Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Antisipasi Politik Penetapan PSBB Menuju Darurat Sipil

13 April 2020   13:08 Diperbarui: 13 April 2020   13:02 675
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Paska merebaknya polemik soal perlu tidaknya penerapan status "Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)" di Provinsi DKI Jakarta berikut bumbu politis perseteruan dalam perspektif kekuasaan antara pemerintah pusat dengan daerah, hingga pada akhirnya Kementerian Kesehatan menerbitkan KepMenKes.No.HK.01.07/MENKES/239/2020 tentang "Penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar Di Wilayah Provinsi DKI Jakarta Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID--- 19)" pada tanggal 7 April 2020.

Produk payung hukum tersebut mendapat respon politis relative cepat dengan suasana kebatinan tertentu pemerintah Provinsi DKI Jakarta, hingga tepatnya tanggal 9 April 2020 menerbitkan Pergub.DKI Jakarta.No.33/2020 tentang "Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta" sebagai pijakan politisnya dalam praktik operasionalnya.

Bisa jadi, situasi Jakarta memang sudah sangat darurat bila mencermati konsideran huruf (a) KepMenKes.No.HK.01.07/MENKES/239/2020 yang menyebutkan "bahwa data yang ada menunjukkan telah terjadi peningkatan dari penyebaran kasus Coronn Virus Disease 2019 (COVID- 19) yang siginifikan dan cepat serta diiringi dengan kejadian transmisi lokal  di wilayah Provinsi DKI Jakarta". 

Pertimbangan ini tentu telah dikaji sangat serius sebagaimana konsideran huruf (b) yang menyebutkan "bahwa berdasarkan hasil kajian epidemiologi dan pertimbangan kesiapan daerah dalam aspek sosial, ekonomi serta aspek lainnya, perlu dilaksanakan Pembatasan Sosial Berskala Besar di wilayah Provinsi DKI Jakarta guna menekan penyebaran COVID- 19 semakin meluas".

Sebagai ibukota negara, Jakarta tentu sangat sibuk berbagai aktivitas dan bisnis yang disertai intensitas pola interaksi warga kota maupun para pendatang (dalam/luar negeri) dengan urusannya masing-masing. Mungkin saja fenomena tersebut disinyalir menjadi penyebab dan pemicu penyebaran hingga penularan wabah dengan terus meningkatnya jumlah pasien positif COVID- 19 secara siginifikan dan cepat.

Pertanyaannya kemudian? Apakah pemerintah Provinsi DKI Jakarta mampu melaksanakan penetapan PSBB ini secara profesional dan konsisten? Dan apakah skenario politis ini tidak berimplikasi dampak menuju penetapan darurat sipil di Indonesia? 

Di antara 2 (dua) pertanyaan kunci tersebut akan dipaparkan deskripsi situasi dan kondisi ketahanan ekonomi masyarakat berikut kemungkinan aksi para pialang politik hingga konsekwensi dampak penetapan darurat sipil yang harus diantisipasi secara terukur, yang simpulan akhir dipersilahkan khalayak masyarakat untuk menemukan dan menentukan pilihan jawabanya sendiri secara rasional tentunya.

Konsistensi dan Kesiapan Pemerintah

Konsekwensi politis bagi pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam pelaksaknaan PSBB, adalah memastikan seluruh kewajiban terhadap layanan kepada warga jakarta berlangsung dengan tertib dan tepat sasaran, dan melakukan pengendalian secara tegas dan adil sesuai rambu-rambu hukum tanpa terkecuali. 

Sedangkan konsekwensi logis dari pelaksaknaan PSBB, memastikan seluruh hak (baca: bantuan langsung tunai) diterima warga jakarta yang memenuhi syarat dan ketentuan, hingga ketersediaan cadangan sembilan bahan pokok yang dibutuhkan warga jakarta. 

Masalah pemenuhan kebutuhan dasar warga DKI Jakarta selama penetapan PSBB berdasarkan ketentuan Pasal 21 ayat (1) Pergub.DKI Jakarta.No.33/2020 yang menyebutkan "Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dapat memberikan bantuan sosial kepada penduduk rentan yang terdampak dalam memenuhi kebutuhan pokoknya selama pelaksanaan PSBB" menjadi kunci keberhasilan sekaligus tantangan tersendiri. Mengapa demikian, karena secara politis pemerintah DKI Jakarta bisa mengelak secara hokum jika target capaian PSBB tidak terpenuhi.

Argumentasi dan jastifikasi hukum yang bisa dijadikan rujukannya adalah ketentuan Pasal 21 ayat (2) Pergub.DKI Jakarta.No.33/2020 yang menyebutkan "Bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk bahan pokok dan/atau bantuan langsung lainnya yang mekanisme penyalurannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan". 

Dalam konteks ini, pihak pemerintah pusat melalui kementerian yang berwenang diposisikan sebagai leading sector yang paling bertanggung jawab jika bantuan sosial kepada penduduk rentan yang terdampak dalam memenuhi kebutuhan pokoknya terjadi masalah dan atau tidak terpenuhinya secara layak selama pelaksanaan PSBB. 

Meskipun penyebab kegagalan bisa jadi karena pranata hukum baru yang disiapkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta lambat penetapannya dan tidak efektif kegunaannya sebagaimana diatur ketentuan Pasal 21 ayat (3) Pergub.DKI Jakarta.No.33/2020 yang menyebutkan "Penetapan penerima bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Gubernur".

Skenario Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menjalankan skema pemberian insentif kepada Pelaku Usaha yang terdampak atas pelaksanaan PSBB sebagaimana mandat ketentuan Pasal 22 ayat (2) huruf (a, b, c) yang dinerikan dalam bentuk pengurangan pajak dan retribusi daerah bagi pelaku usaha, dan pemberian bantuan sosial kepada karyawan yang terdampak atas pelaksanaan PSBB, dan/ atau bantuan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut, tentunya menjadi pekerjaan rumah paling berat. Diprediksi, ketentuan yang disebutkan dalam pasal ini akan dijadikan celah secara hukum-politis untuk berbagai tujuan dan kepentingan kelompok tertentu. 

Profesional kinerja dalam artian kesungguhan, konsisten, tegas, mengayomi dan adil dalam penanganan pandemic wabah Covid-19 menjadi barometer keberhasilan pemerintah DKI Jakarta dalam mengemban amanat politis pemerintah pusat. Keteladanan sekaligus keberhasilan kinerja pemerintah DKI Jakarta ini sangat ditunggu selama 14 hari ke depan, dan akan dijadikan rujukan politis untuk melakukan hal yang sama di daerah dan kota lainnya di Indonesia jika keberhasilannya relative positif secara signifikan. Mengapa hal ini sangat penting, strategis dan politis sifatnya? 

Karena konteks ini ada relevansinya dengan masalah kemanusiaan dan pembiayaan melalui relokasi anggaran belanja negara yang sangat fantastik jumlahnya. Negara harus kehilangan pajak pendapatan dari sector riil (baca: transaksi konsumsi masyarakat) selama penetapan PSBB. 

Upaya dan keberhasilan pemerintah DKI Jakarta mobilisasi lintas sektoral dan komponen politik yang ada (baca: Legislatif, swasta, CSO, Ormas dan Organisasi Profesional), menjadi persyaratan mutlak keberhasilan penerapan PSBB. Semangat gotong royong demi masalah kemanusiaan harus dijadikan perekat untuk menumbuhkan rasa sensitive terhadap kepeduliaan sosial masyarakat warga DKI Jakarta. 

Setidaknya diprediksi ada 2 (dua) hal yang harus diantisipasi selama pelaksanaan PSBB ini, yaitu (1) memastikan bagi masyarakat yang terdampak ekonomi paling krusial terpenuhi kebutuhan ekonominya selama penerapan PSBB, sehingga meminimalisir terjadinya keresahan sosial secara masif, dan (2) perdebatan tafsir mengenai nilai keberhasilan dan tidaknya pelaksanaan PSBB dengan basis argumen dan jastifikasi dalam perdebatan setelah 14 hari kedepan setelah tanggal 10 April 2020 terkait data berikut indikator capaian yang dijadikan dasar penilaiannya. 

Kondisi dan Ketahanan Ekonomi Warga Jakarta

Dilansir antaranews.com, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memastikan akan menyediakan bantuan sosial bagi masyarakat yang terimbas secara ekonomi dan sosial akibat adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Ibu Kota. "Terkait dengan tanggung jawab, Pemprov DKI Jakarta nanti bersama juga dengan pemerintah pusat akan menyiapkan bantuan sosial kepada warga miskin dan rentan yang terdampak atas pelaksanaan PSBB ini dan terdampak atas kondisi perekonomian yang turun akibat COVID-19" sebagaimana pernyataan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Balai Kota Jakarta pada hari Selasa. (sumber berita: WE Online, Jakarta, Rabu, 08 April 2020 02:00 WIB). 

Bantuan itu akan diserahkan hingga ke tingkat Rukun Warga (RW) sehingga seluruh masyarakat yang membutuhkan bantuan sosial itu dipastikan dapat dijangkau oleh pemerintah daerah.

Janji sekaligus kewajiban politik diatas merupakan bentuk garansi sosial bagi warga Jakarta. Meskipun dalam pelaksanaannya ditingkat lapangan relative sulit khususnya dalam menentukan dan menetapkan siapa saja warga masyarakat Jakarta yang berhak mendapatkan bantuan setelah  memenuhi persyaratan sesuai kriteria yang telah ditentukan sebelumnya. Hal ini sangat terkait dengan ketersediaan data base yang bisa dipertanggung jawabkan secara hukum.

Sebagaimana informasi maupun berbagai ulasan hingga pernyataan dari berbagai pihak yang berkompeten melalui pemberitaan nasional maupun media sosial, bahwa penetapan PSBB ini akan berdampak terhadap semua sektor bisnis di Jakarta. dampak langsung PSBB akan sangat terasa bagi masyakarat yang bekerja di sektor informal, hingga penurunan pendapatan yang cukup ekstrem. 

Pekerja industri baik berskala rumahan maupun UMKM, pekerja harian lepas dan pekerja berpenghasilan rendah terancam pemotongan upah dan kehilangan pekerjaan. Fenomena lain, dengan peliburan kantor maka efeknya akan berdampak kepada masyarakat kelas menengah bawah para pedagang asongan dan warung-warung makan kaki lima.

Berdasarkan paparan diatas, secara tidak langsung rantai pasok dan roda ekonomi di Jakarta sangat terdampak hingga perekonomian secara nasional. Hal ini dikarenakan  sekitar 70% perputaran uang ada di Jakarta, yang sekaligus mampu menyumbang cukup signifikan terhadap pendapatan nasional, khususnya penerimaan pajak sehingga akan ada efeknya terhadap makro ekonomi, maupun terhadap APBN.

Sejak masih ada himbauan pemerintah melakukan social distancing, para pelaku usaha juga telah menyampaikan di berbagai media cetak dan elektronik soal terkait kondisi perlambatan ekonomi Indonesia karena pandemi corona sebelum adanya PSBB. Banyak bisnis kehilangan pendapatan, karyawan kena pemutusan hubungan kerja, dan sektor informal yang terpaksa gulung tikar. Bahkan Kementerian Keuangan telah merilis proyeksi pertumbuhan ekonomi dalam negeri pada 2020 hanya dalam kisaran 2,3%. 

Prediksi mengenai potensi terjadinya konflik sangat tinggi di sektor informal selama pelaksanaan PSBB patut diwaspadai secara cermat dan sungguh-sungguh, meskipun pemerintah sudah memberikan bantuan sosial. Bantuan berlaku hanya untuk masyarakat yang memiliki indentitas warga DKI Jakarta. Padahal, banyak pekerja informal berasal dari provinsi lain. Perkiraan dibutuhkan dana sebesar Rp 840 miliar untuk kompensasi bagi pekerja informal.

Pialang Politik 

Sikap dan prilaku aparat kemanan sipil pemerintah Provinsi DKI Jakarta (baca: Satpol PP), kepolisian, dan tentara yang diperbantukan untuk penertiban masyarakat umum dan warga Jakarta harus diwaspadai selama menjalankan tugasnya secara seksama, karena sangat dimungkinkan bisa menimbulkan keresahan masyarakat hingga menjurus terjadinya amuk massa. 

Disisi lain, kebijakan politik penetapan PSBB adalah baru pertama kali terjadi di Indonesia. Warga masyarakat dipaksa dengan pemberlakuan aturan dan sanksi hukum untuk melakukan suatu tindakan tertentu yang tidak biasa dilakukan sebelumnya. Bahkan atas pemaksaan tindakan terhadap setiap individu tersebut, telah berdampak sangat serius terhadap kelangsungan kehidupan ekonomi mereka dan keluarganya. 

Implikasinya dengan dua fenomena di atas, setidaknya dipahami juga bahwa politik identitas di Indonesia berikut bangunan patron klien yang bisa dikonsolidasikan setiap saat, setidaknya masih mewarnai peta dan pola perpolitikan di Indonesia. Mereka memiliki modal relative kuat untuk menggerakkan massa pendukungnya.

Sehingga skenario chaos dalam bentuk apapun yang mereka kehendaki bisa diwujudkan dengan seketika. Fenomena sistem pemerintahan yang telah mendeklarasikan sebagai negara demokrasi dengan penghormatan nilai-nilai HAM internasional yang sudah diratifikasinya, sesungguhnya telah mempengaruhi sifat dan sikap permisif pihak pemerintah dan aparat keamanannya untuk bertindak secara hati-hati dan terukur.

Dalam konteks lain yang relevansi dengan paparan di atas, yaitu kemungkinan adanya polarisasi kekuatan dan kepentingan politik yang terjadi di kalangan elite TNI-Polri maupun para politisi dan elite birokrat saat ini. Setidaknya para elite pimpinan dari berbagai kelompok atau faksi politik tersebut punya kekuatan modal yang seimbang. Personifikasi kekuatan politik inilah yang pada ghalibnya bisa didefinisikan identitasnya sebagai para pialang politik yang paling berkepentingan atas kuasa dan kekuasaan di republik ini.

Mengapa para pialang politik tersebut sangat serius dengan cara apapun dalam upayanya menggapai kuasa dan kekuasaan? Semuanya itu semata-mata untuk melindungi aset-aset ekonomi dan peluang akses yang telah dimilikinya dengan berbagai caranya masing-masing. Pemilik aset dan akses tersebut bisa dari kalangan pribumi ataupun asing, yang kepemilikannya bisa secara individu maupun konsorsium.

Jika melihat kegamangan terkait kondisi dan ketahanan ekonomi warga Jakarta selama menjalani masa penetapan PSBB, dan dampak kemandegan pertumbuhan ekonomi akibat pendemi wabah COVID-19, maka tidak tertutup kemungkinan kedua penyebab di atas bisa dijadikan titik masuk para pialang politik menciptakan suatu kondisi politik menuju harapan yang ingin dicapainya. Sangatlah mudah untuk mengorganisir kelompok masyarakat tertentu yang akan direkrut, karena ada faktor kebutuhan ekonomi yang harus dipenuhi demi keberlangsungan hidup secara individu dan keluarga mereka. 

Skenario dan Konsekwensi Darurat Sipil

Jika prediksi situasi ekonomi-politik memang benar demikian kejadiannya, maka  prediksi situasi ekonomi-politik yang terjadi sebagai imbas dari penetapan PSBB bagi warga masyarakat Jakarta, setidaknya situasi chaos tinggal menunggu waktu saja. Seperti memasang bom waktu yang meledaknya tidak mampu terdeteksi bagi terget korban sasarannya. Amuk massa yang tidak mampu terbendung lagi karena tidak ada kesolidan akibat polarisasi kekuatan elite politik yang ada, dengan sendirinya scenario darurat sipil menjadi pilihan terakhir untuk menyelamatkan republik ini.

Ketentuan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 23 tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya (baca: Perpu.No.23/1959) menyebutkan bahwa "Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang menyatakan seluruh atau sebagian dari wilayah Negara Republik Indonesia dalam keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat sipil atau keadaan darurat militer atau keadaan perang, apabila: (1) keamanan atau ketertiban hukum diseluruh wilayah atau disebagian wilayah Negara Republik Indonesia terancam oleh pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan atau akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa, (2) timbul perang atau bahaya perang atau dikhawatirkan perkosaan wilayah Negara Republik Indonesia dengan cara apapun juga, (3) hidup Negara berada dalam keadaan bahaya atau dari keadaan-keadaan khusus ternyata ada atau dikhawatirkan ada gejala-gejala yang dapat membahayakan hidup Negara.

Jika kondisi negara dalam keadaan bahaya yang indikatornya telah memenuhi salah satu saja dari tiga kondisi yang tersebut di atas, maka presiden sebagai kepala negara dan pemerintahan republik Indonesia bisa menggunakan pranata hukum Perpu.No.23/1959 sebagai alat politik dalam pengamanannya. Tentunya situasi dan kondisi negara bangsa Indonesia menjadi sangat tidak stabil, karena darurat sipil bersifat represif dengan memberi wewenang sangat besar kepada penguasa darurat sipil seperti sebagaimana beberapa ketentuan berdasarkan pasal-pasal berikut ini :

  • Pasal 13: mengadakan peraturan-peraturan untuk membatasi pertunjukan-pertunjukan, percetakan, penerbitan, pengumuman, penyampaian, penyimpanan, penyebaran, perdagangan dan penempelan tulisan-tulisan berupa apa pun juga, lukisan-lukisan, klise-klise dan gambar-gambar. 

  • Pasal 14 ayat (1): berhak atau dapat-menyuruh atas namanya pejabat-pejabat polisi atau pejabat-pejabat pengusut lainnya atau menggeledah tiap-tiap tempat, sekalipun bertentangan dengan kehendak yang mempunyai atau yang menepatinya, dengan menunjukkan surat perintah umum atau surat perintah istimewa.

  • Pasal 15 ayat (1): dapat menyuruh memeriksa dan menyita semua barang yang diduga atau akan dipakai untuk mengganggu keamanan serta membatasi atau melarang pemakaian barang itu.

  • Pasal 17 ayat (1): mengetahui semua berita-berita serta percakapan-percakapan yang dipercakapkan kepada kantor telepon atau kantor radio, pun melarang atau memutuskan pengiriman berita-berita atau percakapan-percakapan dengan perantaraan telepon atau radio. 

  • Pasal 20: memeriksa badan dan pakaian tiap-tiap orang yang dicurigai serta menyuruh memeriksanya oleh pejabat-pejabat Polisi atau pejabat-pejabat pengusut lain. 

Selain itu, konsekwensi dampak dari penetapan darurat sipil akan membatasi gerak warka masyarakat secara ekstrem sebagaimana ketentuan Pasal 17 Perpu.No.23/1959 menyebutkan bahwa "Penguasa Darurat Sipil berhak" :

  1. mengetahui, semua berita-berita serta percakapan-percakapan yang dipercakapkan kepada kantor tilpon atau kantor radio, pun melarang atau memutuskan pengiriman berita-berita atau percakapan-percakapan dengan perantaraan tilpon atau radio;

  2. membatasi atau melarang pemakaian kode-kode, tulisan rahasia, percetakan rahasia, tulisan steno, gambar-gambar,tanda-tanda, juga pemakaian bahasa-bahasa lain dari pada bahasa Indonesia;

  3. menetapkan peraturan-peraturan yang membatasi atau melarang pemakaian alat-alat telekomunikasi sepertinya tilpon, tilgrap, pemancar radio dan alat-alat lainnya yang ada hubungannya dengan penyiaran radio dan yang dapat dipakai untuk mencapai rakyat banyak, pun juga mensita atau menghancurkan perlengkapan-perlengkapan tersebut". 

Untuk dipahami bahwa ketika ada penerapan darurat sipil, maka negara terlepas dari kewajiban hukum menjamin hak-hak dasar masyarakat. Penetapan darurat sipil justru membahayakan keamanan dan kesehatan warga. Berbeda jika pemerintah mengeluarkan penetapan Bencana berdasarkan ketentuan Pasal 8 dalam UU.No.24/2007, dan penetapan darurat kesehatan masyarakat, di mana negara terikat kewajiban hukum menjamin ketersediaan sumber daya yang diperlukan.

Implikasinya dengan penetapan darurat sipil ini, maka kelompok politik mana yang merasa diuntungkan? Setidaknya penetapan darurat sipil bukanlah pilihan terbaik pada saat pemerintah bersama seluruh komponen politik sedang menghadapi kasus pandemic wabah COVID-19 yang sedang melanda seluruh warga dunia. Dengan demikian, tidak ada kelompok politik anak bangsa tertentu yang merasa diuntungkan, kecuali pialang politik tran-internasional dengan patron negara pensuplai pendanaannya yang menjadi pemenangnya.

Skenario global bagi negara tertentu memang sangat menginginkan situasi dan kondisi negara dan bangsa Indonesia tidak boleh aman dan stabil, karena dengan kemandirian ekonomi dan kemartabatan budaya Indonesia akan mempengaruhi dan memperkuat kedaulatan Indonesia dalam menjalankan transaksi politik global, sehingga mempengaruhi peta persaingan ekonomi bagi negara-negara lain yang saat ini sangat tergantung dengan ekspor bahan baku yang dibutuhkan pabrik-pabrik industri mereka.

Payung Hukum Darurat Sipil

Dengan pembuktian berupa satu kondisi tertentu yang bisa dijadikan alasan dan jastifikasinya berupa dalil yang menyatakan negara dalam keadaan bahaya karena "keamanan atau ketertiban hukum di seluruh wilayah atau di sebagian wilayah Negara Republik Indonesia terancam oleh pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan atau akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa", maka keberadaan "Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 23 tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya (baca: Perpu.No.23/1959)" sudah bisa diberlakukan sebagai kebijakan politik pemerintah pusat.

Kondisi kerusuhan-kerusuhan yang terjadi dikalangan masyarakat yang berlangsung secara masif di seluruh wilayah/daerah, sudah bisa dijadikan bukti pembenar bagi pemerintah menetapkan situasi darurat sipil. Meskipun prediksinya dimuai lebih dahulu dengan polemik antar aktor intelektual dan para pakar hukum dengan saling menegasikan setiap pendapat subyektifnya masing-masing. Sementara ditingkatan masyarakat bawah, situasi keamanan semakin tidak terkendali dengan kerusuhan yang semakin meluas hingga menimbulkan dampak ikutan lainnya.

Jika pemerintah pada akhirnya harus menetapkan situasi darurat sipil sebagai konsekwensi dampak kegagalan pelaksanaan penetapan PSBB, maka payung hukum pemberlakuannya sudah tersedia pranatanya. Untuk diketahui bahwa keberadaan dan kedudukan Perpu.No.23/1959 yang hingga saat ini statusnya belum dicabut dan masih tetap berlaku. Pemerintah selanjutnya bisa dengan segera memberlakukan berbagai ketentuan dan kewenangan hukum yang termaktub dalam Perpu.No.23/1959 dengan dalih pemulihan keamanan dan stabilitas negara. 

Simpulan

Tentunya keseluruhan paparan tulisan opini yang membahas soal "Antisipasi Politik Penetapan PSBB Menuju Penetapan Darurat Sipil" ini bisa menjadi bahan perenungan social bagi kita semua, karena tidak hanya pemerintah Indonesia saja yang sedang menghadapi bencana pandemi wabah COVID-19, yang dalam faktanya juga sedang melanda di seluruh warga dunia.

Semangat kegotong-royongan sebagai salah satu corak budaya yang kita miliki, tentunya dalam situasi saat inilah peluang untuk merenung sekaligus menguji eksistensinya. Apakah benar kita semua masih menjadi warga bangsa Indonesia yang santun, welas asih, saling membantu secara gotong royong, atau memang sudah berubah perwatakan kita menjadi masyarakat industrialis dengan basis materialism sebagai "kompas hidup"yang baru bagi warga bangsa Indonesia saat ini.

Sebagaimana paparan dalam paragraf awal sebelumnya, bahwa kita semua sebagaimana deskripsi situasi dan kondisi serta berbagai keadaan pemungkin yang sedang dan kemungkinan akan terjadi kedepannya, harus diantisipasi secara bersama dan terukur sehingga simpulan akhir dari berbagai fenomena politik yang sedang terjadi dihadapan kita bersama bisa menemukan dan menentukan pilihan jawabanya dengan bijak. Dengan demikian eksistensi negara bangsa tercinta Indonesia bisa selamat dari cobaan yang sedang diujikan oleh sang penguasa alam semesta ini.

Penulis: Khusnul Zaini, SH. MM.

Advokat dan Aktivis Lingkungan Hidup Nasional

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun