Zainab memeluk lembut tubuh Lisa. Di tengah hentakan rasa kecewa, putrinya itu masih memikirkan dirinya. Dia tak mau ibunya yang sudah berjuang sendirian, sejak lima tahun lalu itu, keberatan dan makin pontang-panting membiayai hidupnya dan sang adik.
"InsyaAllah kita mendapatkan jalan dari setiap kesulitan, Nak! Bismillah..." kata Zainab sambil tersenyum manis, "ayo semangat!".
Lisa menganggukkan kepala dengan senyum terukir di bibir. Zainab segera merapikan berkas untuk mulai mencari sekolah swasta dan mendaftar. Dia sudah tak ingin berharap lagi.
Yah, sekolah swasta di Jakarta pasti akan mengeluarkan biaya ekstra daripada di sekolah negeri.
Zainab melangkahkan kaki menuju sebuah gedung sekolah. Ini sekolah ke lima yang dia masuki, dan bertanya informasi tentang biaya pendaftaran dan segala tetek bengeknya.
Hatinya semakin lelah, mendengarkan biaya-biaya yang dijabarkan.
"Astaghfirulloh al adziim...," desisnya pelan.
Dia ingin pulang, dan memeluk kedua anaknya, agar beroleh sedikit semangat. Namun, dia bertekad untuk segera mendapatkan sekolah, yang sekiranya ringan di kantong.
"Alhamdulillah..," saat dia mencuri dengar penjelasan yang disampaikan petugas PPDB sekolah swasta, yang baru saja dia masuki.
Ini sekolah swasta yang sedikit ringan. Jika untuk orang berduit, mungkin bisa dibilang, sangat murah.
Zainab menarik napas lega. Dia segera membayar formulir pendaftaran, dan bergegas menuju sekolah dasar puterinya, untuk meminta kelengkapan berkas.