Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Ketika Air Mata Bicara

7 Oktober 2022   09:31 Diperbarui: 7 Oktober 2022   09:39 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kau atau siapapun tidak akan pernah mengerti, dan merasakan

Ketika mendung di langit dan fajar akan membuka hari

Kepiluan datang tiba-tiba

Tiada satu pun yang sanggup untuk menolaknya

Kau juga pasti tidak akan pernah mengerti

Ketika orang yang dicintai bicara hanya dengan tetes air mata yang membasahi wajah

Setelah mulut untuk bicara ditutup rapat

Ia mendengar, mendengar, dan mendengar ketika aku tulus bisikkan kata-kata lirih

Dipangkuan itu pula aku bisikkan lembut kalimat-kalimat ilahi agar ia tenang, ikhlas, dan menjemput maut dengan keagungan

Dipangkuan itu airmataku tumpah bersama airmatanya

Dingin tubuhnya aku rasakan

Ia berjuang untuk bisa sekadar menyapa diriku hanya dengan gerakan kepala ringan untuk mengangguk

Lalu aku mencium keningnya untuk katakan padanya aku sudah mengerti, dan ikhlas untuk takdir ini

Air mata itu tidak pernah kering hingga sekarang, dan selalu datang membasah di kala aku merindukan kelembutannya

Merindukan tutur halusnya

Merindukan canda manjanya

Merindukan kecantikan, kesederhanaan, dan kesahajaannya

Dipangkuanku itu ia menutup mata rapat untuk selama-lamanya

Ketika ayam, burung, dan suara azan berkumandang di subuh itu

Aku baringkan dirinya dengan beban yang ketika itu tak ada kesanggupanku untuk melepaskannya

Kemudian aku berkata padaMu

"Tuhan untuk apa Engkau pertemukan aku dengannya ini hanya untuk waktu yang singkat, untuk apa??

Aku bersamanya punya cita-cita yang sangat ingin kami raih dengan jujur, dan semangat

Tapi Engkau punya kehendak lain yang tidak pernah aku ketahui hingga sekarang

Hanya kenangan dipangkuan itu yang terus teringat

Ketika airmata mampu berbicara di saat-saat terakhir itu

Ketika itu pula aku takut kelak aku juga akan menghadapi apa yang dia alami, dan rasakan

Aku tidak ingin ada airmata yang tumpah hanya untuk menangisiku di kala maut menjemput

Aku berjalan hanya sesuai rencanaNya

Dan biarkan airmataku dan airmatanya pernah menyatu di waktu dulu kala suka, bahkan duka

Hanya aku, dan dia yang tahu

Kau kelak akan alami pula apa yang pernah aku rasakan meski dengan cerita yang berbeda

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun