Mohon tunggu...
Mohammad Djaya Aji Bima Sakti
Mohammad Djaya Aji Bima Sakti Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Life is your choice :)

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Materialisme dan Problem Kemanusiaan dalam Perspektif Psikologi Islam

9 Oktober 2019   21:45 Diperbarui: 16 April 2021   09:42 2523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dalam perjalanan mencari kebahagiaan tersebut setiap individu memiliki cara yang berbeda-beda. | pexels

Namun, kebahagiaan inipun masih bermuara dari sebuah pernyataan yang subjektif. Hal ini dikarenakan setiap orang di dunia masih saling tumpang-tindih dalam mengartikan cara bahagia dan kebahagiaan itu sendiri. Seperti sebuah contoh penetapan tolak ukur kebahagiaan melalui survei di Kanada yang menyebutkan bahwa 66% masyarakatnya mengatakan bahwa mereka akan merasa bahagia apabila mereka lepas dari rasa takut dan stress secara finansial atau material.

Padahal Amerika sendiri yang terbukti memiliki pendapatan yang tinggi dalam masalah finansial dan material justru tidak dapat menambah kebahagiaan. Hal ini kemudian dibuktikan oleh salah seorang bernama Diener yang menemukan bahwa di Amerika walaupun daya perdagangan meningkat namun rata-rata kebahagiaan penduduknya tidak terlalu berubah, ia kemudian mengambil kesimpulan bahwa pertumbuhan ekonomi yang pesat justru memiliki kecenderungan untuk menambah permasalahan dalam kehidupan, misalnya perpindahan pekerja dan perpecahan keluarga.

Berbeda dengan konsep kebahagiaan dalam Islam, dimana kebahagiaan diungkapkan dengan istilah sa'adah yang memiliki hubungan antara dua dimensi eksistensi, yaitu akhirat dan dunia sesaat. Sa'adah secara terminologi diambil dari sebuah kata dalam bahasa arab yang berarti keberuntungan, kebalikan dari kesialan.

Sa'adah sendiri memiliki lawan kata Syaqowah yang memiliki arti kemalangan dan kesengsaraan.  Kata sa'adah sendiri memiliki orientasi pada sebuah keberadaan akhirat, sehingga dalam Al-Qur'an disebutkan kata ini dua kali dan kedunya memiliki makna mendalam ke arah akhirat.  Maka dalam sebuah pendapatnya Ibnu Sina mengatakan bahwa kebahagiaan dan kesedihan jiwa yang sebenarnya adalah di kehidupan akhirat, sedangkan kesenangan dan penderitaan di dunia bersifat perumpamaan saja.  

Namun kebahagiaan Islam tidak sampai pada titik tersebut melainkan masih terdapat korelasi antara kehidupan dunia dan kebahagiaan di akhirat. Setidaknya korelasi tersebut menyentuh pada tiga aspek yaitu diri (nafs) yang diibaratkan sebagai pengetahuan yang baik, hal ini berpengaruh pada pemahaman ajaran yang tepat untuk sampai pada sebuah tujuan kehidupan akhirat.

Kemudian tubuh (badaniyyah) dimana ketika tubuh itu sehat maka pekerjaan akan mudah dilakukan dan mampu menambah berbagai macam bekal menuju akhiratnya. Terakhir eksternal luarnya (kharijiyyah) yang berarti unsur materi yang mampu menjadi penunjang dalam kehidupan dan kebahagian manusia tersebut. Maka menurut salah seorang tokoh muslim kehidupan dunia dan akhirat harus selalu dalam koridor wahyu.    

Definisi Materialisme

Berbicara mengenai definisi materialisme, terlebih dahulu akan ditinjau dari sisi terminologinya, materialis berasal materi yang berarti terletak, terikat, tersurat dalam hati; benda, zat; sesuatu yang jadi bahan untuk berpikir, berunding, mengarang dan sebagainya.  Kemudian kata itu berkembang menjadi materialis yang berarti pengikut paham materialis: orang-orang yang mengutamakan keberadaan kebendaaan sepert harta, benda dan sebagainya.

Kemudian kata materialistik sendiri berarti sifat manusia yang bersifat kebendaan dan mengenai kebendaan.  Melalui keterangan diatas dapat kita lihat bahwa materialistik adalah sebuah sifat yang terdapat dalam diri manusia yang memiliki fokus terhadap kebendaan dan kepemilikan hal-hal yang real. Sifat tersebut kemudian berkembang menjadi sebuah aliran yang sering disebut dengan materialisme.

Masih dalam arti materialisme terdapat satu definsi materialisme sendiri dalam ranah psikologi adalah satu segi pandangan yang menyatakan bahwa reaitas satu-satunya adalah zat, barang, bahan (mater). Arti selanjutnya satu sikap yang menuntun orang pada pencapaian barang-barang dan pemupukan kesenangan hidup, dengan mengorbankan pengejaran benda-benda kultural atau intelektual.

Kemudian dalam sebuah karya ilmiah, terdapat pengertian materialisme yang berarti suatu ciri karakter manusia secara umum, dimana karakter ini mempunyai oerientasi yang menekankan pada kepemilikan (material) dan uang untuk kebahagiaan dan kesejahteraan personal dan perkembangan sosial. Sebuah paham yang sangat identik dengan paham Barat, dimana kebahagiaan dan kesejahteraan sangat dikaitkan pada titik pendapatan harta dan benda semata.

Memang tidak dapat dipungkiri bahwa setiap orang menghendaki kehidupan yang sejahtera dengan salah satu indikatornya adalah terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar mereka (Maslow, dalam Feist, Feist, & Roberts, 2013). Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut tak dapat dielakkan tergantung pada benda-benda. Seseorang senantiasa mengkonsumsi barang dan menggunakan berbagai jasa yang perolehannya memerlukan uang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun