka dengan sengaja atau dengan niat buruk tidak memuaskan proses inventarisasi atau mencoba untuk menyembunyikan beberapa barang warisan.

            Penentuan sikap terhadap warisan adalah hak eksklusif ahli waris, tetapi ada ketentuan yang perlu diperhatikan, seperti Pasal 1050 ayat (2) KUH Perdata, yang mengatakan bahwa jika ahli waris memiliki pendapat yang berbeda mengenai cara menerima warisan, maka warisan dianggap diterima secara penuh. Dalam menerima warisan dengan syarat, ahli waris memiliki kewajiban tertentu, termasuk mengurus warisan dengan baik dan bertanggung jawab kepada para kreditor dan penerima hibah. Mereka juga diwajibkan untuk membayar utang-utang dan legat (warisan) dari harta warisan. Jika ahli waris tidak memenuhi kewajibannya, mereka dapat dikenakan sanksi, termasuk membayar utang dari kekayaan pribadi mereka sendiri. Biaya-biaya terkait dengan pengelolaan warisan harus dibayar dari harta warisan sebelum pembayaran utang dan penyerahan legat.

  • Akibat Menerima Secara Bersyarat (benefisier)

            Akibat dari menerima warisan secara bersyarat (benefisier) sesuai dengan Pasal 1032 KUH Perdata adalah sebagai berikut:

Si ahli waris berkewajiban membayar utang-utang dari si pewaris dan menanggung kewajiban lainnya hanya sebatas nilai harta warisan. Ini berarti bahwa harta kekayaan pribadi si ahli waris tidak dicampurkan dengan harta warisan. Dengan demikian, si ahli waris tidak menjadi debitur langsung bagi kreditur si pewaris. Kreditur tersebut hanya dapat menuntut pembayaran utang dari harta warisan yang diterima oleh ahli waris.

Selain itu, sebagai akibat dari menerima warisan secara bersyarat (benefisier), dapat terjadi subrogasi, yang diatur dalam Pasal 1402 sub 4 KUH Perdata. "Subrogatie terjadi demi undang-undang, untuk seorang ahli waris yang sedang menerima warisan dengan hak istimewa untuk mengadakan pencatatan tentang keadaan harta peninggalan telah dibayar utang-utang warisan dengan uangnya sendiri".

            Berdasarkan ketentuan tersebut, jika ahli waris membayar utang-utang si pewaris kepada kreditur, maka ahli waris tersebut akan menggantikan sebanyak kreditur dari si peninggal warisan. Dengan kata lain, ahli waris mengambil alih tanggung jawab atas pembayaran utang-utang tersebut. Meskipun menerima warisan secara bersyarat, ahli waris tetap dianggap sebagai ahli waris dan memiliki kewajiban untuk mengurus pembayaran utang-utang yang diwariskan oleh pewaris. Selain itu, ahli waris juga bertanggung jawab untuk menyerahkan barang-barang yang secara legal diwariskan kepada pihak-pihak tertentu sesuai dengan kehendak pewaris. Dengan demikian, penerimaan warisan secara bersyarat tidak mengubah status ahli waris, namun hanya mempengaruhi tanggung jawab dan kewajibannya terkait dengan harta warisan.

  • Menolak Warisan

            Ketentuan hukum waris dalam KUH Perdata memberikan kebebasan kepada ahli waris untuk menentukan sikap mereka terhadap warisan yang terbuka. Ahli waris secara otomatis menggantikan kedudukan pewaris dalam semua hak dan kewajiban. Salah satu pilihan yang dapat diambil oleh ahli waris adalah menolak warisan, yang pada dasarnya berarti menolak untuk menjadi ahli waris. Namun, penolakan warisan hanya mungkin dilakukan setelah warisan tersebut terbuka. Ada berbagai alasan yang dapat mendasari keputusan seseorang untuk menolak warisan, seperti keinginan untuk membebaskan diri dari utang-utang yang diwariskan oleh pewaris, atau untuk memberikan keuntungan bagi ahli waris lain yang berikutnya. Meskipun demikian, penolakan warisan juga dapat dipicu oleh alasan-alasan emosional, seperti rasa benci terhadap pewaris.

            Menurut Pasal 1057 KUH Perdata, penolakan warisan harus dilakukan dengan cara memberikan keterangan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri tempat pewaris meninggal dunia. Hal ini bertujuan agar penolakan warisan dapat tercatat secara resmi dan dapat menjadi bukti yang jelas bagi pihak ketiga, seperti kreditur atau pihak yang terpiutang. Meskipun undang-undang hanya membahas penolakan warisan oleh ahli waris, legataris juga memiliki hak untuk menolak warisan. Namun, penolakan oleh legataris seringkali dilakukan secara informal dan tidak resmi. Dalam hal ini, legataris menunjukkan kehendaknya kepada ahli waris lain. Jika ahli waris yang menolak warisan terpaksa menghadapi biaya-biaya seperti biaya penguburan, maka biaya-biaya tersebut dapat diperhitungkan bagi ahli waris yang menerima warisan. Ini menunjukkan bahwa penolakan warisan tidak selalu bersifat mutlak dan dapat memperhitungkan kebutuhan praktis yang timbul seiring dengan penolakan tersebut.

  • Akibat Menolak Warisan

            Apabila seorang ahli waris telah menyatakan menolak warisan dari pewaris, hal ini memiliki beberapa akibat yang diatur dalam Pasal 1058, 1059, dan Pasal 1060 KUH Perdata. Pasal 1058 KUH Perdata menyatakan bahwa orang yang telah menolak warisan dianggap tidak pernah menjadi ahli waris. Dengan kata lain, orang yang menolak warisan tersebut tidak lagi memiliki hak untuk mewarisi harta warisan tersebut dan tidak berhak atas hasil warisan sejak penolakan tersebut dinyatakan. Dalam hal seorang ahli waris menolak warisan, bagian warisan yang ditolak akan jatuh kembali ke dalam boedel warisan, dan akan dibagikan kepada ahli waris lain yang menerima warisan secara penambahan atau a, sesuai dengan Pasal 1002 KUH Perdata.

            Jika hanya seorang ahli waris dalam golongan yang menolak warisan, maka warisan tersebut akan diterima oleh ahli waris lain dalam golongan tersebut. Misalnya, jika seorang anak dan cucu menolak warisan, maka warisan akan diterima oleh saudara sekandung atau ahli waris lainnya dalam golongan tersebut. Jika tidak ada lagi ahli waris yang berhak atas warisan sesuai dengan yang ditentukan oleh undang-undang, maka seluruh harta warisan tersebut akan jatuh dan menjadi milik Negara, sesuai dengan Pasal 832 ayat (2) KUH Perdata.

            Pasal 1059 KUH Perdata menyatakan bahwa bagian warisan dari orang yang menolak warisan tersebut akan jatuh pada seorang yang akan menjadi ahli warisnya, jika orang yang menolak warisan tersebut tidak hidup pada saat kematian pewaris. Pasal 1060 KUH Perdata menegaskan bahwa orang yang telah menolak warisan tidak dapat diwakili melalui penggantian tempat. Hal ini berarti bahwa jika seorang ahli waris satu-satunya dalam derajatnya menolak warisan, maka bagian yang seharusnya ia terima tidak dapat diberikan kepada anak-anaknya untuk bagian yang sama. Dengan demikian, penolakan warisan memiliki konsekuensi yang signifikan terhadap perolehan hak waris seseorang, dan hal ini diatur dengan jelas dalam KUH Perdata.

  • Pembatalan oleh Kreditur Si Penolak Warisan

            Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali terjadi bahwa seorang ahli waris yang seharusnya menerima warisan memiliki banyak utang. Karena alasan ini, ia memutuskan untuk menolak warisan yang sebenarnya bernilai baik yang jatuh padanya, dengan asumsi bahwa warisan tersebut akan digunakan untuk membayar utang-utangnya. Namun, penolakan warisan ini tidak hanya merugikan ahli waris yang bersangkutan, tetapi juga secara tidak langsung dapat merugikan para krediturnya. Untuk melindungi kepentingan para kreditur dari ahli waris yang menolak warisan tersebut, KUH Perdata memberikan hak kepada para kreditur untuk membatalkan penolakan warisan yang telah dinyatakan oleh ahli waris.

            Pasal 1061 KUH Perdata memberikan kreditur dari ahli waris yang menolak warisan kekuasaan untuk menerima warisan atas nama dan untuk menggantikan si ahli waris. Ini berarti bahwa kreditur dapat membatalkan penolakan warisan dan menerima warisan itu sebagai gantinya, sejauh hal itu menguntungkan kreditur dan hanya sampai sejumlah utangnya. Namun, ahli waris yang telah menolak warisan tidak akan mendapat manfaat apa pun dari pembatalan penolakan tersebut. Jika permohonan kreditur dikabulkan oleh hakim, kreditur dapat menagih utangnya dari ahli waris dengan mengambil barang-barang warisan sebanyak yang diperlukan untuk melunasi utang tersebut. Hal ini hanya mungkin dilakukan jika ahli waris masih memiliki utang yang melebihi nilai harta warisan yang diterimanya, sehingga ia memutuskan untuk menolak warisan yang bernilai baik.

            Namun, pembatalan penolakan warisan hanya dapat dilakukan jika ahli waris masih memiliki banyak utang dari pada harta warisan yang diterimanya. Oleh karena itu, apabila ahli waris telah menyatakan menolak warisan dan tidak memiliki utang yang cukup besar untuk menghapus haknya untuk menolak warisan, kreditur tidak berhak membatalkan penolakan tersebut. Selain itu, jika seorang ahli waris yang telah menolak warisan kemudian menghilangkan atau menyembunyikan barang-barang warisan, hal ini dapat dianggap sebagai menerima warisan secara murni. Sebagai hukuman, ahli waris tersebut akan kehilangan haknya terhadap barang-barang warisan yang disembunyikan. Oleh karena itu, menyembunyikan atau menghilangkan barang-barang warisan dapat mengakibatkan kerugian bagi ahli waris tersebut, dan ia akan diwajibkan untuk mengganti kerugian akibat perbuatannya tersebut.

  • Pemulihan Terhadap Penolakan Warisan

            Menolak warisan itu menggunakan persetujuan hakim. Jadi, pembatalan penolakan warisan dapat terjadi jika ada kerugian yang ditimbulkan pada pihak lain, seperti kreditur. Dalam hal ini, ahli waris yang telah menyatakan menolak warisan tidak boleh menggunakan ketentuan Pasal 1063 KUH Perdata untuk memperoleh pemulihan terhadap penolakan warisan, kecuali jika penolakan tersebut terjadi karena adanya penipuan atau paksaan. Namun, jika ahli waris merasa menyesal atas penolakan warisan yang telah dilakukan dan ingin menerima warisan tersebut kembali, tanpa adanya penipuan atau paksaan, maka pemulihan terhadap penolakan warisan hanya dapat dilakukan dengan menggunakan ketentuan Pasal 1056 KUH Perdata. Namun, hal ini hanya dapat dilakukan selama belum ada ahli waris lain yang menerima warisan atau setelah ahli waris yang menolak tersebut menyatakan penolakannya.

            Pemulihan terhadap penolakan warisan juga dapat terjadi jika ahli waris yang menolak warisan merasa menyesal atas sikap yang telah diambilnya. Namun, hal ini hanya dapat dilakukan jika penolakan tersebut tidak dilakukan atas dasar penipuan atau paksaan. Dalam hal ini, ahli waris harus menyatakan keinginannya untuk memulihkan penolakan tersebut, dan pembatalan akan terjadi jika tidak ada ahli waris lain yang menerima warisan atau setelah ahli waris yang menolak tersebut menyatakan penolakannya.

Conclusion

Warisan merupakan hasil dari proses pewarisan yang terjadi setelah kematian seorang pewaris. Proses ini mengatur distribusi harta benda si pewaris kepada ahli warisnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Ahli waris memiliki hak untuk menerima atau menolak warisan yang ditinggalkan oleh pewaris. Penolakan warisan dapat dilakukan dengan menyatakan secara tegas di hadapan Kepaniteraan Pengadilan Negeri. Penolakan warisan mengakibatkan ahli waris yang menolak tidak lagi dianggap sebagai ahli waris dan tidak memperoleh hak apapun atas warisan yang ditolaknya. Pembatalan penolakan warisan dapat dilakukan jika terdapat kerugian yang ditimbulkan pada pihak lain, seperti kreditur. 

Pembatalan ini dapat diajukan dengan persetujuan hakim. Jika seorang ahli waris yang telah menolak warisan merasa menyesal dan ingin menerima warisan kembali, pemulihan terhadap penolakan warisan dapat dilakukan dengan syarat bahwa penolakan tersebut tidak dilakukan atas dasar penipuan atau paksaan. Pemulihan ini dapat dilakukan selama belum ada ahli waris lain yang menerima warisan atau setelah ahli waris yang menolak tersebut menyatakan penolakannya. 

Ada dua jenis penerimaan warisan, yaitu menerima secara murni dan menerima secara bersyarat (benefisier). Dalam penerimaan secara murni, segala hak dan kewajiban pewaris menjadi tanggung jawab ahli waris. Sedangkan dalam penerimaan secara bersyarat, ahli waris hanya menerima keuntungan dari warisan. Jika seorang ahli waris telah menerima warisan secara murni atau bersyarat, harta benda warisan dan harta pribadi ahli waris menjadi bercampur. Ahli waris berkewajiban untuk menggunakan harta warisan untuk membayar utang-utang pewaris jika harta warisan cukup untuk itu. 

Penerimaan warisan secara bersyarat hanya meliputi aktivia warisan, sedangkan harta kekayaan si ahli waris dan harta warisan tetap terpisah. Dengan demikian, proses warisan dan penolakan warisan merupakan bagian penting dari hukum waris yang diatur oleh KUH Perdata. Penerimaan atau penolakan warisan dapat memiliki konsekuensi yang signifikan terhadap hak dan kewajiban ahli waris serta pihak lain yang terlibat dalam proses tersebut. 

Bibliography

 

Fatmawati, I. (2020). Hukum Waris Perdata (Menerima dan Menolak Warisan oleh Ahli Waris Serta Akibatnya). Yogyakarta: Deepublish Publisher.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun