Mohon tunggu...
Amri MujiHastuti
Amri MujiHastuti Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan Sekolah Dasar

Pengajar, Ibu, pemerhati pendidikan anak

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Autobiografi: Stronger for Better Future

28 Februari 2019   11:27 Diperbarui: 28 Februari 2019   11:40 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tibalah masa SMA dan aku harus naik bis selama kurang lebih satu jam untuk sampai ke sekolah. Aku merasa kendala geografis saat seseorang bertanya padaku di hari pertamaku di sekolah mengapa aku jauh -- jauh bersekolah di sana. Tapi sebenarnya saat- saat itu bearable sebab aku bersama sahabatku di SMP dan seorang saudaraku. Aku menemukan belahan -- belahan jiwaku. Mereka bernama Endang, Wiwid, dan Dhani yang menjadi temanku selama hidupku. Mereka juga rajin membaca novel -- novelku yang tidak diterbitkan. Resminya aku hanya menulis untuk mereka. Kurasa aku membantu kebutuhan teman -- temanku akan bacaan remaja sehingga mereka tak perlu ke toko buku atau ke perpustakaan. Atau tidakkah mereka pergi ke perpustakaan sekolah? Kalau aku pergi ke perpustakaan saat jam istirahat. Cukup sering sebab aku tak tahu lagi apa yang bisa kulakukan di saat jam istirahat. Aku membaca beberapa buku yang kupahami dan yang tak kupahami atau tak begitu kupahami untuk bahan tulisanku. Aku juga menemukan majalah Horison di perpustakaan SMA dan Trubus, namun yang kedua tak menarik minatku. Masa SMAku sederhana saja. Tiga tahun dan aku lulus. Aku sering merindukan saat -- saat belajar di ruang kelasku namun live must go on, right?

 Masa Dewasa dan Penemuan Panggilan Jiwa (1998 -- 2008)

Mengapa ibu ingin menceritakan tentang tahun 1998? Sebab di tahun itu seingat ibu terjadi krisis moneter, ibu tak tahu kapan dimulainya krisis itu namun gilanya keadaan sungguh mencekam. Semua toko -- toko termasuk toko kecil kita tak bisa buka. Bahan -- bahan pokok mahal dan langka sehigga ibu terpaksa menyimpan kemasan terakhir miyak goreng untuk konsumsi sendiri. Ibu- ibu dan anak -- anak menunggu berdiam di dalam rumah, sementara bapak -- bapak berjaga di jalan memastikan keadaan aman dan menunggu situasi agar kejadian yang tak diharapkan, tak terjadi di wilayah kami. Seingatku waktu itu Tawangmangu benar -- benar aman. Warga menjaga di depan toko milik keturunan cina yang pada waktu itu dijadikan sasaran kemarahan. Di pintu -- pintu toko orang menulisi pro reformasi dan reformasi adalah kata yang baru untuk ibu. Saat pelajaran di sekolah, guru -- guru juga belum mengajarkan tentang kata reformasi.

Jadi reformasi adalah keinginan bangsa ini untuk memperbaiki keadaan sistem politik, ekonomi, sosial dan budaya untuk kehidupan yang lebih baik bagi generasi mendatang. Kabar -- kabar berhembus kencang. Sebagian besar tentang kekacauan dan kriminal. Toko -- toko hak milik orang dibakar. Siapa yang tega berbuat hal seperti itu di rumahnya sendiri, aku tak pernah habis pikir. Bukankah mereka juga tinggal di sini, mengapa berbuat kerusakan dan kekacauan? Bukankah mereka juga memiliki saudara, keluarga , dan anak yang tak layak mengkonsumsi tontonan barbar seperti itu? Teganya orang --orang ini membiarkan sejarah kelam tinggal lama atau selamanya dalam pikiran anak -- anak bangsa ini.

Namun keadaan membaik. Anak -- anak sekolah mendapatkan transportasi lagi ke sekolah dan mendapatkan tontonan di TV. Mereka terinspirasi kakak --kakak mahasiswa, pejuang HAM, dan tokoh reformasi tentang pentingnya belajar giat agar berguna bagi nusa dan bangsa. Kelak saat mereka dewasa, mereka akan membuat keadaan lebih baik di bidangnya masing -- masing.

Aku melewati masa -- masa reformasi dengan melanjutkan sekolah dan lulus dari SMA tahun 2000. Di tahun itu juga aku menjadi mahasiswa di prodi bahasa Inggris Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Saat itu bulan Agustus dan aku membagi waktuku untuk menikmati perayaan HUT RI di kampung dan masa --masa orientasi mahasiswa baru. Aku memenangkan semacam lomba pidato untuk mahasiswa baru dalam acara di Prambanan atau Borobudur ( aku tak bisa mengingatnya). Masa kuliahku adalah tentang speaking class, listening session, Golden Library, perpustakaan program, contest- contest bahasa Inggris di program, dan tentu saja Perpustakaan Universitas. Rasanya sangat membahagiakan tersembunyi di balik rak -- rak buku yang panjang, tinggi, dan penuh buku. Aku bisa membawa dua sampai tiga buku setiap minggu. Namun aku selalu pergi ke rak fiction dan mengembalikan sebagian besarnya tanpa terbaca. Aku mulai cemas mungkin aku telah kehilangan kemampuanku dalam membaca atau buku -- buku itu yang ada di atas kemampuanku untuk mengecapnya, mengunyahnya, menelannya atau mengembalikannya dengan hanya mencicipi beberapa halamannya.  Semua buku -- buku itu berbahasa Inggris dan penulisnya adalah nama -- nama besar yang belum kukenal. Namun saat itu kurasa aku akan selalu bisa kembali ke perpustakaan itu. Ingatlah untuk tak pernah menyerah dengan bukumu. Jangan menunda untuk membacanya sedikit demi sedikit. Kuharap saat itu aku tak menundanya hingga hari ini.

Bagian yang menarik juga di tahun --tahun ini adalah lulus kuliah di tahun 2005 dan desakan -- desakan menikah. Setelah wisuda aku bekerja di beberapa sekolah dan lembaga pendidikan, memberikan les bahasa Inggris dan les membaca. Semuanya terasa sangat profesional karena bukankah aku seorang guru sarjana pendidikan. Namun di tahun --tahun itu aku sadar bahwa aku harus terus belajar agar mengajarku lebih terprogram dan aku harusnya belajar lebih banyak tentang teori -- teori pendidikan, teori -- teori belajar, dan perkembangan peserta didik bila aku sungguh seorang profesional pendidikan.

Tekun Bekerja dan Menambatkan Hati (2009- sekarang)

Untuk menemukan diriku sendiri aku mencoba menulis. Aku berhasil menerbitkan sebuah cerpen dan memenangkan sebuah lomba penulisan esai bagi guru SD se Jawa Tengah yang diadakan oleh pusat perbukuan. Saat pengumuman kejuaraan aku diundang ke Semarang dan aku mendapatkan hadiah buku -- buku. Seandainya saat itu di perpustakaan aku tak menunda untuk mencoba memecahkan kode -- kode dari buku- buku di perpustakaan, mungkin aku akan menulis lebih banyak lagi cerpen dan esai.

Kau harus selalu mencintai guru -- gurumu. Mereka adalah semacam penjaga ilmu dan mendidikkannya ke beberapa generasi setelahnya. Bersikap baik, patuh, menyerap ilmu darinya dan tundukkan kesombonganmu di hadapan mereka. Dalam hidup setiap orang akan selalu terkenang wajah guru -- guru mereka seumur hidupnya. Guru yang tidak hanya mengajar namun sekaligus mendidik. Bukan hanya transfer ilmu pengetahuan namun juga menginspirasi dan melatihmu cara berfikir, menyikapi sesuatu dan menyelesaikan masalah -- masalahmu.

Profesiku juga seorang guru. Kakekmu selalu berkata bahwa banyak orang yang bukan guru, namun sesungguhnya dia adalah guru. Guru ada dimana -- mana, kita belajar dari siapapun. Dan saat kau bertemu guru -- guru terkasih itu, ingatlah bahwa itu juga bukti curahan kasih sayang Allah kepadamu. Agar kau tak dibiarkan tak mengetahui, tak termotivasi, tak terlatih, tak terbiasa, tak bersemangat menjalani hidupmu. Ilmu adalah cahaya. Dia akan menerangi hati yang tak berkerak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun