Tahapan tersebut tidak berhenti pada ketika penerimaan, namun petugas mulai mengadaptasi dengan memberikan jawaban ataupun petunjuk cara mendaftarkan perusahaan ke utusan sehingga tujuan bersama tercapai merupakan tahapan terakhir dalam intercultural competence terkait sensitivitas antar budaya.
Setelah memahami tentang intercultural competence dalam hal ini adalah kompetensi khusus sosio kultural yaitu perekat bangsa di lingkungan Aparatur Negeri Sipil (ASN), maka tantangan terbesar berikutnya yaitu pengembangan program pendidikan & pelatihan (diklat) untuk mengembangkan kompetensi tersebut.Â
Langkah pertama yang dilakukan adalah dimulai dengan pemetaan tingkat  kompetensi yang dimiliki oleh masing-masing ASN melalui assessment center. Pelaksanaan Assessment center dilakukan komprehensif melalui lembaga terakreditasi sehingga validitas dari hasil penilaiannya baik.
Pelaksanaan assessment center dilakukan pada akhir tahun di setiap tahunnya. Kemudian hasil assessment center akan dibandingkan dengan standar level oleh bagian kepegawaian dan organisasi.Â
Hasil perbandingan tersebut akan disebut dengan gap kompetensi sosio kultural -- perekat bangsa masing-masing ASN. Dengan adanya gap kompetensi sosio kultural -- perekat bangsa tersebut maka selanjutnya bagian kepegawaian dan organisasi akan mulai merancang program diklat sesuai kompetensi dari masing-masing ASN. Â
Contoh : seorang pegawai fungsional penyelia bernama Andi berdasarkan hasil asesmen berada pada level 1 (satu), sedangkan standar level dari jabatan yang diwajibkan adalah 3 (tiga), maka atas kondisi tersebut terdapat gap kompetensi pada pegawai tersebut.Â
Atas gap kompetensi tersebut maka Andi akan diikutkan dalam diklat dengan modul sosio kultural -- perekat bangsa, sehingga diharapkan setelah mengikuti diklat dan adanya bimbingan, pemantauan dari pimpinan terkait maka level kompetensi dari Andi mengalami peningkatan.Â
Bagian kepegawaian dan organisasi akan menyusun kalendar diklat untuk kompetensi sosio kultural -- perekat bangsa ini akan dikomunikasi ke unit pimpinan masing-masing agar ketika implementasi pelaksanaan program diklat, kegiatan dapat dilakukan dengan dukungan penuh oleh pimpinan.Â
Dukungan pimpinan unit dalam program diklat selain dari sisi pemberian ijin, pengawasan (observasi hasil diklat), dan juga proses mentoring setelah program diklat diselesaikan.
Salah satu contoh adalah di Kementerian saat ini pembelajaran kompetensi sosio kultural dirancang secara komprehensif dengan durasi waktu diklat selama tiga hari. Pembelajaran materi terkait intercultural awareness dan intercultural sensitivity disusun berstruktur sebagai berikut :
- Peserta mulai diuji pengetahuannya melalui test yang dilakukan diawal pembelajaran (yang disebut dengan pre-test) Â dan akan dilihat kembali peningkatannya dengan peserta melakukan post test (pengujian diakhir diklat).
- Kemudian peserta akan mulai mengakses materi melalui website e-leaning. Materi yang ada dalam website ini peserta diklat mengulang-ulang diluar dari waktu diklat, dikarenakan materi dapat diunduh oleh peserta. Hal ini sangat positif, karena memungkinkan peserta untuk belajar kembali ataupun menghayati isi pembelajaran.
- Selain itu peserta akan melanjutkan dengan tugas kelompok, seperti bedah film, studi kasus, sharing budaya untuk kemudian dipresentasikan dalam kelas pembelajaran.
- Yang terpenting adalah setiap hari peserta akan mengikuti forum media zoom difasilitasi oleh mediator / pakar dibidang budaya. Pada tahapan pembelajaran ini, peserta dapat bertanya ataupun diskusi komprehensif dengan narasumber.
Metode pembelajaran budaya yang sudah diterapkan selama tahun 2020 adalah melalui pembelajaran e-learning berbasiskan teknologi informasi. Melalui diklat jarak jauh dengan online ini, maka proses pembelajaran dapat diakses dimana saja oleh Aparatur Sipil Negara (ASN).Â