Mohon tunggu...
Eva Sari
Eva Sari Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Eta: Sahabatku Yang Menginspirasi

23 Juni 2016   16:55 Diperbarui: 18 Juli 2016   09:20 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tirtasari yang selalu menjaga hijab (dok. Tirtasari)

Melihat senyuman tulus ibu pemilik warung, Eta merasa sangat tenang, karena telah memberikan apa yang menjadi hak Ibu itu. Sesampainya di rumah teman Eta, Eta menceritakan kejadian tadi. Ehh…teman Eta malah bilang bahwa Eta terlalu jujur. Tetapi, Eta bilang, Eta merasa tidak tenang kalau tidak mengembalikan uang kembalian tersebut. Dengan adanya pengalaman Eta tersebut, Eta semakin sadar akan pentingnya kejujuran. Dengan jujur, kita juga akan mendapatkan kepercayaan dari orang lain yang sangat sulit untuk didapatkan.

Setelah Mengatasi Rasa Percaya Diri

Ketika lulus SMP Eta ingin masuk ke SMA 1 Negeri Tebas, tetapi ayah Eta larang sekolah disana, soalnya jauh. Akhirnya Eta masuk ke SMA 1 Negeri Semparuk, perasaan belum stabil. Jujur saja, Eta masih kecewa. Namun, lambat laun Eta bisa menerima keadaan dan tidak terlarut dalam kesedihan. Sebenarnya ada suatu beban bagi Eta jika sekolah di SMA 1 Negeri Semparuk tersebut. Eta merasa tidak nyaman didepan teman-teman, karena di sekolah itu ibu Eta mencari nafkah dengan berjualan dikantin sekolah. Eta akui, pada saat itu Eta memang agak minder. Terus terang, Eta takut tidak mempunyai teman jika mereka tahu bahwa Ibu Eta berjualan di kantin sekolah. Tetapi kemudian Eta termotivasi untuk bersekolah, karena sering melihat orangtua Eta bekerja keras untuk menyekolahkan Eta. Hari demi hari Eta lalui dengan serius belajar untuk membuat kedua orang tua Eta bangga melihat anaknya berprestasi. Dan akhirnya Eta mendapat juara kelas, dari situlah kehidupan Eta mulai berubah menjadi lebih baik, karena dari sanalah keberadaan Eta mulai diakui oleh teman-teman Eta.

Dari situ juga Eta mulai mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena Eta sudah bisa berterima kasih atas semua kebaikan yang Eta alami. Eta juga sering bersyukur kepada Tuhan, karena jika Eta bersekolah di SMA yang Eta favoritkan, belum tentu Eta mendapatkan pengalaman seperti ini. Berkat pengalaman itu, Eta selalu berkata pada diri sendiri, janganlah selalu memaksakan kehendak karena sebenarnya Tuhan-lah yang lebih mengetahui apa yang terbaik untuk kita. Karena itu, Eta serahkan seluruh masalah hidup kepada-Nya, niscaya Tuhan akan memberikan jalan yang terbaik untuk Eta.

Mandiri Karena Ditinggal Ayah, dan Ketegaran Seorang Ibu.

Eta ingin bercerita mengenai Ibu, karena Ibu orangnya yang sangat luar biasa. Ibu Eta mampu berperan ganda, sebagai kepala keluarga. Ibu mengurusi sebagai kepala keluarga. Ibu menyekolahkan kedua anaknya dengan penuh perjuangan. Ibu bukan pegawai negeri maupun pegawai swasta. Ibu adalah ibu rumah tangga biasa. Semuanya itu bermula dua tahun yang lalu, ketika Eta berumur delapan belas tahun. Waktu itu tengah malam, angin berembus, hingga dingin menusuk kulit, samar-samar dari kejauhan terdengar suara yang menyayat. Sirene ambulans, makin lama suara sirene ambulans itu makin jelas, seperti teror tengah malam.


Akhirnya ambulans itu berhenti di depan rumah Eta. Hanya dalam beberapa detik saja orang-orang mulai berkerumun, Eta yang sedang terlelap pun terbangun mendengar suara tangis tersedu-sedu. Eta pun turun dari tempat tidur, membuka pintu kemudian tertegun. Eta lihat Ibu Eta menangis sejadi-jadinya, dan di hadapannya tergolek jenazah yang telah rapi berbalut kain kafan. Tetangga-tetangga Eta sudah berdatangan, duduk didekat Ibu, membaca surat yasin. Malam itu, Ayah tercinta, imam dalam keluarga, pelindung dan tempat bergantung, harus pergi untuk selamanya. Waktu itu adik Eta laki-laki duduk di bangku kelas Enam SD, dan Eta Masih kuliah semester 2, betapa terpukulnya kami menerima kenyataan untuk hidup tanpa ayah.

Sejak itu Ibu harus mandiri menghidupi keluarga kami, termasuk menanggung biaya pendidikan kami. Bisa dibayangkan, betapa tidak mudahnya mengurus dan menyekolahkan kedua anaknya yang mau meranjak dewasa. Tentu saja tidak akan cukup jika hanya mengandalkan uang pensiun ayah. Karena itu, Ibu mulai mencari-cari tambahan untuk kebutuhan kami, anak-anaknya. Ibu bekerja begitu kerasnya, bahkan suatu saat sampai harus istirahat total karena sakit kelelahan.

Proses demi proses Eta lewati semua alhamdulillah bisa kuliah, walaupun adik Eta masih SMP, kami sangat bersyukur memiliki Ibu yang sangat baik. Beliau selalu memprioritaskan pendidikan. Eta mendengar kata-kata Ibu terharu karena ketegarannya sebagai seorang Ibu, yang sekaligus menjadi ayah bagi kami. Ibu tidak pernah mengeluh nasibnya. Ibu bersyukur karena diberi umur yang panjang.

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun