Mohon tunggu...
Erwin Ma
Erwin Ma Mohon Tunggu... Lainnya - Founder Leadershub Sulsel

"Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu." (QS. Muhammad 47: Ayat 7)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Cepi

26 Juni 2020   07:50 Diperbarui: 19 Juni 2021   10:37 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mentari nampaknya agak mulai mengintip di sela-sela awan ufuk timur, mendengar nyayian burung dan hembusan angin tuk menengok tarian dedaunan pohon Angsana.

Sebuah harmonisasi yang menghanyutkanku pada sebuah ingatan pilu. Tangan dan kaki tak bisa melawan ketika seorang gadis pujaan yang mencintaiku, disentuh oleh seorang laki-laki bejat. Aku tak bisa memaafkan diriku ketika air mata itu menetes di pipi dan suara lirihnya kudengar terucap kata "tolong".

Bakka, seorang preman dan pembunuh bayaran, dia yang membuatku tersungkur dihadapan Majang gadis pujaanku dan selama sebulan kuterbaring lemah diranjang tua milik kakekku.

Kukepalkan tangan dan bersumpah dihadapan mentari dan apa yang ada di sekitarku, bahwa aku Cepi tidak akan mati sebelum Kawaliku* menembus perut Bakka.

"Kau harus tau, bahwa Bakka itu terkenal punya ilmu kebal" ucap Kakekku yang muncul dari dalam rumah yang sedari tadi memperhatikanku.

"Aku tau! izinkan aku belajar bela diri, untuk membalaskan dendamku."

"Dari kecil aku ingin mengajarkanmu ilmu bela diri, tapi kau dan Ayahmu yang selalu beralasan tidak suka kekerasan, lantas karena dendam, kau ingin belajar?" Tanya kakekku.

Aku terdiam tak tau ingin menjawab apa. Tanpa kata sedikitpun aku beranjak meninggalkannya

Dalam perjalanan aku berpikir, mustahil membunuh Bakka dengan tangan kosong tanpa keahlian bela diri. Kucoba menemui teman masa kecilku, dia seorang anak tentara yang juga terkenal punya banyak teman preman.

Di rumahnya aku dapati dia bersama teman-temannya mabuk-mabukan.

"Cang, tolong aku" ucapku tanpa basa-basi

"Ooi Cepi!, duduklah dan nikmati minuman dari surga!" Ucapnya sambil tertawa bersama temannya.

"Tolong aku Cang, tolong bantu aku membunuh Bakka."

Mereka kembali tertawa dengan ucapanku, entah apa yang lucu?

"Bakka? Preman itu? Kau sudah gila Cepi?" Tanya Acang dengan nada menyindir.

"Serius! Dia telah membuatku terbaring lemah sebulan penuh."

"Aku tak bisa ikut campur dalam urusannmu, apalagi berurusan dengan Bakka."

"Kenapa? Kita kan teman." Ucapku memelas.

"Teman katamu? Andai kau selalu gabung bersama kami, tentu lain hal."

Melihat tidak ada harapan bantuan dari Acang, aku pamit pulang dan berterimakasih.

Dendam dan amarah dengan nafsunya kembali bercumbu dalam dadaku dan melahirkan sebuah kekuatan dan keberanian untuk melanjutkan niatku. Sedang pikiranku mengingat Majang, bagaimana keaadaannya sekarang?

Ahh.. tidak! Aku tidak akan menemuinya sebelum membunuh Bakka.

Sebaiknya Aku pulang ke rumah kakek, untuk sekedar menguatkan niatku.

Kuambilnya sejumlah uang dan sebuah Kawali* (senjata tradisional Bugis). Malam ini, tak ada lagi seorang Bakka di muka bumi ini. Ku tau setiap malam dia mabuk-mabukan dan saat itulah waktu yang tepat. Didepan pintu rumahnya, kuberdiri tegak dengan kawali ditangan kananku, kuketuk pintu perlahan-lahan.

"Tok.. tok.. tok"

Tak ada jawaban darinya... kembali kuketuk pintu.

"Tok.. tok.. tok"

"Siapa itu? Masuklah!" Sahutnya dari dalam rumah.

Aku tak menjawab, dan kembali kuketuk pintu.

"Tok.. tok.. tok"

"Sial." ucapnya dengan nada marah.

Dibukanya pintu, dan waktu berjalan begitu cepat, kawali ditanganku sudah berada tepat di perut Bakka. Nampaknya Bakka benar-benar tidak kebal, darah sudah mengalir jatuh ke lantai. 

Pikiranku berkecamuk, tak menyangka tangan lemahku telah membunuh. Perlahan kuangkat kaki menjauh dari sana, pelan-pelan hingga kuberlari tanpa henti. Kubertekad akan meninggalkan tanah Sulawesi untuk memulai hidup baru.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun