Sudah tiga hari malah. Di tiap jalan ia sedekahkan tiap rupiah yang dipunya, pada mesjid, pada pengemis, pada yang dipandang fakir olehnya.
Juga kalung hadiah itu ia berikan tanpa ragu pada pengemis perempuan seusia dirinya di belokan jalan dekat pasar. Di wajahnya, mbok Nah seperti bebas dari beban yang dirasakannya selama ini. Beban hidup karena tanpa sanak, dan keluarga lagi. Ia sudah tidak memiliki harta sedikitpun.
***
Di atas kasur petak rumah kontrakan itu mbok Nah tampak terbujur kaku. Entah apa yang terjadi, dan dilakukannya. Barangkali kematian tidak memandang orang sehat atau sakit, namun tanda-tanda kematian bakal menjemputnya seakan mbok Nah memahami.
Perempuan gorengan terkejut tatkala hendak menyambangi mbok Nah. Ia seketika menyeruak masuk semata-mata dipicu oleh tas kecil yang mbok Nah punyai. Matanya tertuju ke tas itu. Ia mengambil, dan membukanya, namun kosong. Tidak ditemukan apapun, baik uang maupun kalung yang dulu ingin dicurinya.
"Mbok, mbok kalau tau mau mati begini ya, diberikan ke saya saja uang dan kalungnya itu,"bathin perempuan ini yang sebentar kemudian memanggil para tetangga untuk mengurus jenazah mbok Nah.
Â