Satu jendela di antara empat kamar di rumah itu terbuka sejak pagi di hari Minggu. Biasanya tertutup dan sengaja dibiarkan begitu. Karuan cahaya matahari juga angin bisa leluasa menerobos ke dalam tiada halangan.
Ruang di dalam menjadi terang, hangat dan sejuk. Meski belum sepenuhnya tiap ruangan di rumah ini bisa melonggarkan sesak napasnya dari persoalan hati yang Kenari alami.
Di sini di kediaman orang tuanya ia berharap semua persoalan akan terbang menjauh diembus angin yang datang seharian. Tapi justru dari jendela itu juga ia menatap jauh hingga ke ujung jalan seakan sedang menanti seseorang yang akan menjemputnya.
Tapi bisik hatinya terus menimbang-nimbang. Kadang ia di nanti kadang tidak.
***
Di saat yang sama di kota lain Nuri berjalan sejajar bersama Gagak memutari taman. Mereka berbincang tentang semua hal.
Baru kali ini mas Ga bisa mengajaknya keluar untuk sekadar mengisi kekosongan waktu di hari Minggu. Kendati mula-mula ditolaknya dengan beragam alasan. Alasan yang terutama kata Nuri, bukan dirinya yang mesti menemani Gagak.
Tapi karena desakan dan juga tidak ada yang bisa dilakukan di senggang waktu, maka Nuri mau juga ke taman ini.
"Aku sudah tiga hari ini tiada kabar dari Kenari. Kemana dia?"Nuri mengajukan tanya menyelidik.
"Mungkin sedang tidak ingin dihubungi."
"Aneh. Mestinya mas Ga tidak mengatakan itu."