Baru tiga bulan menetap di kampung sini, Rahwana, bikin pening warga. Sudah malas kerja bakti, juga suka mengeritik. Siapa pun orang yang tidak sepaham pikiran dengannya bakal kena.Â
Zaid yang kerap kena getah orang ini. Dibilangnya kalau punya cita-cita mau jadi pengusaha transportasi, mesti putar haluan usaha. Jangan terus-terusan jadi sopir bajaj.
"Putar haluan, bikin terobosan. Kalo perlu kredit mobil travel,"katanya suatu ketika kala Zaid sedang mencuci bajajnya.
Zaid yang mendengar Rahwana bicara, dan bergaya seperti politisi ini, cuma mendehem saja. Ia dehem seperti habis makan kedondong muda yang asem itu. Ia tidak perlu meladeni, kalau ditimpali makin panjang omongannya.
Sebagai orang asli kampung sini, Zaid tenggang rasa.  Padahal waktu pindahan dari luar kota, Zaid suka cita membantu. Ia turut  membantu menurunkan perabot dari atas truk.
Satu bulan hingga dua bulan, Zaid begitu dekat. Selain Rahwana ramah juga royal. Tapi masuk di bulan ketiga, kelihatan watak aslinya. Rahwana seperti ingin menjadikan Zaid tidak sebagai tetangga, tetapi anak buahnya. Anak buah yang tugasnya mau menerima setiap pikirannya itu.
Tentu Zaid menolak, dan Rahwana juga tidak mengetahui benar watak asli Zaid ini.
***
Pak RT, dan Koh Acung sedang menyusun rencana acara hiburan bagi warga di bulan Agustus ini. Zaid juga tumben ada di situ. Di hari kemerdekaan ini memang sudah biasa segala acara, termasuk lomba diadakan.
Keduanya meminta Zaid untuk menghubungi Rahwana agar mau datang di saat pertemuan nanti. Tapi sebelumnya ia juga mesti ke rumah Haji Mukti untuk memberitahu susunan acara yang sudah disiapkan.
"Siap pak RT, tapi ini orang kayaknya gak perlu diundang deh. Kacau nanti,"pinta Zaid.
"Jangan begitu. Saya paham yang dirasakan abang Zaid. Ini juga iuran RT tidak lagi dibayar. Cuma satu kali aja dia bayar, pas baru datang itu,"timpal pak RT santai.
"Iya, ini aneh juga. Saya aja dibilangnya mesti menggiatkan ekonomi mikro masyarakat di lingkungan sini. Suruh bikin koperasi, bikin kredit tanpa bunga, seperti pengusaha nasional keturunan Tionghoa itu,"ujar Koh Acung menambahkan.
Zaid tertawa mendengar itu. Katanya," saya kira saja aja yang kena ocehannya. Jangan-jangan semua juga kena, termasuk si Karim."
Tidak lama di situ Zaid pun pergi menemui haji Mukti. Â Termasuk menghubungi Rahwana, dan undangan yang mesti diberikan pada beberapa warga untuk menghadiri pertemuan.
Malamnya mereka berkumpul. Tidak kurang 20 warga hadir. Biasanya pertemuan satu jam kelar, ini menjadi dua jam lebih. Sebab Rahwana mengeritik terus susunan kegiatan acara 17 Agustusan ini.
Dikatakan acara-acara itu bentuk feodalisme masa lalu yang dipelihara sampai sekarang. Â Disebutnya lagi warga terpedaya oleh pikiran-pikiran kolonialisme yang membuatnya menjadi santai, dan gembira semu. Ia meminta acara mesti diubah, apalagi lomba-lomba yang diadakan sudah tidak up to date, dan ketinggalan zaman.
"Bikin lomba tik-tok, dan lomba menjadi youtuber. Cukup dua saja sekarang. Tidak perlu lomba lucu-lucuan kayak tarik tambang, makan kerupuk, menggigit uang di buah pepaya yang diolesi, apa itu, norak sekali, oli! Saya usulkan dua itu saja pak RT," pintanya berapi-api persis politisi di tv-tv.
Usul itu kemudian ditimpali Salman. Kata Salman kesal, "ini tidak ada urusannya dengan segala pikiran yang belum tentu benar itu. Feodalisme dan kolonialisme itu istilah profesor, dan orang-orang cendekiawan. Ini di kampung, bukan di kota. Lagian tibang tukang pijit, tau-tauan segala istilah itu."
"Lho Anda tidak tau siapa yang saya pijit. Rata-rata para aktivis, dan sekali-kali saya dipanggil juga oleh politisi, eh calon politisi untuk minta dipijit. Jangan sembarangan saudara, informasi terkini saya dapat dari mereka,"balasnya dengan nada tinggi.
Salim yang merasa sahabatnya dibantah Rahwana coba menengahi dengan tenang. Dibilangnya supaya usulan itu dipertimbangkan lagi. Sebab segala tik-tok, dan youtube perlu alat, dan biaya juga.
Paling tidak mesti ada handphone, dan pulsa. "Darimana untuk mengadakan itu semua. Masa urusan ini saja yang harusnya senang, jadi meriang,"kata Salim.
Salim juga dibantah pula, kata Rahwana,"ini kewajiban RT, kan ada iuran tiap bulan. Kalau ditotal selama satu tahun saja sudah bisa dibeli alat-alat itu untuk inventaris RT."
Pak RT merasa perlu menguraikan kemudian, bahwa uang iuran itu untuk kepentingan membayar tukang sampah, keamanan, dan membantu sedikit kebutuhan untuk warga yang sakit, dan kematian. Tidak ada itu untuk kepentingan semacam membeli hp, dan pulsa.
"Iuran saja saudara baru satu kali bayar sejak pindah ke sini,"kata pak RT mengingatkan.
Ditimpali lagi oleh Rahwana yang membuat gerah warga yang berkumpul ini.
Katanya, "Pak RT mesti bijaksana dalam mengutarakan pendapat. Urusan saya belum membayar itu mesti dipahami juga dengan kondisi faktual ekonomi domestik saya. Kan ada kebutuhan saya yang didahului."
"Masya Alloh, ini jadi kemana-mana urusan acara Agustusan, segala tik-tok, sampe ekonomi domestik,"cetus haji Mukti setengah menahan tawa.
Zaid yang sejak semula diam, meminta Karim supaya bicara. Barangkali saja ada ide yang bisa membuat semua tenang. Karim yang duduk di samping Zaid mesem-mesem, dan Zaid juga menahan tawa oleh mimik muka Karim. Pikir Zaid pasti ada ide jitu yang bakal disampaikan Karim ini.
Benar saja, Karim yang tambun ini menyetujui permintaan Zaid supaya ia bicara.
Kata Karim santai, dan serius," begini saja bapak-bapak sekalian, juga pak RT. Â Saya melihat pak Rahwana sudah memberikan pikiran-pikiran yang cemerlang dalam pertemuan ini. Bagaimana untuk tahun ini acara tik-tok dan menjadi youtuber itu ditunda dulu."
Lanjut Karim, "tahun depan kalau disetujui semua warga, kita adakan. Sekaligus di sini saya sampaikan agar pak Rahwana diberi penghargaan atas dedikasinya memberikan gagasan-gagasan baru bagi warga di sini, Apakah disetujui?"
Rupanya hal yang disampaikan Karim berkenan di hati Rahwana. Dengan cekatan ia menanggapi, bahwa apa yang disampaikan anak muda ini benar sekali, dan sangat diapresiasi.
"Saya setuju, dan mengapresiasi sekali ini,"ucapnya gembira.
Warga pun mau tidak mau menerima usulan yang disampaikan Karim. Pak RT, Koh Acung, Haji Mukti, Salman, juga Salim, menyetujui. Rapat pun akhirnya selesai, dengan tetap melaksanakan susunan acara yang telah dibuat sebelumnya, seperti tahun lalu. Sementara kewajiban RT menyiapkan penghargaan untuk Rahwana.
Usai itu, Zaid bilang, dan bertanya pada Karim," itu penghargaan apa yang bakal diberikan ke tukang pijit, Ndut?"
"Ya terserah pak RT. Saya kan cuma usul, Bang."
Karena masih membereskan kursi bekas rapat di halaman rumah Koh Acung, Zaid bilang pada pak RT yang didengar Koh Acung, dan Karim.
"TE maaf ini, itu penghargaan kira-kira apa bentuknya, piagam, piala atau kado?"Â
Ketiganya berpikir sebentar dengan serius. Tapi pak RT cepat bilang, "karena dia tukang pijit hadiahnya kado saja, gimana seuju?"
Semua setuju, lalu Karim mengira-ngira, dan bertanya," isi kadonya apa?"
"Kasih aja handuk kecil,"timpal Zaid sekenanya. Namun disetujui akhirnya oleh Koh Acung, Karim, dan pak RT sembari tertawa.
Satu hari jelang acara. Semua urusan tuntas dikerjakan, termasuk bungkusan untuk hadiah lomba, dan kado istimewa sebagai penghargaan untuk Rahwana yang secara khusus menerima di tahun ini. Padahal tahun sebelumnya tidak ada hadiah untuk urusan ide, dan kritik segala macam.
Tapi karena sudah jadi keputusan rapat, maka diberikan juga akhirnya. Zaid, dan Karim membantu untuk urusan  bungkus-membungkus kado ini.
***
Acara lomba sangat meriah. Anak-anak, ibu-ibu, warga sekalian senang, dan gembira. Â Tapi Rahwana, anak, dan istrinya tidak ikut, sebab acara lomba disebutnya tidak kekinian. Meskipun demikian, Rahwana, dan keluarganya senang sebab sudah dipandang sebagai warga kelas satu di lingkungan kampung sini.
Sebab ini yang pertama kali ada penghargaan khusus untuk orang yang dianggap berjasa dalam soal kritik mengeritik di kampung ini.
Puncak acaranya pun diisi oleh tarian anak-anak. Drama perjuangan oleh remaja, juga pembacaan puisi.  Sebelum acara usai, dan sebagai akhir keseluruhan acara , hadiah diberikan pada pemenang lomba. Sebagaimana kebiasaan di sini semua warga mendapat hadiah tanpa kecuali, dan semua  warga adalah pemenangnya.
Satu-satu dengan sabar, anak-anak, ibu-ibu, bapak-bapak, remaja, laki, dan perempuan menerima dengan suka cita, sekaligus gembira ketika menerima hadiah di panggung itu.
Dan, giliran Rahwana juga menyambut gembira kado istimewanya. Ia menerima kado yang diberikan oleh pak RW di atas panggung. Biasanya di kampung sini jajaran RW, dan staf kelurahan hadir diundang di acara ini.
Seperti wajah pemenang suatu lomba tingkat nasional, Rahwana menerima dari pak RW kado itu di atas panggung, sekalian pasang tampang arogan yang disengaja. Ia serasa mengejek warga yang ada di bawah panggung ini.
Kado yang diterimanya cukup besar, dan ia mengangkatnya tinggi-tinggi, namun warga biasa saja melihatnya. Tidak heboh sebagaimana tadi. Tak ada tepukan juga. Justru ia, anak, dan istrinya segera kembali ke rumah dengan bangga usai menerima hadiah itu. Alasannya ada pasien yang sudah janji pijit.
Padahal acara belum selesai. Namun begitu acara pun tak lama kelar yang ditutup do'a oleh Haji Mukti.
******
Esoknya tatkala Karim, dan Zaid sedang ngobrol di pos ronda mendengar caci maki Rahwana dari ujung gang rumah sewanya. Entah pada siapa cacian itu ditujukan.
Kata Rahwana, akan saya laporkan pada pihak kepolisian. Kado yang saya terima adalah penghinaan. Bungkus boleh besar, dan bagus tapi isinya tidak berperikemanusiaan. Ini tindakan orang-orang yang memprovokasi saya. Ini juga tindakan politis untuk mendeskreditkan integritas saya.
"Saya akan laporkan ke KOMNAS HAM"!
Sementara di pos ronda Karim tertawa tak henti melihat ulah Rahwana. Kata Zaid, "elu ndut yang ganti isinya?"
"Iye bang. Isi kado itu saya tuker. Handuknya kan abang yang terima.
"Diganti apa isinya?"
"Sempak saya!"
 "Hahahahaha..," keduanya terbahak-bahak puas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H