Pasal 20: memeriksa badan dan pakaian tiap-tiap orang yang dicurigai serta menyuruh memeriksanya oleh pejabat-pejabat Polisi atau pejabat-pejabat pengusut lain.Â
Selain itu, konsekwensi dampak dari penetapan darurat sipil akan membatasi gerak warka masyarakat secara ekstrem sebagaimana ketentuan Pasal 17 Perpu.No.23/1959 menyebutkan bahwa "Penguasa Darurat Sipil berhak" :
mengetahui, semua berita-berita serta percakapan-percakapan yang dipercakapkan kepada kantor tilpon atau kantor radio, pun melarang atau memutuskan pengiriman berita-berita atau percakapan-percakapan dengan perantaraan tilpon atau radio;
-
membatasi atau melarang pemakaian kode-kode, tulisan rahasia, percetakan rahasia, tulisan steno, gambar-gambar,tanda-tanda, juga pemakaian bahasa-bahasa lain dari pada bahasa Indonesia;
menetapkan peraturan-peraturan yang membatasi atau melarang pemakaian alat-alat telekomunikasi sepertinya tilpon, tilgrap, pemancar radio dan alat-alat lainnya yang ada hubungannya dengan penyiaran radio dan yang dapat dipakai untuk mencapai rakyat banyak, pun juga mensita atau menghancurkan perlengkapan-perlengkapan tersebut".Â
Untuk dipahami bahwa ketika ada penerapan darurat sipil, maka negara terlepas dari kewajiban hukum menjamin hak-hak dasar masyarakat. Penetapan darurat sipil justru membahayakan keamanan dan kesehatan warga. Berbeda jika pemerintah mengeluarkan penetapan Bencana berdasarkan ketentuan Pasal 8 dalam UU.No.24/2007, dan penetapan darurat kesehatan masyarakat, di mana negara terikat kewajiban hukum menjamin ketersediaan sumber daya yang diperlukan.
Implikasinya dengan penetapan darurat sipil ini, maka kelompok politik mana yang merasa diuntungkan? Setidaknya penetapan darurat sipil bukanlah pilihan terbaik pada saat pemerintah bersama seluruh komponen politik sedang menghadapi kasus pandemic wabah COVID-19 yang sedang melanda seluruh warga dunia. Dengan demikian, tidak ada kelompok politik anak bangsa tertentu yang merasa diuntungkan, kecuali pialang politik tran-internasional dengan patron negara pensuplai pendanaannya yang menjadi pemenangnya.
Skenario global bagi negara tertentu memang sangat menginginkan situasi dan kondisi negara dan bangsa Indonesia tidak boleh aman dan stabil, karena dengan kemandirian ekonomi dan kemartabatan budaya Indonesia akan mempengaruhi dan memperkuat kedaulatan Indonesia dalam menjalankan transaksi politik global, sehingga mempengaruhi peta persaingan ekonomi bagi negara-negara lain yang saat ini sangat tergantung dengan ekspor bahan baku yang dibutuhkan pabrik-pabrik industri mereka.
Payung Hukum Darurat Sipil
Dengan pembuktian berupa satu kondisi tertentu yang bisa dijadikan alasan dan jastifikasinya berupa dalil yang menyatakan negara dalam keadaan bahaya karena "keamanan atau ketertiban hukum di seluruh wilayah atau di sebagian wilayah Negara Republik Indonesia terancam oleh pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan atau akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa", maka keberadaan "Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 23 tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya (baca: Perpu.No.23/1959)" sudah bisa diberlakukan sebagai kebijakan politik pemerintah pusat.
Kondisi kerusuhan-kerusuhan yang terjadi dikalangan masyarakat yang berlangsung secara masif di seluruh wilayah/daerah, sudah bisa dijadikan bukti pembenar bagi pemerintah menetapkan situasi darurat sipil. Meskipun prediksinya dimuai lebih dahulu dengan polemik antar aktor intelektual dan para pakar hukum dengan saling menegasikan setiap pendapat subyektifnya masing-masing. Sementara ditingkatan masyarakat bawah, situasi keamanan semakin tidak terkendali dengan kerusuhan yang semakin meluas hingga menimbulkan dampak ikutan lainnya.