Ayah menatapku sedih, dan ia bilang, tangan kiri ayah patah.
Orang-orang kemudian menggiring kami ke puskesmas untuk diberi perawatan. Aku perhatikan penumpang lain juga mengalami nasib yang sama. Namun ada juga yang diselimuti hingga wajahnya. Sebentar saja kami di puskesmas. Aku melihat ayah merintih, dan tidak tahan.
Seorang polisi menghampiri ayah, dan ayah meminta tolong padanya untuk mengantarkan ke sanak famili yang ada di suatu kota terdekat.
Polisi itu mengangguk, dan meminta entah siapa untuk mengantar ayah pada alamat yang dituju.
Kami pun diantarnya, dan tiba. Famili terkejut, dan meminta kami untuk istirahat sebentar sebelum dibawa ke rumah sakit.
Di rumah sakit kami dirawat selama dua hari. Selama dua hari itu pula ibu, dan kakakku tiada kabar tentang kami.
Untungnya ayah cepat meminta famili mengabarkan pada ibu, dan keluarga ayah di kampung. Akhirnya semua jadi terang kembali.
Kami berkumpul di rumah sakit. Ibu tiba bersama kedua kakakku, paman, serta kerabat. Ibu melihatku tersedu. Wajahku dibungkus perban, di bagian kening, dan pipi kanan, juga di bawah ke dua mata.
Kata ayah sembari berbaring,"terkena pecahan kaca,"
Lengan kiri ayah juga terlihat sudah digip, dan ada perban di kening sebelah kirinya.
"Bagaimana kabar ibu,"tanya ayah yang masih menyempatkan untuk bertanya pada adiknya yang juga pamanku.