Sebaiknya Aku pulang ke rumah kakek, untuk sekedar menguatkan niatku.
Kuambilnya sejumlah uang dan sebuah Kawali* (senjata tradisional Bugis). Malam ini, tak ada lagi seorang Bakka di muka bumi ini. Ku tau setiap malam dia mabuk-mabukan dan saat itulah waktu yang tepat. Didepan pintu rumahnya, kuberdiri tegak dengan kawali ditangan kananku, kuketuk pintu perlahan-lahan.
"Tok.. tok.. tok"
Tak ada jawaban darinya... kembali kuketuk pintu.
"Tok.. tok.. tok"
"Siapa itu? Masuklah!" Sahutnya dari dalam rumah.
Aku tak menjawab, dan kembali kuketuk pintu.
"Tok.. tok.. tok"
"Sial." ucapnya dengan nada marah.
Dibukanya pintu, dan waktu berjalan begitu cepat, kawali ditanganku sudah berada tepat di perut Bakka. Nampaknya Bakka benar-benar tidak kebal, darah sudah mengalir jatuh ke lantai.Â
Pikiranku berkecamuk, tak menyangka tangan lemahku telah membunuh. Perlahan kuangkat kaki menjauh dari sana, pelan-pelan hingga kuberlari tanpa henti. Kubertekad akan meninggalkan tanah Sulawesi untuk memulai hidup baru.