Mohon tunggu...
Koka Burra
Koka Burra Mohon Tunggu... -

Great minds don't think alike

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Si Pengkor dan Becaknya

12 September 2013   12:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:00 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ayah mengisahkan bagaimana ia, Pengkor, dan teman-teman lain selalu bermain di sungai saat istirahat. Kadang-kadang mereka lupa waktu. Bu Guru atau Pak Guru terpaksa harus berlari-lari ke sungai memanggil-manggil mereka sambil mengacung-acungkan penggaris. Ternyata Ayah bandel juga sewaktu kecil.

"Mengapa Si Pengkor terlihat miskin?" tanyaku ingin tahu. Dari pakaiannya yang lusuh, kukira ia tidak punya cukup uang untuk membeli baju baru.

"Itu karena dunia ini tidak adil, Dinda. Orang seperti Pengkor menghadapi kesulitan yang berlipat-lipat dibanding orang yang sehat seperti kita. Selain tubuhnya cacat, orang tuanya miskin. Ia hanya sekolah sampai SMP. Ia sulit mendapat pekerjaan. Kalau mau usaha sendiri tidak punya uang. Bila meminjam uang di bank sering tidak dipercaya. Oleh karena itu kita wajib bersyukur dan bermurah hati pada yang kurang beruntung seperti Pengkor itu," kata Ayah.

"Jadi ia tidak bekerja?" tanya Mbak Danda.

"Tadi siang dia cerita kalau baru saja kehilangan pekerjaannya di kota. Selama ini dia bekerja sebagai tukang cuci mobil di sebuah bengkel. Tapi pemilik bengkel memecatnya karena banyak pemuda tampan lulusan SMA yang melamar jadi karyawan."

"Kasihan," gumam Ibu yang sejak tadi asyik mendengarkan. "Mungkin kita harus membantunya, Mas."

Sehabis bercerita tentang Pengkor, Ayah terlihat berpikir keras. Ia berbicara cukup lama dengan Ibu dan Nenek.

Paginya, di saat kami sarapan di amben kayu jati, Ayah mengatakan pada kami kalau ia berniat membelikan sebuah becak untuk Pengkor.

"Becak? Untuk apa, Yah?" Aku ingin tahu. Aneh sekali rencana Ayah itu. Orang pincang dan pendek mungkin akan kesulitan mengayuh becak, pikirku.

"Agar Pengkor bisa bekerja jadi tukang becak."

"Kamu tahu, di desa ini sekarang semua jalannya sudah diaspal. Di sini orang-orang tua seperti Nenek sulit mencari kendaraan bila hendak ke kota kecamatan. Kalau tidak ada yang mengantar, Nenek tidak bisa pergi sendiri. Kalau jalan kaki terlalu jauh. Jadi Nenek harus menunggu Romlah atau Wisnu pulang sekolah dulu." Nenekku menyebutkan nama-nama anak tetangga yang sudah dewasa. Mereka sering mengantar Nenek ke kota dengan sepeda motor.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun