https://www.kompasiana.com/erusnadi/5f318552d541df52540f3142/cerita-pejuang-kafe-dan-ott
https://www.kompasiana.com/erusnadi/5f34b4996e383367e502d7e2/cerita-pejuang-kafe-dan-ott-bagian-2
*****
 "Mama masih ingat?"Tanya Naomi.
"Masih. Dan, tidak ada perubahan. Apa kabar, mas?"
"Baik ibu,"ucapku tersenyum membalas tulus sapanya.
Ia bertanya sekadarnya, dan menceritakan singkat, bahwa Naomi telah meninggalkan semua yang ia lakukan dulu sebagai pekerja kantoran. Kata mamanya, ia malu dengan semua peristiwa itu. Aku mendengarkan, namun tidak pasang wajah sedih. Biasa saja. Sebab aku tahu, Naomi tidak ingin dikasihani. Ia tipikal perempuan yang sudah khatam soal-soal seperti ini. Ibunya sebentar kemudian meninggalkan kami berdua.
Siang itu seolah membuka hari baru. Naomi tetap sebagaimana dulu. Obrolan masih di seputar nilai-nilai kehidupan yang humanis, dan menguatkan sikap optimis. Aku beruntung mengenalnya.
****
Di kantor beres-beres dilakukan. Bos yang menjadi atasanku disingkirkan. Aku pun sempat dimintai keterangan. Sebab ada bukti surat kuasa yang diberikan atasan padaku ketika itu. Aku tak membantah, dan juga tidak berdalih. Memang itu adanya.
Aku katakan tidak tahu sama sekali dengan segala urusan uang tersebut. Pihak kantor mau mengerti pada akhirnya. Di luar itu, tidak lagi ada urusan.Â