Dia sangat mengagumi sang kakak, yang berusia lima tahun di atasnya itu. Sang Kakak yang banyak menoreh prestasi, dan membuatnya sangat bangga.
Beberapa kali Putra ikut bersama sang ibu, untuk mendampingi sang kakak, mendapat penghargaan. Mendatangi beberapa tempat dan tokoh, yang hanya bisa dilihat di layar kaca.
Putra bertekad untuk mengikuti jejak sang kakak. Mengukir prestasi di setiap ada kesempatan. Dia juga ingin membuat ibu mereka bangga.
Kini dia melihat dua wanita yang dia cintai itu, saling berpelukan. Putra mendengar tangis sang kakak begitu sedih.
"Akak jangan nangis begitu, dong! Ade kan ikut sedih...!" bujuk Putra dengan suara bergetar, "ada yang nakalin Akak, ya? Bilang aja, siapa Kak? Nanti Ade balas!" ujar Putra tegas.
"Tidak boleh membalas kejahatan dengan kejahatan, Nak! Itu tidak baik..., tunggu Kakakmu selesai meluapkan emosinya dulu, nanti kita dengar penjelasannya, ya!" kata Ana lembut sambil mengusap kepala Putra.
Putra tersenyum, sambil menggaruk kepalanya, yang tak gatal itu. Anggi selintas melihat senyum adiknya itu. Hatinya terasa adem, saat melihat wajah Putra yang menggemaskan itu.
Dia beringsut dan mengusap air mata. Putra bergegas menyambar tisu, dan menyodorkannya kepada Anggi.
"Makasih, De!" kata Anggi sambil tersenyum.
Ana beranjak meraih gelas kosong, yang tadi diletakkan Anggi. Dia menuju kulkas, dan mengisinya lagi sampai penuh. Kembali dia menyerahkan gelas itu kepada Anggi.
Kali ini Anggi meminumnya sedikit, dan langsung meletakkan gelas itu di meja lagi.