Mohon tunggu...
Eva Sari
Eva Sari Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Eta: Sahabatku Yang Menginspirasi

23 Juni 2016   16:55 Diperbarui: 18 Juli 2016   09:20 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tirtasari yang selalu menjaga hijab (dok. Tirtasari)

 

Bagian 1

Masa Kecil Eta

Cerita mengenai masa kecil Eta, bagi saya menjadi satu momen pencerahan, tema mengenai masa kecil ini di maksudkan agar seseorang mengingat satu peristiwa dimasa lalunya, yakni peristiwa yang memberi pelajaran berharga dalam hidupnya. Cerita yang Eta sampaikan ke saya adalah pengalaman masa kecil di kampung tepatnya di Sepinggan Jirak, Kalimantan Barat. Suatu hari masa kecilnya bersama teman-temannya dia bersepeda mulai dari rumah ke rumah temannya, lalu kesekolahnya. Hari itu hujan sangat deras dan jalanan tergenang oleh air, tetapi itu tidak menyurutkan semangat Eta untuk bermain.

Satu putaran berhasil Eta selesaikan tanpa ada masalah, tetapi pada putaran kedua, tepatnya didepan sekolah yang jalannya becek tiba-tiba remnya tidak berfungsi. Eta mulai sedikit panik, kemudian berusaha menepi untuk berhenti. Karena di jalanan tergenang, Eta tidak tahu bahwa Eta mendekati got. Ketika itulah sepeda Eta terperosok, dan lebih sial lagi, pada saat yang bersamaan menabrak seorang ibu yang sedang berjalan. Eta mendapat pertolongan dari beberapa orang yang ada di situ, tetapi tak ayal lagi Eta menjadi korban kemarahan ibu yang Eta tabrak. Ibu itu mengatakan Eta tidak punya mata, bodoh, dan berbagai makian. Itulah peristiwa yang menjadikan Eta orang yang sangat hati-hati, dan selalu mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik. 

Dengan contoh cerita seperti itu kita bisa mengambil hikmahnya di balik peristiwa itu, yang pertama bahwa kita berani melakukan refleksi atas masa lalu kita, hingga kemudian kita mampu menemukan satu pengalaman yang sungguh merupakan momen pencerahan. Harapan eta di lain kesempatan berani terus mencari pengalaman-pengalaman masa kecil maupun waktu remaja karna dengan pengalaman kita bisa intropeksi diri, dan dengan cara itulah kita bisa banyak belajar dari pengalaman masa kecil.


Eta: Pernah Sekali Menyontek

Ada sesuatu yang menarik di masa kecil Eta, yaitu suatu kejadian yang kemudian menjadi pelajaran hidup yang sangat berharga. Suatu saat Eta melakukan hal yang buruk yaitu menyontek pada saat ulangan umum. Sebenarnya saat itu Eta seorang murid yang pintar, tapi entah mengapa Eta melakukan hal tercela itu. Saat itu Eta merasa kurang yakin pada jawaban yang sudah Eta kerjakan, maka Eta melakukan hal tersebut, menyontek dari teman. Pada saat pembagian hasil ujian, ternyata semua jawaban hasil menyontek tersebut tidak ada satu pun yang benar. Setelah Eta selidiki lebih lanjut, ternyata jawaban yang Eta contek tersebut adalah jawaban salah, yang sengaja teman Eta berikan supaya nilai Eta jelek. Maklum Eta adalah juara umum waktu itu. Setelah pembagian rapor, ternyata peringkat Eta turun menjadi ranking ke-3. Eta merasa kecewa sekali dan takut untuk pulang kerumah, karena otomatis beasiswa yang Eta miliki akan hangus.

Dari kejadian tersebut, Eta mendapat pengalaman hidup yang sangat berharga. Ada beberapa pelajaran yang Eta petik. Pertama, kepercayaan diri adalah suatu sikap yang harus ada dalam diri kita, agar suatu keputusan dapat diambil tanpa ada keraguan. Kedua, selesaikan masalah dengan usaha sendiri. Apabila kita gagal, usaha sendiri itu akan mengurangi penyelesaian kita.

Bisnis masa kecil Eta

Eta senang sekali setiap kali bulan puasa tiba, karena setelah itu akan datang hari Lebaran. Pada suatu bulan puasa Eta berpikir untuk mencari uang supaya saat lebaran nanti Eta punya uang, Eta memutuskan untuk berjualan petasan. Eta biasa membeli petasan dan menjualnya, mulai dari coba-coba satu pak hingga satu dus mi instan. Waktu itu Eta punya modal cukup, dan sekolah pun libur, jadi memang tepat waktunya untuk berbisnis. Sehabis shalat subuh Eta berangkat ke pasar Semparuk, untuk membeli petasan.

Petasan yang sudah Eta beli itu kemudian Eta jemur hingga jam 12 siang, kata orang, agar suaranya nyaring, petasan harus dijemur terlebih dahulu. Setelah itu Eta membawa petasan itu ke warung, keluarga Eta depan rumah, waktu itu warungnya tutup, dan baru buka lagi sore, menjelang adzan magrib. Karena ingin mencoba, Eta menyulut satu petasan. Blarrr… Suaranya memang nyaring. Tapi saat itu juga memercik, mengenai petasan yang lain, Eta mencoba mematikan api itu tetapi gagal, karena itu Eta lari, dan dibelakang Eta semua petasan Eta langsung meledak satu persatu dengan sangat cepatnya, dar.. dar…tar.. . bum..

Setelah melihat barang dagangan milik keluarga Eta di dalam itu hancur. Karena takut di marahi orang tua Eta sempat berpikir untuk kabur dari rumah, tapi kemudian rencana itu Eta batalkan, lebih baik Eta akui perbuatan Eta, Eta temui ibu Eta dan benar Eta di marahi. Tetapi Eta tahu, beliau marah-marah bukan karena barang dagangan hancur, tetapi takut kalau Eta terluka, dan Eta juga sadar bahwa kebodohan Eta memang mengandung risiko.

 

Eta (dok. Tirtasari)
Eta (dok. Tirtasari)
Bagian 2

Pengalaman Hidup Eta

Kejujuran: Melegakan

Pada suatu malam, Eta menginap dirumah teman. Dia meminta Eta menemani, karena dia sedang mengerjakan tugas dari guru. Pada malam hari Eta pergi untuk membeli makanan, minuman dan cemilan. Karena malam telah larut, warung yang masih buka hanya tinggal satu. Eta pun membeli makanan, minuman dan cemilan tersebut, jadi total pembelian Eta pada malam itu adalah Rp 21.500. Eta membayar dengan uang seratus ribuan. Ketika hendak pulang, Eta menghitung kembalian yang Eta terima, ternyata jumlahnya Rp 90.000. Eta sempat berpikir untuk tidak mengembalikan kelebihan kembalian yang Eta terima, karena itu bukan kesalahan Eta. Tetapi Eta pikir lagi, kelebihan itu bukanlah hak Eta. Maka, Eta pun mengembalikan kelebihan kembalian itu.

“Bu, ini kembaliannya lebih,”jawab Eta.

“Oh, memang kenapa? Kurang ya kembaliannya?”tanya ibu penjaga warung tersebut.

“Tidak, Bu, kembaliannya lebih,”jawab Eta.

“Oh terima kasih ya, Dek,”jawab ibu itu sambil tersenyum.

Melihat senyuman tulus ibu pemilik warung, Eta merasa sangat tenang, karena telah memberikan apa yang menjadi hak Ibu itu. Sesampainya di rumah teman Eta, Eta menceritakan kejadian tadi. Ehh…teman Eta malah bilang bahwa Eta terlalu jujur. Tetapi, Eta bilang, Eta merasa tidak tenang kalau tidak mengembalikan uang kembalian tersebut. Dengan adanya pengalaman Eta tersebut, Eta semakin sadar akan pentingnya kejujuran. Dengan jujur, kita juga akan mendapatkan kepercayaan dari orang lain yang sangat sulit untuk didapatkan.

Setelah Mengatasi Rasa Percaya Diri

Ketika lulus SMP Eta ingin masuk ke SMA 1 Negeri Tebas, tetapi ayah Eta larang sekolah disana, soalnya jauh. Akhirnya Eta masuk ke SMA 1 Negeri Semparuk, perasaan belum stabil. Jujur saja, Eta masih kecewa. Namun, lambat laun Eta bisa menerima keadaan dan tidak terlarut dalam kesedihan. Sebenarnya ada suatu beban bagi Eta jika sekolah di SMA 1 Negeri Semparuk tersebut. Eta merasa tidak nyaman didepan teman-teman, karena di sekolah itu ibu Eta mencari nafkah dengan berjualan dikantin sekolah. Eta akui, pada saat itu Eta memang agak minder. Terus terang, Eta takut tidak mempunyai teman jika mereka tahu bahwa Ibu Eta berjualan di kantin sekolah. Tetapi kemudian Eta termotivasi untuk bersekolah, karena sering melihat orangtua Eta bekerja keras untuk menyekolahkan Eta. Hari demi hari Eta lalui dengan serius belajar untuk membuat kedua orang tua Eta bangga melihat anaknya berprestasi. Dan akhirnya Eta mendapat juara kelas, dari situlah kehidupan Eta mulai berubah menjadi lebih baik, karena dari sanalah keberadaan Eta mulai diakui oleh teman-teman Eta.

Dari situ juga Eta mulai mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena Eta sudah bisa berterima kasih atas semua kebaikan yang Eta alami. Eta juga sering bersyukur kepada Tuhan, karena jika Eta bersekolah di SMA yang Eta favoritkan, belum tentu Eta mendapatkan pengalaman seperti ini. Berkat pengalaman itu, Eta selalu berkata pada diri sendiri, janganlah selalu memaksakan kehendak karena sebenarnya Tuhan-lah yang lebih mengetahui apa yang terbaik untuk kita. Karena itu, Eta serahkan seluruh masalah hidup kepada-Nya, niscaya Tuhan akan memberikan jalan yang terbaik untuk Eta.

Mandiri Karena Ditinggal Ayah, dan Ketegaran Seorang Ibu.

Eta ingin bercerita mengenai Ibu, karena Ibu orangnya yang sangat luar biasa. Ibu Eta mampu berperan ganda, sebagai kepala keluarga. Ibu mengurusi sebagai kepala keluarga. Ibu menyekolahkan kedua anaknya dengan penuh perjuangan. Ibu bukan pegawai negeri maupun pegawai swasta. Ibu adalah ibu rumah tangga biasa. Semuanya itu bermula dua tahun yang lalu, ketika Eta berumur delapan belas tahun. Waktu itu tengah malam, angin berembus, hingga dingin menusuk kulit, samar-samar dari kejauhan terdengar suara yang menyayat. Sirene ambulans, makin lama suara sirene ambulans itu makin jelas, seperti teror tengah malam.

Akhirnya ambulans itu berhenti di depan rumah Eta. Hanya dalam beberapa detik saja orang-orang mulai berkerumun, Eta yang sedang terlelap pun terbangun mendengar suara tangis tersedu-sedu. Eta pun turun dari tempat tidur, membuka pintu kemudian tertegun. Eta lihat Ibu Eta menangis sejadi-jadinya, dan di hadapannya tergolek jenazah yang telah rapi berbalut kain kafan. Tetangga-tetangga Eta sudah berdatangan, duduk didekat Ibu, membaca surat yasin. Malam itu, Ayah tercinta, imam dalam keluarga, pelindung dan tempat bergantung, harus pergi untuk selamanya. Waktu itu adik Eta laki-laki duduk di bangku kelas Enam SD, dan Eta Masih kuliah semester 2, betapa terpukulnya kami menerima kenyataan untuk hidup tanpa ayah.

Sejak itu Ibu harus mandiri menghidupi keluarga kami, termasuk menanggung biaya pendidikan kami. Bisa dibayangkan, betapa tidak mudahnya mengurus dan menyekolahkan kedua anaknya yang mau meranjak dewasa. Tentu saja tidak akan cukup jika hanya mengandalkan uang pensiun ayah. Karena itu, Ibu mulai mencari-cari tambahan untuk kebutuhan kami, anak-anaknya. Ibu bekerja begitu kerasnya, bahkan suatu saat sampai harus istirahat total karena sakit kelelahan.

Proses demi proses Eta lewati semua alhamdulillah bisa kuliah, walaupun adik Eta masih SMP, kami sangat bersyukur memiliki Ibu yang sangat baik. Beliau selalu memprioritaskan pendidikan. Eta mendengar kata-kata Ibu terharu karena ketegarannya sebagai seorang Ibu, yang sekaligus menjadi ayah bagi kami. Ibu tidak pernah mengeluh nasibnya. Ibu bersyukur karena diberi umur yang panjang.

 

 

Eta (dok. Tirtasari)
Eta (dok. Tirtasari)
Bagian 3

Sumber: Inspirasi Eta

Nasihat Teman Eta: Turuti Kata Hati

Teman Eta yang selalu Eta dengar nasihatnya, karena nasihatnya selalu mengena di hati. namanya Fiqri. Dia teman satu kelas Eta, ketika kami duduk dikelas dua SMA. Saat itu kami memilih jurusan, kami mengikuti tes, untuk memberi gambaran agar kami bisa memilih jurusan yang tepat. Dari hasil tes itu Eta disarankan untuk memilih jurusan IPA atau IPS, tapi Eta bingung menentukan jurusan yang harus Eta pilih. Eta meminta bantuan orang tua untuk memilih, tapi mereka malah menyerahkan keputusannya kepada Eta. Eta harus bisa memilih sendiri jurusan yang tepat untuk Eta. Eta bingung pada saat itu. Lalu Eta sering mengobrol untuk saling memberi dukungan dengan teman Eta, Fiqri.

Akhirnya, suatu ketika dia bilang begini, “pilihlah jalan yang kamu pengen, yang kamu sukai, yang kamu niat, dan yang kamu mampu. Turuti hati kita sendiri, jangan terlalu tergantung pada orang lain.” Sejak saat itu Eta terus teringat pada apa yang dikatakan teman Eta itu. Kemudian dengan yakin Eta memilih jurusan IPA, sesuai dengan kata hati Eta. Lalu kebingungan terjadi lagi setelah Eta lulus SMA. Eta bingung karena gagal dalam ujian SNMPTN untuk universitas yang Eta inginkan. Eta kembali bertanya pada orangtua Eta. Tetapi, mereka tetap menjawab seperti dulu, “semua sudah jadi keputusan kamu. Kamu harus bisa memilih, karena kamu sudah dewasa untuk memilih.”

Sementara itu teman-teman Eta memberi masukan yang berbeda-beda. Ada yang menyarankan untuk nganggur duku setahun, lalu ikut SBMPTN lagi. Ada juga yang menyarankan untuk memilih dan masuk universitas yang lain, tetapi jurusannya kurang saya senangi. Eta kembali mengunjungi Fiqri untuk menceritakan masalah Eta. Dia bilang, “Ya ingat saja apa yang pernah Fiqri bilang sama kamu. Memang kita harus menghargai masukan dan pendapat orang lain. Tapi, kita juga harus memilih berdasarkan keyakinan kita sendiri, berdasarkan niat kita, keyakinan kita, dan kemampuan kita…” Atas nasihat itu dengan yakin Eta memilih untuk masuk ke universitas tanjungpura, Fakultas Mipa, karena Eta berminat dalam ilmu biologi.

Berdasarkan pengalaman itu, Eta belajar bahwa kita harus menghargai apa pun masukan dan pendapat orang lain. Kita harus memikirkan masukan itu baik-baik, sebagai bekal untuk memilih jalan yang kita tempuh. Namun kita juga harus bisa memilih berdasarkan kata hati dan keyakinan kita, niat kita dan kemampuan kita. Dengan begitu kita akan menjadi pribadi yang mandiri dalam menentukan pilihan hidup dan dalam menghadapi masalah-masalah dalam hidup.

Nasihat Sahabat Eta: Kuncinya Mencicil

Desi tidak pernah lalai mengerjakan tugas. Dia selalu tepat waktu dalam hal apa pun. Shalatnya rajin, puasa Senin-Kamis selalu di laksanakan. Kalau mendapat tugas, dia selalu bisa menyelesaikannya lebih awal. Suatu ketika, seperti biasa menjelang ulangan umum, setiap guru selalu memberi tugas, baik tugas individu maupun kelompok. Ada setumpuk tugas yang semuanya harus dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan. Kami hanya diberi waktu satu minggu untuk menyelesaikan. Dalam menghadapi tugas sebanyak itu Eta sering bingung, mana yang harus dikerjakan lebih dulu. Waktu itu Eta berniat menanyakan tugas pada Desi. Ketika Eta bertanya, ternyata Desi sudah menyelesaikan semua tugasnya. Eta terkejut. Tugas sebanyak itu bisa diselesaikan begitu cepat, padahal Eta tahu kegiatan di sekolah waktu itu padat sekali. Apalagi Desi mengikuti banyak ekskul. Karena itu, Eta ingin tahu dan banyak bertanya pada teman Eta itu, terutama soal cara membagi waktu.

“Si, gimana sih caranya, kok kamu bisa cepat menyelesaikan tugas-tugas? Setiap tugas selalu dapat kamu selesaikan sebelum waktunya. Jadi kelihatannya kamu tenang, tidak ada beban.”

Desi pun menjawab dan sedikit memberi saran kepada Eta, “kalau Desi ngerjainnya dengan cara mencicil. Kalau punya waktu, daripada ngerjaian yang ndak penting, mending nyicil tugas. Jangan tenang-tenang saja karena berpikir waktunya masih lama. Gimana nanti ada tugas lain menyusul? Pasti tugas kita makin numpuk, kan.. ?”

Mulai saat itulah, Eta mengubah cara berpikir Eta dengan memperhatikan kata-kata Desi. Sampai sekarang, kalau sedang mempunyai banyak tugas, Eta selalu mengerjakan tugas-tugas Eta dengan mencicil, sedikit demi sedikit. Jadi tugas-tugas dapat diselesaikan sebelum waktunya. Bahkan Eta sendiri suka membuat agenda kecil dan mencatat tugas-tugas apa saja yang mesti dikerjakan dalam waktu seminggu kedepan. Eta membuat agenda kecil karena Eta ingin menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya, karna waktu sangat berharga sekali. Eta juga ingin memiliki rasa antusias dan disiplin yang tinggi untuk dapat menyelesaikan sesuatu dengan tepat waktu. Mendengar cerita teman saya ini, saya merasa terinspirasi sekali, bahwa waktu yang kita gunakan itu sangat berharga.

Paman: Inspirasiku

Pada waktu itu Eta bersama Ibu berkunjung menengok Bibi yang sedang sakit di Singkawang. Ketika Ibu berbincang-bincang dengan Bibi, Paman Eta menghampiri Eta yang sedang terdiam sendiri. Paman bertanya, “Kelas berapa kamu sekarang, Ta?”

Eta kaget, tapi langsung menjawab,” Eta baru saja masuk kuliah, Paman.”

“Oo… kamu sudah kuliah ya. Duh tak teraasa kamu sudah gede.”

Setelah itu kami berbincang-bincang cukup lama. Maklum, sudah lama kami tidak bertemu. Akhirnya Paman Eta bertanya lagi, “Ta, memangnya apasih tujuan kamu kuliah?”

Eta pun bingung untuk menjawabnya. Tapi akhirnya Eta jawab, “Ya biar nanti gampang dapat pekerjaan, biar bisa mandiri.”

Lalu Paman Eta bertanya kembali,”Ta, emang mandiri itu apa?”

Kembali Eta sempat bingung, tapi coba menjawab.”Buat Eta mandiri itu tidak nyusahin orangtua, Paman.”

“Eta, “Paman mulai menasihati,”apabila kita akan mengerjakan sesuatu, kita harus memiliki tujuan. Kuliah itu bertujuan untuk menuntut ilmu, bukan mencari kerjaan.

Asalkan kita berprestasi, akan mudah bagi kita nanti untuk mencari pekerjaan. Begitu mandiri. Mandiri itu memiliki arti yang sangat mudah. Kemandirian yang minimal adalah jika kita sudah tidak meminta sesuatu pada orangtua, dan kemandirian maksimal adalah jika kita sudah bisa memberi sesuatu pada orangtua. Nah, pikirkan kata-kata Paman, Ya..

Setelah itu Eta terus berpikir mengenai kata-kata paman dan berjanji untuk serius dalam belajar atau melakukan sesuatu. Eta juga terus mencari tahu apa yang menjadi tujuan hidup Eta, sehingga hidup Eta lebih mempunyai arah.

Epilog

Berubah karena Kesadaran Baru

Perubahan yang saya harapkan sungguh-sungguh terjadi setelah enam semester kuliah Pembangunan Sumber Daya Manusia, dan setelah wawancara kepada narasumber saya yaitu teman saya sendiri, itulah gambaran yang secara umum saya lihat. Pada hari pertama mata kuliah Pembangunan Sumber Daya Manusia ini diberikan oleh Ibu Fariastuti ada begitu banyak hal yang membuat saya merasa nyaman dalam diri saya, saya merasa mendapat pencerahan yang membuat saya ingin berubah. 

Pengalaman teman Saya ini membuat Saya berubah ke arah yang positif, bahkan yang baik lagi adalah perubahan ketika teman Saya bercerita tentang keluarganya, Ayahnya meninggal dunia tapi dia selalu sabar dan tetap melanjutkan kuliahnya, dia selalu mengingat apa yang di sampaikan orangtuanya, belajar dan belajar, dia berubah dengan pengalamannya sewaktu dulu. Sekarang teman saya jadi sosok pribadi yang luar biasa, perempuan yang penyabar, berprestasi, rajin sholat, rajin mengaji, rajin puasa Senin-Kamis, rajin membaca buku, dan tidak mau pacaran hee… Di situlah membuat Saya sadar akan pentingnya nasihat orangtua, dan Saya bersyukur masih mempunyai orangtua lengkap.

Saya belajar banyak hal tentang pengalaman dari dia walaupun usianya muda dari saya. Tentu saja Saya senang dengan perubahan ini, sehingga apa yang dilakukannya dalam hal positif di kontrakkan kami, Saya memperhatikan kata-katanya, dan mengikuti hal yang positif. Saya merasa nyaman tidak merasa ada paksaan, inilah yang membuat Saya ingin jadi sosok kakak yang bisa menginspirasi terhadap adik-adik Saya nantinya dan terhadap lingkungan sekitar, semoga nantinya adik Saya menjadi pribadi yang lebih baik. Aamiin……

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun